Penghormatan terbaik adalah yang diberikan dengan dasar ketulusan hati. Memberi sanjungan tanpa ada hati yang mendasarinya tidak akan memberikan dampak yang baik. Seperti halnya ketika kita menghargai orang lain tapi tidak melandasinya dengan niatan tulus dari hati, melainkan karena rasa takut atau adanya motif yang tersembunyi saja, maka penghargaan yang kita berikan tersebut bukan akan berdampak positif pada diri kita tapi justru sebaliknya.Â
Memberi penghargaan dengan disertai pamrih akan menimbulkan sesak didada tatkala respon yang kita terima tidak sesuai harapan. Misalnya ketika kita mencoba untuk menyanjung atasan dengan niatan mencari muka, saya kira atasan kita tersebut sudah bisa menangkap ketidaktulusan sanjungan yang kita utarakan itu.Â
Akan sangat berbeda sekali sensasi yang diperoleh dari sebuah penghargaan tulus dengan yang tidak. Karena frekuensi yang dipancarkan dari sebuah ketulusan hati akan diterima oleh rasa yang tulus juga dari hati lainnya. Berlaku hukum aksi-reaksi disini. Apa yang kita berikan, maka itulah yang akan kita terima. Jika penghargaan yang kita sampaikan dilandasi dengan ketulusan, maka respon yang kita terima pun akan seperti itu juga.
Sebuah kalimat bijak menyatakan bahwa senyum itu ibadah. Benar, apabila senyuman itu dilandasi ketulusan. Bukan senyuman palsu, apalagi senyuman sinis yang merendahkan. Sebuah senyum yang tersungging dari wajah seseorang yang memiliki ketulusan hati akan menularkan keteduhan bagi penerimanya.Â
Senyuman dari anak kecil yang polos dan lucu akan menghadirkan ketenangan bagi yang melihatnya. Tidak ada kebohongan dari senyum mereka. Tidak ada motif mencari keuntungan pribadi dari senyuman mereka. Semata-mata senyum itu hadir dari ekspresi ketulusan dan kebahagiaan diri untuk orang lain.Â
Kita yang sudah dewasa ini seringkali terjebak dalam motif-motif tertentu, yang mereduksi kualitas penghargaan kita kepada orang lain. Jika boleh jujur kepada diri sendiri, berapa kali kita memberikan senyuman tulus kepada orang-orang di sekitar kita?Â
Dengan adanya begitu banyak beban pikiran, menumpuknya beragam keinginan, dan adanya obsesi-obsesi yang ingin dicapai, seringkali senyuman baru akan hadir setelah kita mendesainnya terlebih dahulu. Senyuman yang tulus seolah semakin mahal harganya.
Mungkin kita perlu belajar pada salah seorang legenda sepakbola Brazil dan FC Barcelona yang aktif bermain beberapa tahun lalu. Ronaldinho. Ketika ia masih bermain di klub FC Barcelona misalnya, ia hampir selalu menjalani pertandingan dengan sesungging senyum.Â
Ketika dilanggar oleh pemain lawan dan terjatuh sekalipun ia masih bisa memberikan senyumannya. Banyak sekali orang yang mengaguminya, baik itu kawan maupun lawan. Apa rahasia yang membuatnya begitu murah senyum ditengah tingginya tensi pertandingan dan lelahnya diri menjalani latihan demi latihan?Â
Sederhana sekali yang dirinya sampaikan, bahwa ia mencintai olahraga itu. Ia menikmati bermain sepakbola dan ingin membagi kebahagiannya dalam bermain kepada orang lain yang melihat dirinya. Kepada para pemain lain, official pertandingan, dan para suporter ia ingin membaginya.Â
Selayaknya hal inilah yang perlu kita ambil pelajaran darinya. Membagi senyuman tulus hanya akan terjadi ketika kita menjalani pekerjaan kita atau aktivitas kita dengan kecintaan dan rasa bahagia. Meskipun suatu profesi terkadang memerlukan daya tahan tinggi terhadap tekanan, hal itu semestinya tidak menghalangi kita untuk mencintai profesi kita dan bahagia dengannya.Â
Jikalau kita bisa melakukannya, maka ketulusan kita akan dapat dirasakan oleh orang lain. Senyuman yang kita berikan kepada atasan atau rekan kerja akan terjadi secara alamiah, dan mereka akan merasakan hal itu sebagai sebuah senyuman tulus dari diri kita. Kecintaan kita akan mengalahkan motif-motif lain.Â
Sehingga segenap kerja keras yang kita berikan, sapaan hangat yang kita tunjukkan, dan seutas senyuman yang kita sampaikan adalah bagian dari rasa cinta yang kita miliki itu.
Siapapun diri kita, apapun profesi kita, apapun status sosial kita, semuanya akan berjalan dengan baik tatkala kita menjalaninya dengan ketulusan hati. Ketulusan hati akan terbangun dengan sendirinya ketika kita menanamkan dan menumbuhkembangkan rasa cinta kita terhadap segala hal di hidup yang kita jalani ini.Â
Bayangkan betapa indahnya jalinan komunikasi yang terbangun antara kita dengan orang-orang sekitar kita tatkala segalanya didasari dengan semangat tulus membagikan kebaikan satu sama lain.
Salam,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H