Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Jangan Sebut Dirimu Buruh

5 Maret 2019   08:49 Diperbarui: 5 Maret 2019   11:44 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diskriminasi makna kata "buruh" harus diluruskan kembali sehingga tidak terjadi dikotomi profesi, tidak terjadi pemisahan jenis profesi yang berpotensi memunculkan jurang pemisah pada setiap orang di masing-masing profesi. 

Apabila hari buruh sedunia didedikasikan untuk semua buruh di dunia, mengapa hanya pekerja kelas operator ke bawah yang berperan aktif turun ke jalan dan melakukan aksi simpatik? Sedangkan pekerja dengan level jabatan lebih tinggi masih duduk nyaman di dalam ruangan kerjanya? Bukankah ketika UMR atau UMK naik semua pekerja tersebut sama-sama merasakannya? Di sini terlihat jelas bahwa kata "buruh" sebenarnya telah menciptakan kesan memisahkan posisi tingkatan pekerja level bawah dengan pekerja level yang lebih tinggi.

Pekerja hendaknya dipandang sama untuk semua tingkatan posisi, tanpa diskriminasi, tanpa perbedaan perlakuan. Mungkin secara penghasilan mereka berbeda terkait tanggung jawab yang memang berbeda. Akan tetapi menjadikan pekerja level bawah sekadar sebagai objek kepentingan penguasa ataupun perusahaan tentu bukanlah tindakan yang bijaksana. 

Bagaimanapun juga, semua pekerja itu adalah rekan kita, mereka juga manusia yang bernafas seperti halnya kita bernafas, berfikir sebagai halnya kita berfikir, dan mengharapkan sesuatu seperti halnya kita berharap. 

Ketika mereka diperlakukan dengan tidak baik, apakah kita tidak merasakan ketidaknyamanan hati mereka? Ketika para pekerja selevel manajemen dalam beberapa bulan waktu pekerjanya mendapatkan ikatan sebagai pekerja tetap, mayoritas dari pekerja kelas bawah tadi hanya menjalani sebagai pekerja kontrak dalam waktu bertahun-tahun. 

Mungkin ada sebagian perusahaan yang menerapkan kebijakan semua pekerjanya sebagai karyawan kontrak, bukan karyawan tetap. Namun kondisi ini menunjukkan bahwa sebenarnya pekerja level bawah seringkali menjadi sasaran kebijakan menyiasati reduksi biasa produksi perusahaan. 

Dalam kenyataannya, yang lebih banyak mengalami turn over karyawan sebenarnya justru pada level manajemen ke atas. Sedangkan untuk level bawah barangkali lebih sedikit. Hal ini bisa jadi karena level manajemen merasa mereka memiliki skill yang lebih lengkap, pengetahuan yang lebih banyak, dan pendidikan yang lebih baik. Akhirnya mereka merasa lebih bebas memilih dan menentukan tempat untuk meniti karirnya. Sesuatu yang sangat bertolak belakang dengan para pekerja level bawah.

Pada akhirnya, pekerja kelas bawah hanya tetap menjadi orang yang tidak memiliki kebebasan dalam menentukan karirnya sebagai pekerja pabrik atau karyawan tingkat bawah. 

Sampai saat ini, mereka masih terus menjadi objek sasaran kepentingan pihak-pihak yang memiliki kekuatan dan kekuasaan. Sebagai manusia, tentu para pekerja ini mendambakan kehidupan yang lebih baik dan nyaman di kemudian hari. 

Pertanyaannya, kepada siapa mereka berharap? Minimal yang harus dimulai para pekerja ini dalam mencari kemapanan ekonomi pada masa mendatang adalah dengan meyakini bahwa profesi mereka bukanlah profesi sampah, bukanlah profesi rendah, dan bukan profesi ala kadarnya. 

Mereka harus berkeyakinan bahwa mereka memiliki peranan yang sama pentingnya dengan pekerja level atas dalam organisasi. Jangan melabeli diri sebagai "buruh" yang hanya bisa diperintah tanpa berfikir dan menentukan sikap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun