Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Polemik Pemilu Semoga Cepat Berlalu!

18 April 2019   07:13 Diperbarui: 18 April 2019   15:34 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saatnya mengakhiri semua perseteruan akibat pilpres (Ilustrasi gambar : https://img.alinea.id)

Tanggal 9 Agustus 2018 adalah titik tolak dimulainya gendrang para elit politik dalam kontestasi Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2019. 

Pada tanggal itulah deklarasi Prabowo-Sandi dilakukan sebagai tandingan dari "kubu sebelah" yang menunjuk KH. Ma'ruf Amin sebagai calon wakil presiden untuk mendampingi Joko Widodo. Beberapa waktu setelah itu tensi politik terus meninggi. 

Memasuki masa-masa kampanye tudingan saling dilemparkan satu sama lain. Terlihat seperti ada kegaduhan seiring dengan perang komentar dan kontroversi kata-kata seperti "sontoloyo", "tampang boyolali", perang total, dan masih banyak lagi yang lain. 

Sebagai orang awam, penulis melihat bahwa Pemilu tahun 2019 adalah Pemilu dengan iklim politik paling tidak sehat dalam sejarah bangsa. 

Mungkin sebagian orang menganggap bahwa hal ini adalah bagian dari dinamika berdemokrasi, namun melihat bangsa ini seakan terpecah menjadi dua kubu besar menjadi prihatin melihatnya. 

Meskipun Pemilu 2019 adalah pemilu serentak untuk memilih anggota DPD, DPRD, DPR, hingga presiden serta wakilnya, namun gaung yang paling besar tetaplah terkait dengan pemilihan presiden dan wakil presiden. 

Situasi yang berkembang selama ini bahkan mengesankan pemilu 2019 hanyalah untuk memilih presiden beserta wakilnya saja, tidak lebih. 

Hal ini terlihat dari hilir mudiknya pemberitaan media yang memang lebih banyak didominasi perihal Joko Widodo, Ma'ruf Amin, Prabowo Subianto, dan Sandiaga Uno.

Siapa yang memperbincangkan nama-nama calon anggota legislatif? Hampir tidak ada. Pada hari H pemungutan suara, trending topic-nya pun adalah quick count hasil pemilu presiden dan wakil presiden.

Jenuh. Barangkali itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan situasi pemberitaan media beberapa bulan terakhir. Syukur apabila sebagian besar yang dibahas adalah tentang optimisme, harmoni, dan pengobaran semangat. 

Sayangnya lebih banyak ditemukan adalah tentang polemik, kontroversi, konflik, dan sejenisnya. Disuguhi sesuatu yang sama berulang kali dalam jangka waktu lama sangatlah membosankan. 

Capek rasanya melihat saudara sebangsa saling lempar tudingan, berbalas fitnah, dan saling membenci hanya karena berbeda pandangan politik. 

Serasa problematika bangsa kita hanya sebatas politik saja. Masih banyak saudara sebangsa kita yang kesulitan makanan, kesulitan akses pendidikan, dan minim kesejahteraan. Mengapa semua hal-hal penting seakan-akan terpinggirkan oleh euforia pesta demokrasi?  

Penulis berharap dengan berlalunya tanggal 17 April 2019 maka berlalu jugalah setiap polemik tentang Pemilu, terlebih tentang Pilpres.

Ibarat sebuah drama, satu konflik selesai maka akan muncul konflik baru. Jika sebelumnya perseteruan pilpres adalah terkait perebutan dukungan pilihan, maka kini pasca 17 April akan ada esipode baru. Episode klaim kemenangan. 

Lalu kapankah polemik pilpres ini berakhir? Setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil resmi pemilu pada 22 Mei 2019 nanti? 

Mungkin iya, mungkin juga tidak. Kita tidak pernah tahu episode apalagi yang akan melanjutkan drama perpolitikan tanah air kita ini. Belajar dari sebelum-sebelumnya, politik selalu menjadi bahan obrolan publik yang paling menarik perhatian. 

Seakan kita hidup hanya dengan politik saja, tidak ada yang lain. Namun setidaknya dengan selesaianya periode pemilihan umum presiden kemarin diharapkan bangsa ini tidak "terpecah" lagi. 

Jika kita terlalu lama berkonflik dengan saudara sebangsa maka kita akan terlambat menyadari ketertinggalan kita dari bangsa lain. 

Jika hal itu sampai terjadi maka apa yang bisa kita banggakan sebagai bangsa Indonesia? Beradu kepentingan dengan saudara sebangsa bukanlah sebuah sikap bijak putra-putri bangsa. 

Jangan sampai kita termakan ego dan terpancing untuk kembali dalam provokasi satu sama lain. Cukup sekian episode perseteruan kita yang mendukung 01 atau 02. Kita semua butuh untuk bergandengan tangan menata kehidupan bangsa kita ke depan.

Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun