Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Memupuk "Intangible Asset" Personal, Kreativitas!

7 Februari 2019   07:34 Diperbarui: 7 Februari 2019   08:46 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang menjadikan diri kita lebih bernilai dibandingkan orang lain? Mengapa kita lebih layak dipilih atau diutamakan daripada rekan-rekan kita yang lain? Faktor apa yang bisa membuat kita lebih menonjol dibandingkan orang lain? Mungkin fisik kita lebih bagus, barangkali finansial kita lebih baik, jabatan kita lebih tinggi, dan sejenisnya. 

Jawaban-jawaban tersebut tidaklah salah apabila menyangkut tangible asset dalam diri seseorang. Beberapa hal itu merupakan aset milik kita yang berharga, yang berwujud dan secara nyata bisa kita lihat kondisi kejadiannya. 

Namun tangible asset tersebut kekuatannya terbatas, dimana tidak setiap orang punya kesempatan untuk merasakannya, serta daya tahannya pun biasanya hanya sementara. Berapa lama seseorang mendapatkan kondisi fisiknya yang baik? Ketika seseorang sudah lanjut usia maka fisik yang dulunya menjadi kebanggaan akan dengan sendirinya sirna. 

Bagaimana dengan kekuatan finansial? Kita sudah cukup banyak melihat contoh-contoh orang yang dulunya kaya raya kemudian terpuruk dalam kebangkrutan. Lantas bagaimana dengan jabatan? 

Pada saat seseorang yang menjabat suatu posisi bergengsi kemudian memasuki masa pensiun, maka yang terjadi adalah jabatannya itu hilang tak berbekas. Tangible asset lebih rentan hilang dari hidup kita, sehingga jika kita menjadikannya sebagai pedoman utama menjalani hidup dimasa yang akan datang maka bisa jadi hal itu akan berujung pada penyesalan.

Sah-sah saja siapapun dari kita memiliki tangible asset, akan tetapi seharusnya hal itu tidak menjadi orientasi utama kita. Justru yang harus lebih kita perhatikan adalah keberadaan intangible asset. 

Apa itu intangible asset? Secara sederhana intangible asset merupakan aset tak kasatmata yang melekat didalam diri seseorang.

 Ia memiliki kekuatan pembeda yang luar biasa dari seseorang dan sekaligus menjadi pembeda yang halus dari masing-masing kepribadian seseorang. Dan salah satu intangible asset luar biasa yang kita miliki adalah kreativitas. Kita terlahir dengan kreativitas bawaan yang kadarnya bisa jadi berbeda-beda antara satu orang dengan orang lain. Seseorang mungkin sering dikatakan memiliki kreativitas luar biasa sejak kecil, sedangkan yang lain hanya biasa-biasa saja. Namun kondisi ini bukan merupakan sesuatu yang paten, karena kreativitas adalah salah satu intangible asset yang bisa ditumbuhkembangkan. 

Oleh karena itulah dalam artikel ini saya memilih kata "memupuk" sebagai istilah untuk menumbuhkembangkan intangible asset setiap orang. 

Hal ini berarti bahwa siapapun kita, apapun latar belakang pendidikan kita, dan dimanapun kita berada semua memiliki kesempatan yang sama untuk menggali dan mengembangkan kreativitas didalam dirinya. Seberapa baik kreativitas yang kita miliki sangat bergantung pada seberapa besar upaya kita untuk menggalinya.

Kreativitas ibarat kekayaan alam yang terpendam didalam perut bumi. Ia harus dieksplorasi dari waktu ke waktu agar bisa dinikmati. Sama halnya dengan kreativitas diri, membutuhkan upaya pengenalan, pencarian dari waktu ke waktu, dan tentunya dedikasi diri untuk mengasahnya. Selama hal itu terus dilakukan maka kreativitas akan matang dengan sendirinya. 

Mungkin beberapa dari kita bertanya, apa sih pentingnya kreativitas bagi seseorang? Mengapa kita perlu memilikinya? Kreativitas dapat diungkapkan sebagai kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang luar biasa melalui sumber daya yang biasa. 

Dengan kata lain, kreativitas itu membantu kita untuk menghadirkan hasil yang lebih banyak, lebih baik, dan lebih keren dalam suatu aktivitas tertentu. 

Bahkan Anthony Robin menyebutkan bahwa kegagalan seseorang untuk berhasil bukanlah karena ia kekurangan modal uang atau sejenisnya, akan tetapi karena ketiadaan kreativitas didalamnya. 

Tidak bisa dipungkiri bahwa kreativitas merupakan intangible asset yang sangat berharga dan ia hanya akan bisa sepenuhnya menjadi milik kita apabila kita terus mengasahnya. 

Menurut Profesor Rhenald Kasali, intangible asset harus diasah terus menerus hingga melekat dalam sistem memori kita, khususnya pada muscle memory. Mungkin bisa dikatakan juga bahwa intangible asset berupa kreativitas ini harus dijadikan mendarah daging dulu sehingga kita bisa secara otomatis mempergunakannya kapanpun ia diperlukan.

Membicarakan tentang kreativitas mungkin kita tidak asing dengan nama MacGyver, sosok kreatif yang bisa menghasilkan hal-hal diluar perkiraan dengan hanya mempergunakan alat-alat sekadarnya. 

Ketika hampir semua orang dahulu menganggap handphone sebagai alat untuk menelepon dan bertukar pesan singkat saja, muncul gagasan smartphone yang mengombinasikan fungsi telepon, sms, dan internet. 

Ketika banyak anggapan bahwa membeli makanan harus selalu datang ke warung atau tempat makan favorit, kini hal itu bahkan bisa dilakukan hanya melalui ketikan jari di smartphone.

Berfikir diluar kebiasaan dan mampu menghasilkan sesuatu yang lebih dengan resource yang sama merupakan esensi utama dari menjadi kreatif. Jika kita sadar, saat ini kita berada disebuah era yang begitu kompetitif, era yang dinamis, serba tidak pasti, dan tentunnya memiliki kompleksitas begitu tinggi. 

Hal ini sudah tentu menuntut seseorang yang ingin eksis didalamnya untuk memiliki kemampuan yang unik, spesial, serta luar biasa agar senantiasa dapat menjadi yang terdepan.

Salam hangat,

Agil S Habib  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun