Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membuat Keputusan Berdasarkan "Feeling"

21 Februari 2019   13:42 Diperbarui: 21 Februari 2019   14:03 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pikiran manusia (Sumber gambar: static01.nyt.com)

Betapa sering kita menghadapi situasi pelik yang menuntut adanya pengambilan keputusan secara cepat dan tepat. Ketika para broker saham melihat perkembangan dinamika di lantai bursa yang begitu fluktuatif, mereka harus segera memutuskan apakah akan membeli sejumlah saham tertentu atau sebaliknya melepas saham yang mereka miliki. Pada saat terjadi masalah produksi seperti adanya kerusakan mesin yang memerlukan biaya mahal untuk penggantian salah satu part-nya, maka manager produksi harus segera menentukan apakah part harus dibeli segera ataukah menundanya sampai ada keputusan lanjutan dari pihak top management sedangkan setiap menit kegagalan mesin beroperasi sama halnya dengan menguapnya pundi-pundi uang perusahaan. 

Seorang pemain sepakbola tatkala sedang membawa bola harus segera mengambil keputusan untuk mengumpan, menendang langsung, men-dribble, atau membuang bola ke luar lapangan dalam waktu beberapa detik saja karena semakin lama ia membawa bola maka risiko kehilangan bola akan semakin besar. Ada begitu banyak situasi dan kondisi yang menuntut kita agar sesegera mungkin mengambil keputusan ataupun menentukan pilihan. Terkadang waktu kita tidak cukup untuk membuat analisis panjang dan mendalam. Sehingga tidak jarang beberapa orang hanya mengandalkan feeling-nya saja dalam menentukan suatu keputusan.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pengambilan keputusan yang didasarkan pada analisa detail dan mendalam dibandingkan mengambil keputusan berdasarkan feeling semata. Sebuah analisa detail tidak memberikan jaminan bahwa keputusan yang diambil pastilah yang terbaik. Bukan jaminan juga bahwa keputusan berdasar feeling itu penuh dengan risiko kesalahan. Sangat berbeda sekali antara apa yang dimaksud asal-asalan atau ngawur dengan feeling. Asal-asalan atau ngawur ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki bekal pengetahuan memadai, tidak memiliki pengalaman samasekali, dan tidak mempunyai cukup refferensi yang bisa dijadikan sebagai acuan. Pikirannya kosong dengan gagasan-gagasan yang terkait dengan suatu problematika yang tengah dihadapi. Ketika orang-orang seperti ini dihadapkan pada situasi mendesak yang menuntutnya agar segera mengambil keputusan, maka bisa dipastikan bahwa keputusan yang dibuat nantinya adalah keputusan yang ngawur.

Berbanding terbalik dengan feeling yang dimiliki oleh seseorang. Hal itu umumnya terbentuk karena adanya akumulasi pengalaman yang panjang, pengetahuan yang mencukupi, dan pembelajaran terus-menerus yang dilakukannya dari waktu ke waktu. Feeling dengan sendirinya akan terasah seiring dialaminya berbagai macam dan jenis kondisi dari suatu peristiwa. 

Seseorang yang menjalani aktivitas menahun dalam bidang bisnis pada umumnya memiliki feeling tertentu dalam menentukan langkahnya disaat-saat tertentu. Biasanya mereka tahu kapan harus melangkah, kapan harus men-delay, kapan harus agresif, kapan harus menurunkan ritme, dan lain sebagainya. Seringkali feeling yang dimiliki oleh satu orang dengan orang yang lain berbeda. Bahkan meski dua orang atau lebih berada dalam satu bidang yang sama, dalam rentang waktu yang sama, dan di tempat yang sama sekalipun masih bisa terjadi perbedaan kualitas feeling yang dimiliki. Karena sebenarnya masih ada aspek-aspek lain yang mempengaruhi level insting setiap orang.

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa feeling itu didasarkan pada kinerja alam bawah sadar kita. Dengan kata lain kita tidak secara langsung memiliki kendali terhadapnya. Sebagai informasi, perbandingan antara alam sadar atau pikiran sadar (concious mind) dengan alam bawah sadar (unconcious mind) itu laksana gunung es. Pikiran sadar kita hanyalah bagian kecil yang tampak di permukaan sebagai bagian dari alam pikiran kita. Sedangkan pikiran bawah sadar kita menjadi sebagian besar yang lain. Kalau diperkirakan, pikiran bawah sadar kita bahkan mencapai proporsi 80%. Sangat luar biasa. Sampai saat ini pikiran bawah sadar masih merupakan misteri besar yang terus digali aksesnya.

Beragam jenis informasi berkumpul disana sedari sejak pertama kali kita menghirup udara di dunia ini hingga sekarang. Bayangkan betapa banyaknya informasi yang tersimpan disana. Pola pikir atau paradigma yang kita miliki sebenarnya adalah kontribusi besar alam bawah sadar kita. Termasuk juga dengan feeling yang seseorang miliki sangatlah ditentukan dengan database informasi yang sedari lama tersimpan dalam pikiran bawah sadarnya. 

Apabila kualitas data yang tersimpan di pikiran bawah sadar kita adalah yang terbaik, maka feeling kita pun akan memiliki kualitas serupa. Sehingga yang terpenting dalam mengasah feeling tadi adalah tentang bagaimana kita menanamkan database informasi yang berkualitas tinggi. Kita harus sering membiasakan diri membaur dengan hal-hal tertentu yang kita harapkan memiliki kemampuan feeling mumpuni disana. Seorang yang memiliki feeling baik dalam menilai kualitas sebuah seni pastilah mereka yang telah terbiasa dengan seni itu sendiri. Seseorang yang memiliki feeling luar biasa pada bidang musik adalah mereka yang tidak asing lagi membaur dengan musik. Membaur dan terbiasa terhadap suatu bidang sudah tentu tidak dapat dilakukan dalam sekejap mata atau dalam durasi singkat. Hal ini memerlukan waktu panjang dan harus secara berkesinambungan dilakukan.

Feeling hebat seseorang dalam mengambil keputusan adalah sesuatu yang diperoleh melalui serangkaian proses panjang. Pada tahap awal menuju titik tersebut, mungkin kita semua harus peduli terhadap detail dan memperhatikan setiap aspek yang ada. Analisa dari berbagai segi perlu dilakukan sebagai upaya membangun kerangka berfikir kita dalam rangka merumuskan suatu keputusan. Seiring waktu berlalu dan kita senantiasa bertransformasi diberbagai macam kondisi, maka kualitas feeling kita dalam mengambil suatu keputusan akan terus meningkat.

Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun