Beberapa waktu belakangan ini mungkin sebagian dari kita sudah teralihkan perhatiannya atau bahkan mungkin sudah melupakan dahsyatnya hantaman bencana alam yang melanda sebagian sudara-saudara kita di belahan lain bumi Indonesia.Â
Bencana tsunami Tanjung Lesung Banten yang terjadi menjelang penghujung tahun 2018 yang lalu saja barangkali sudah mulai hilang dari ingatan kita, apalagi dengan bencana gempa dan Tsunami yang terjadi di Lombok dan Sigi pada medio waktu Juli hingga Oktober 2018.Â
Mungkin hanya sedikit dari kita saat ini yang masih mengingat peristiwa tersebut, dan mungkin itu hanya dirasakan oleh sanak kerabat dekat dari para korban keganasan alam tersebut. Bencana gempa yang terjadi di Lombok serta bencana Gempa disertai Tsunami yang terjadi di Sigi, Palu, serta Donggala telah menghadirkan luka mendalam dan masih membekas kepada keluarga korban khususnya dan juga Bangsa Indonesia pada umumnya.Â
Pemberitaan media masa terkait kondisi terkini korban bencana di Lombok serta di Sigi, Palu, dan Donggala sudah sangat jarang atau bahkan tidak pernah terdengar lagi. Hingar bingar bantuan kemanusiaan seakan sudah tidak terlihat lagi antusiasmenya. Padahal kita semua tahu bahwa efek bencana dahsyat yang terjadi disana tidak akan hilang dalam waktu singkat.Â
Saat ini masih banyak saudara-saudara kita disana yang harus berjuang keras untuk memperoleh kenyamanan hidupnya kembali. Kehancuran tempat tinggal akibat gempa dan sapuan tsunami sudah tentu merupakan kehilangan besar dan tidak mungkin bisa dipulihkan dalam sekejap mengingat dana yang dibutuhkan untuk melakukan pembangunan kembali pastilah tidak sedikit.Â
Bukankah sudah ada begitu banyak bantuan yang digelontorkan kesana? Bukankan kemarin berbagai lembaga sosial beramai-ramai menggalang dana untuk membantu mereka? Tidakkah cukup dana bantuan itu? Perlu kita ingat bahwa kerusakan yang terjadi akibat bencana gempa dan juga Tsunami di Lombok, Sigi, Palu, dan Donggala ini sangatlah besar.Â
Bencana yang terjadi sangatlah luar biasa, bahkan bisa dikatakan inilah "huru-hara" bencana terbesar di era modern Bangsa Indonesia setelah bencana Tsunami di Aceh tahun 2004 lalu. Tentu saja hal ini membutuhkan waktu pemulihan yang lama serta finansial yang tidak sedikit.
Sebagaimana dikutip dari laman mediaindonesia.com, taksiran kerugian yang diakibatkan oleh bencana gempa dan tsunami di Lombok serta Sigi, Palu, dan Donggala ini mencapai angka 12 triliun rupiah.Â
Sebuah angka yang fantastis tentunya. Diluar kerugian secara materi, kerugian secara psikologis seperti trauma pasca bencana juga merupakan sesuatu yang tidak bisa dikesampingkan. Bagaimanapun juga, setiap bencana memang memerlukan waktu pemulihan dan itu hanya akan terjadi apabila semua pihak yang terkait ikut berkontribusi melakukannya.Â
Bukan hanya masyarakat setempat, pemerintah, atau organisasi kemanusiaan yang seharusnya ikut berperan serta. Kita yang saat ini berada jauh dari saudara-saudara kita korban bencana hendaknya juga memiliki kesadaran akan hal ini.Â
Kepedulian kita adalah langkah awal untuk menjalankan aksi nyata membantu kemanusiaan. Jikalau pada periode awal pasca bencana terjadi kita sudah ikut memberikan sumbangsih melalui pemberian donasi atau menjadi relawan, alangkah lebih baik apabila semangat yang sama kita gelorakan lagi.Â
Terutama untuk mengingatkan kembali saudara-saudara kita yang lain bahwa bantuan kita masih terus dibutuhkan untuk memulihkan kembali efek pasca bencana Gempa dan Tsunami di Lombok serta Sigi, Palu, dan Donggala. Memberikan bantuan kemanusiaan itu bukanlah euforia sesaat yang hanya sambil lalu saja.Â
Meski juga tidak harus dengan mentransfer sejumlah uang atau mengirimkan barang kebutuhan secara terus-menerus. Esensinya adalah bagaimana supaya kita mengajak orang lain yang belum menunjukkan kepeduliannya agar supaya ikut peduli dan tergerak hatinya untuk berkontribusi meringankan beban para korban dimasa pemulihan pasca bencana.
Jalan Kepedulian
Kita tidak bisa mengangkat semua kesedihan dan rasa kehilangan yang dirasakan oleh para korban selamat beserta sanak kerabat yang ditinggal pergi selama-lamanya oleh anggota keluarganya. Akan tetapi kita memiliki kemampuan untuk membantu dan mengupayakan agar beban hidup mereka tidak bertambah.Â
Efek yang ditimbulkan oleh suatu bencana meliputi aspek materi dan juga aspek sosial. Setidak-tidaknya, dengan berkontribusi melalui pemberian donasi atau menjadi sukarelawan hal itu sudah memberi andil besar terhadap perbaikan kondisi para korban bencana yang selamat. Cara-cara yang dipergunakan bisajadi beraneka ragam, dan fokus bantuan pun bisa jadi berbeda-beda antar masing-masing pihak pemberi bantuan.Â
Terkait dengan kerusakan infrastruktur parah akibat bencana alam ini, khususnya kehancuran rumah penduduk yang mencapai ratusan ribu unit, tentu hal ini memberikan efek panjang dalam menjalani periode pemulihan pasca bencana. Ketiadaan rumah tempat tinggal berarti tidak adanya tempat untuk berlindung dari udara dingin, nyamuk, atau hewan-hewan buas.Â
Ketiadaan rumah sama halnya dengan hidup tanpa adanya naungan yang melindungi diri dari guyuran air hujan dan sengatan terik matahari. Sepaket dengan rumah sebagai alat untuk berlindung, keberadaan sarana prasarana pendukung seperti toilet juga sangat dibutuhkan. Seringkali bantuan yang diberikan adalah yang berhubungan dengan makanan, pakaian, atau obat-obatan.Â
Namun kita lupa bahwa ada kebutuhan lain setiap orang yang juga perlu untuk difasilitasi. Dengan kerusakan yang terjadi dimana-mana, keberadaan toilet sebagai tempat untuk membuang sisa pencernaan adalah mutlak diperlukan.Â
Dalam hal inilah gagasan dari Allianz Peduli perlu diapresiasi. Gagasan untuk memberikan bantuan Hunian Sementara (HUNTARA) beserta toilet individual adalah langkah tepat mengingat bantuan jenis ini masih sedikit yang menjalankan. Kebutuhan untuk memiliki hunian sementara terbilang mendesak karena proses pembangunan kembali daerah terkena bencana pasti membutuhkan waktu lama.Â
Sangatlah tidak mungkin untuk membiarkan para korban selamat selama berbulan-bulan hanya tinggal dibalik tenda pengungsian. Sedangkan untuk toilet apalagi, dengan jumlah manusia yang begitu banyak sedangkan sarana-prasarana untuk menunjang MCK (Mandi, Cuci, Kakus) sangat terbatas tentu bantuan sejenis toilet individual ini sangatlah diharapkan.Â
Hal inilah yang perlu kita pahami bersama bahwa kita semua perlu menyampaikan ini semua kepada komunitas yang lebih luas. Melalui konser penggalangan dana bertajuk "Lifechanger Concert" kita memiliki kesempatan untuk menyuarakan dan menggemakan kepedulian kepada sesama.
Misi yang diusung sebuah konser penggalangan dana adalah bagaimana sebuah lirik dan irama lagu menyadarkan seseorang tentang peranannya sebagai manusia yang saling membantu satu sama lain. Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi sesamanya. Disinilah kita diajak untuk ikut serta menyuarakan musik sebagai sesuatu yang bukan hanya sekadar dikonsumsi telinga kita saja, akan tetapi juga menjadi media penyambung hasrat membantu manusia lain yang membutuhkan.Â
Mari kita nikmati peranan kita sebagai manusia yang bisa bermanfaat untuk manusia lain melalui donasi bantuan yang kita berikan seperti halnya kita menikmati alunan musik nan merdu dari para musisi yang ikut membaur dalam lifechanger concert. Bahkan sebuah konser musik pun bisa membuat dunia menjadi lebih baik.
Salam hangat,
Agil S Habib
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI