Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Generasi "Celometan" yang Bicara Tanpa "Tedeng Aling-Aling"

26 Maret 2019   08:00 Diperbarui: 26 Maret 2019   08:02 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berkomentar di dunia maya hendaknya tidak asal berkata-kata (Ilustrasi gambar : www.shutterstock.com)

Dulu, sewaktu masih menduduki bangku sekolahan, sering ada beberapa teman yang menyeletuk kata-kata ketika bapak atau ibu guru pengajar menerangkan sebuah materi pelajaran. Dalam istilah kami anak-anak yang suka menyeletuk kata-kata itu disebut "celometan". 

Barangkali diantara rekan-rekan pembaca sekalian juga pernah mengalami situasi seperti ini dimana ada beberapa rekan satu kelas yang begitu "aktif" memberi komentar untuk hal-hal yang dianggapnya lucu, unik, atau sejenisnya dari suatu materi pelajaran. Biasanya hal ini dilakukan oleh teman-teman kita yang suka usil, atau memiliki track record sebagai siswa "menonjol" di kelasnya.

Celometan atau suka berkomentar nyeleneh saat itu adalah sebuah kebiasaan yang oleh sebagian orang dipandang sebagai perilaku yang lucu dan juga menghibur. Hal ini tidak jarang menjadi pereda ketegangan dalam keseriusan menyimak materi pelajaran.

 Disaat hampir semua orang serius menyimak materi yang disampaikan guru, celetukan konyol dari salah seorang siswa seketika menurunkan "tensi" proses pembelajaran. 

Akan tetapi, celetukan yang disampaikan oleh sebagian siswa tersebut juga tidak jarang menjadi gangguan tersendiri. Sebagian siswa atau guru terkadang merasa terganggu oleh kehadiran orang-orang yang suka celometan ini. 

Barangkali maksud dari celetukan mereka adalah untuk mengusir kebosanan selama proses ajar berlangsung, namun tidak menutup kemungkinan bahwa tindakan mereka itu dilakukan atas dasar keinginan untuk mengganggu proses pembelajaran. 

Kebiasaan celometan ini hampir selalu kita jumpai selama periode waktu belajar sejak Sekolah Dasar hingga di Perguruan Tinggi. Kita sadari atau tidak, ternyata  kebiasaan ini masih terus terbawa di era komunikasi yang serba digital seperti sekarang ini. 

Status di social media banyak dipenuhi komentar-komentar nyeleneh, artikel pemberitaan banyak dikomentari sinis, video youtube dari seorang public figure di-bully, pemberitaan di internet dikomentari negatif, dan lain sebagainya. Dalam memanfaatkan media sosial kita seringkali latah dan ceplas-ceplos memberi komentar. 

Mentang-mentang yang dikomentari tidak ada didepan mata, maka hal itu membuat kita menjadi seenaknya saja memberikan celetukan-celetukan tanpa berfikir panjang akan akibatnya.

Seandainya kita tengah berhadapan dengan seseorang lantas memberikan celetukan yang menyinggung perasaannya, maka tidak menutup kemungkinan orang tersebut akan emosi kepada kita. Ia akan mendamprat kita, menjauhi kita, atau yang paling ekstrem melakukan kekerasan dengan mendorong atau menampar kita. 

Sehingga hal ini membuat kita lebih mampu menahan diri untuk mengungkapan isi pikiran kita secara asal dan ceplas-ceplos. Berbeda halnya saat kita menjelajahi dunia maya. 

Pada saat menemukan pemberitaan yang menurut kita tidak sesuai, maka kita bisa dengan santai melakukan penyangkalan atau persetujuan dari komentar yang kita berikan. Jikalau komentar yang diberikan adalah komentar ringan dan tidak menyinggung siapapun, barangkali tidak menjadi soal. 

Akan tetapi tidak jarang kita berkomentar sinis atau bahkan berceletuk kejam terhadap statement seseorang karena kita merasa aman tidak berhadapan face to face dengannya. Motivasi setiap orang dalam berkomentar di dunia maya mungkin berbeda-beda antara satu dengan yang lain.  Hanya saja yang menjadi masalah disini adalah komentar-komentar sinis, pedas, menusuk, dan tanpa tedeng aling-aling yang ditujukan kepada individu atau kelompok tertentu. Ada teman yang memasang status foto liburan, dikomentari pamer. 

Ada yang meng-upload video pribadi, dianggap narsis. Ada yang menulis status memihak capres tertentu, dikomentar panjang lebar dari A sampai Z. Jika komentar atau argumentasi yang diberikan itu disampaikan secara baik dengan dilatarbelakangi semangat untuk membangun kepentingan bersama, bukan sekadar ego pribadi, maka hal itu akan jauh lebih baik dibandingkan sekadar kita bercelomet tidak jelas tanpa adanya semangat memberi solusi.

Mungkin dulu semasa sekolah kita sering menjadi pribadi celometan di kelas, menyeletuk asal, dan berkata-kata tidak penting selama proses belajar berlangsung. Ditengah era teknologi informasi yang saat ini sudah menjadi lokomotif terdepan suatu peradaban, kebiasaan untuk berceloteh itu tentu juga harus kita letakkan secara tepat.

 Celetukan yang menurut kita ringan bisa berefek luar biasa dengan adanya UU ITE yang mengatur lalu lintas dalam berbicara. Orang-orang diluar sana yang tidak senang dengan statement kita bisa memperkarakan setiap kata-kata yang kita tuliskan. Ketika kita berbicara dan berceletuk, hasil perkataan kita hanya terdengar dan kemudian menguap bersama udara. Namun celetukan kita di dunia maya akan tetap direkam dan tentu sulit untuk menghilangkannya. 

Oleh karena itu kita hendaknya lebih mampu menjaga setiap tutur kata atau celetukan-celetukan kita dalam mengomentari suatu situasi dan kondisi tertentu. Mungkin kita tengah berada didalam pusaran generasi yang haus akan eksistensi dan ego. Segala hal dipandang remeh ketika tidak sesuai dengan pandangan yang dimilikinya melalui celotehan, celetukan, dan sikap celometan kita. Untuk itu kita perlu untuk lebih mendewasakan diri memandang segala peristiwa yang ada. Lebih bijak serta lebih berfikir jauh kedepan sebelum mengungkapkan kata-kata.

Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun