Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Bahasa Klakson dan Komunikasi Jalanan

18 Februari 2019   14:32 Diperbarui: 19 Februari 2019   11:26 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Pengemudi mobil yang tengah menggunakan klakson. (Sumber gambar: Getty Image)

Bukan merupakan sesuatu yang asing bagi setiap pengendara kendaraan yang melintasi jalan raya untuk mendengarkan bunyi klason. "Tiiiiinnnn..." Begitu nyaring nan panjang bunyinya ketika seorang pengendara merasa jalurnya dihalangi atau ada orang lain yang dianggap mengganggu kenyamanannya berkendara. 

Pengendara sepeda, motor, mobil, pejalan kaki, atau bahkan pedagang dengan gerobak sekalipun adalah sasaran bunyi klakson dari para pemilik kendaraan itu. 

Ketika memasuki perampatan lampu merah misalnya, rentetan bunyi klakson seakan saling bersahutan mulai dari barisan paling belakang hingga kedepan pada saat lampu hijau menyala. Setiap pengendara seolah berkata kepada pengendara lain didepannya, "Ayo cepat jalan. Lampu sudah hijau!". Secara sederhana klakson ini mungkin merupakan media komunikasi di jalan raya untuk mewakili ekspresi setiap pengendara.

Dalam beberapa kesempatan terjadi kemacetan lalu lintas, bukanlah situasi yang nyaman tatkala para pengendara yang ada di belakang kita membunyikan klaksonnya ke kita. Sebuah isyarat bunyi yang mungkin bisa diartikan, "Ayo yang didepan cepetan jalannya. Saya buru-buru!" 

Semakin tidak sabar seorang pengendara dalam berlalu lintas, maka biasanya ia akan terus-menerus membunyikan klaksonnya. Seakan ia ingin meneriaki semua orang disana dan tidak terima dengan kondisi lalu lintas yang tidak menyamankannya. 

Mungkin tidak sekali dua kali kita berjumpa dengan situasi dan kondisi serupa. Entah itu kita berada dalam posisi orang yang tidak sabar karena adanya kemacetan jalur di depan kita atau kita menjadi objek yang "diklaksoni" pengendara lain di belakang kita. Jika dilihat lebih jauh, pembunyian klakson oleh pengendara memiliki beberapa maksud diantaranya :

  • Peringatan bagi orang lain kalau tindakan mereka berpotensi bahaya.
  • Bentuk protes seorang pengendara karena haknya menikmati lalu lintas nyaman terganggu.
  • Ekspresi emosi yang rentan tersulut akibat situasi serba tidak nyaman di jalan.
  • Luapan arogansi "penguasa" jalanan.
  •  Dan lain-lain.

Mungkin kita pernah mengalami situasi tidak menyenangkan ketika sekumpulan pengendara motor yang ugal-ugalan dengan seenak jidatnya membunyikan klakson beriringan agar pengendara lain yang berada di jalurnya segera menyingkir. "Minggir, minggir, minggir..." Demikian mungkin makna yang mereka maksudkan dari rentetan bunyi klakson itu. Pada saat itu kita hanya bisa membatin dan menggerutu perihal perilaku seenaknya dari pengguna jalan. 

Bagi mereka yang tersulut emosinya karena dentingan bunyi klakson ini mungkin ada yang sampai berbuat diluar batas. Meneriaki mereka yang seenaknya membunyikan klakson, melempar barang, dan lain sebagainya. 

Kondisi yang bisa dibilang memberikan tekanan bagi pengendara seperti cuaca terik, hujan, dan polusi memberikan sumbangsih ketidaknyamanan berkendara. Terlebih pada saat macet, keinginan untuk segera lepas dari jerat kemacetan akan diekspresikan melalui kerasnya sebuah bunyi klakson serta lentingan bunyi nyaringnya yang panjang. "Tiiiiiinn... Tiin... Tiiiinnnn".

Bahasa informal yang dipakai adalah bahasa klakson yang tanpa sadar sudah seringkali kita pakai sehari-hari. Segala ekspresi kita, kemarahan, ketidaksabaran, teguran, peringatan, dan lain sebagainya sudah membaur menjadi satu. Menangkap makna dari bunyi klakson bisa jadi berbeda-beda antara satu orang dengan yang lain. 

Ketika mood si penerima baik, mungkin dia bisa mendeskripsikan dengan bijak dan menangkap maksud baik dari si pembunyi klakson. Akan tetapi ketika mood si penerima sedang buruk, maka bunyi klakson biasanya justru akan memancing emosi. Padahal dalam berkendara di jalan raya, kita tidak pernah tahu suasana hati orang lain. 

Apakah mereka tengah berada dalam kondisi psikis yang baik atau sebaliknya. Sehingga jalan terbaik adalah bagaimana kita bisa dengan bijak membunyikan klakson kita pada saat berkendara. 

Tidak sembarangan, tidak asal membunyikan klakson, tidak sedikit-sedikit membunyikan klakson. Ini mungkin perkara yang sepele. Tapi betapa sering seseorang diluar sana terusik emosinya hanya karena sebuah bunyi klakson ini. Disi lain, kita juga harus lebih mawas diri dalam berkendara atau terlibat dalam "komunitas" jalan raya. 

Sebagai pejalan kaki, pengendara motor, sepeda, mobil, atau pendorong gerobak sekalipun juga harus menghargai pengguna jalan lain. Seringkali kita merasa kitalah yang paling benar di jalanan, dan orang lain hanya melakukan hal-hal tidak penting saja ketika "menglaksoni" kita. 

Padahal bisa jadi kita berkontribusi juga terhadap munculnya tindakan yang dilakukan oleh orang lain. So, mari saling memberikan penghargaan kepada sesama pengguna jalan. Siapapun mereka harus dihargai. Jangan menjadi orang yang egois dijalanan.

Salam hangat,
Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun