Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Idealisme Para "Newbie"

15 April 2019   07:56 Diperbarui: 15 April 2019   13:56 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menjadi pendatang baru adalah sebuah proses pembelajaran menjadi pribadi matang (Ilustrasi gambar : https://jeffshore.com)

Pada saat masih berstatus siswa atau mahasiswa dulu penulis beranggapan dunia kerja itu seperti apa sih? Apa saja yang harus dilakukan dalam bekerja? Apakah bekerja itu tidak jauh berbeda dengan sewaktu kita menempuh pendidikan? 

Ketika periode memasuki dunia kerja dimulai barulah penulis menyadari tentang apa itu bekerja serta sejauh mana perbedaannya dengan teori-teori yang dahulu pernah dipelajari semasa di bangku sekolah hingga perkuliahan. 

Masa-masa awal pasca lulus dari godokan institusi pendidikan terdapat suatu harapan besar bahwa idealisme yang selama ini terbangun dari wawasan pandidikan itu bisa sepenuhnya diterapkan dalam lingkungan kerja. 

Salah satunya adalah tentang disiplin ilmu yang ditempuh sewaktu kuliah hendaknya bisa selaras dengan posisi pekerjaan yang dijalani kelak. Jika seorang lulusan fakultas teknik, tentunya berharap menjalani profesi sebagai engineer. 

Jika lulusan fakultas ekonomi, biasanya banyak yang berharap menjadi ahli pemasaran. Apabila ada yang merupakan lulusan teknik informatika, besar harapan untuk menjadi profesional bidang Information Technology (IT). 

Kalaupun secara bidang keilmuan ada banyak yang menemukan kecocokan, tidak jarang ketika sudah menjalaninya dirasa ada banyak hal-hal yang tidak ideal menurut pandangan mereka. 

Para newbie ini memiliki pemahaman bahwa sesuatu kondisi seharusnya seperti apa, akan tetapi mereka melihat realitas yang ada sungguh jauh berbeda. Banyak dari newbie yang mengira setiap organisasi bisnis menjalankan sistem yang sempurna, yang lengkap, yang full support, dan serba baik-baik saja. 

Pada saat newbie menemukan kondisi yang jauh berbeda dengan ekspektasi maka mungkin pada saat itulah para newbie ini mengira bahwa mereka telah "salah jalan". Mengirimkan aplikasi kerja ke segala penjuru kembali dilakukan demi supaya bisa bertemu dengan situasi ideal yang dimaksud. Mereka masih mencari celah menemukan kondisi ideal versi diri mereka masing-masing.

Idealisme para newbie tidak sebatas itu saja. Seringkali, urusan salary adalah satu poin yang menjadi prioritas utama selain dalam hal kesesuaian konteks kerja dengan bidang minat yang dimiliki. Akibatnya banyak sekali organisasi bisnis yang memiliki tingkat turnover rate yang tinggi. 

Banyak pekerja keluar masuk dan datang silih berganti. Mungkin ada sebagian orang yang hanya butuh waktu sekali mencari dan kemudian tetap betah disana hingga pensiun. Namun tidak jarang yang terus melakukan pencarian pertama, kedua, ketiga, bahkan hingga ketujuh baru menemukan tempat yang dianggap pas. 

Atau bisa jadi pada pencarian yang kesekian itupun sebenarnya masih belum dirasa pas, hanya saja keadaan sudah "memaksa" sehingga mau tidak mau membuatnya untuk tidak lagi melakukan pencarian. Mengikuti idealisme barangkali merupakan pilihan yang paling diinginkan oleh siapapun. 

Akan tetapi situasi dan kondisi yang ada tidak jarang menggiring mereka menuju sikap pragmatis. Mempertahankan idealisme bahwa seseorang yang berlatar belakang sarjana teknik elektronika harus bekerja sebagai tenaga profesional bidang elektronika dengan konsekuensi menganggur terlalu lama pasti tidaklah nyaman dijalani. 

Berharap menjalani profesi sebagai Industrial Engineer karena berlatar belakang sarjana teknik industri meski dalam beberapa kali kesempatan terus-menerus gagal mendapatkannya tentu akan menyisakan kerisauan. Akhirnya tidak jarang diantara kita yang memilih untuk "menyeberang" jalan profesi dari idealisme awal yang dimiliki. 

Tidak ada larangan bagi siapapun yang berlatar belakang enginer untuk bekerja sebagai tenaga perbankkan, bukan hal yang tabu jikalau lulusan pertanian ada yang berprofesi sebagai tenaga administrasi, dan lain sebagainya. Secara bijak kita bisa berkata bahwa manusia punya rencana, namun Sang Pencipta pun juga punya rencana-Nya sendiri.

Ingin pekerjaan sesuai bidang, ingin mendapatkan support pekerjaan sesuai bayangan, ingin memperoleh salary sebagaimana diinginkan, ingin bertemu lingkungan kerja seperti yang dikesankan pada film-film, dan sejenisnya adalah contoh dari idealisme para newbie. Ketika mereka masih berpegang teguh pada idealismenya, maka upaya pencarian mereka akan terus berlangsung. 

Banyak dari rekan-rekan kerja penulis yang memutuskan keluar dari tempat kerja karena menginginkan situasi yang lain daripada yang terjadi saat ini. Ada hal-hal yang menurut mereka tidak sesuai dengan idealismenya, ada sesuatu yang mungkin kurang sreg dijalani, atau bisa jadi ada hal-hal yang dianggap mengekang potensi berekspresi mereka. Akan muncul banyak sekali kemungkinan apabila menyangkut idealsime orang per orang, dan itu tidaklah mengejutkan.

Penulis beranggapan bahwa siapapun berhak melakukan pencariannya masing-masing dan mengejar mimpi besarnya. Namun yang perlu digarisbawahi adalah bahwa tidak setiap tempat berkarier itu semua kondisinya akan sesuai yang kita harapkan. 

Tidak setiap tempat seperti Google, tidak setiap perusahaan sementereng Unilever, tidak setiap organisasi bisnis sekeren Apple. Semua memiliki keunikan, kelebihan, serta kekurangannya masing-masing. Satu-satunya jalan untuk mendapatkan dan mendesain semuanya seperti yang kita mau adalah dengan mendirikan organisasi bisnis sendiri. 

Jikalau kita memilih berkarier di tempat orang lain, maka kita harus mengikuti idealismenya. Dengan kata lain bersikap pragmatis adalah suatu keharusan, meski tidak sepenuhnya nilai-nilai idealisme diri kita korbankan.

Para newbie pada masa awal pencariannya sebaiknya menempatkan dirinya sebagai pembelajar, bukan sebagai pejuang idelaisme pribadinya. Ketika kenyataan sudah menempatkan kita disuatu tempat yang mungkin dianggap jauh dari harapan, barangkali disanalah kita diberikan kesempatan untuk belajar sesuatu yang berharga bagi kehidupan kita dimasa mendatang. 

Tentu ada sesuatu yang bisa dipelajari dan diambil hikmahnya atas setiap perjalanan yang kita lakukan, dan tentu ada nilai berharga dari perjalanan karier di setiap tempat yang kita tapaki. 

Pengalaman bersua dengan pribadi berbeda-beda, pengalaman bertemu problematika yang berbeda, dan bertemu dengan tingkat persoalan yang beraneka ragam pastilah memiliki nilai manfaat yang luar biasa. 

Jika kita berharap bahwa segala sesuatunya berjalan lancar dan tenang, maka kita tidak akan pernah mempelajari sesuatu yang berharga. Dengan demikian kita tidak akan melihat hal besar disuatu hari nanti. Menjumpai segudang persoalan, bertemu dengan ketidaksesuaian antara realitas dengan harapan secara tidak langsung telah membantu kita berakselerasi dalam upaya pengembangan diri serta pribadi. 

Hanya saja memang hal ini tidak dengan begitu mudah dijalani. Perlu kesabaran untuk menikmati setiap proses. Apabila kita memiliki keberanian sedikit lebih banyak sehingga memungkinkan kita bertahan lebih dalam dalam situasi yang jauh dari idealisme pribadi, maka dikemudian hari kita akan menemukan potensi hebat diri kita yang selama ini tersembunyi. 

Pada saatnya tiba, idealisme itu itu sangatlah mungkin untuk diperjuangkan. Namun sebelum itu, kita harus mulai membangun jalan menuju kesana. Idealisme ibarat sebuah impian besar yang hanya bisa dicapai melalui perjalanan panjang penuh rintangan. 

Jika sekarang kita dituntut untuk sedikit berlaku pragmatis, selama hal itu tidak menghianati prinsip-prinsip utama yang kita yakini maka seharusnya hal itu bisa ditolerir. Mungkin sikap pragmatis yang saat ini kita lakukan adalah bagian dari menuju idealisme yang kita yakini itu sendiri. 

John C. Maxwell pernah mengatakan bahwa untuk mencapai titik tujuan akhir terkadang seseorang perlu mengambil jalan memutar. Memang benar bahwa impian seseorang, visi misi kita, atau harapan besar yang kita semua miliki ada di ujung sana. Meskipun begitu, kita tidak harus selalu berjalan lurus ke depan. 

Ada belokan yang mesti kita lewati, ada persimpangan yang harus kita lewati, dan terkadang ada perhentian sementara yang harus kita singgahi. 

Selama kita masih berorientasi pada tujuan akhir yang kita yakini, maka sesulit dan tidak senyaman apapun perjalanan yang kita tempuh hal itu tidak akan membuat kita gentar dan melangkah mundur. 

Mari kita fokus pada proses menumbuhkan dan mengembangkan pribadi kita dalam hal skilll, pengetahuan, dan attitude guna menunjang hari depan yang cemerlang.

Salam hangat,
Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun