Perkara memilih seorang pemimpin negara bisa dibilang susah-susah gampang. Menjadi hal yang sulit karena kita sebagai voter masih belum memiliki kriteria yang jelas tentang bagaimana sebaiknya karakter seorang pemimpin hebat itu. Sedangkan bagi mereka yang sudah memiliki kriteria pasti perihal sosok pemimpin yang didambakannya maka akan lebih mudah dalam membuat keputusan.Â
Oleh karena itu kita sebagai pribadi yang memiliki peranan penting dalam menentukan keberlangsungan hidup bangsa kita beberapa tahun mendatang haruslah memiliki pengetahuan yang memadai, serta pemahaman yang cukup terkait sosok pemimpin seperti apa yang terbaik untuk dirinya.
Untuk menilai bagaimana sebaiknya seorang pemimpin, saya kira sosok Ki Hajar Dewantara telah memberikan pedoman yang tepat tentang bagaimana seharusnya seorang pemimpin itu. Sosok seorang pemimpin hendaknya menjalankan tiga pedoman penting. Pertama, ing ngarsa sung tuladha atau di depan memberikan contoh. Dalam artian seorang pemimpin itu harus menjadi manusia terdepan dalam memberikan teladan yang baik kepada anggotanya, kepada muridnya, kepada masyarakatnya.Â
Meminta orang lain untuk bisa melakukan hal-hal baik sedangkan ia sendiri tidak menunjukkan contoh yang sesuai itu sama halnya dengan pemimpin yang penuh omong kosong. Ing ngarsa sung tuladha bukanlah mereka yang pandai memberikan orasi didepan khalayak semata, ia juga harus menunjukkan sikap sebagaimana halnya apa yang disampaikannya. Walk the talk. Senantiasa memberikan teladan dan aksi nyata atas setiap pernyataan bijak yang ia sampaikan.
Kedua, ing madya mangun karsa. Di tengah membangun semangat. Seorang pemimpin harus bisa menjadi motor penggerak dan seorang pemompa semangat. Ia harus bisa merasakan kesusahan masyarakat, ia harus mampu membaur sebagaimana halnya orang biasa. Menjadi pemimpin bukan berarti dirinya berubah menjadi sosok eksklusif yang menciptakan sekat penghalang antara dirinya dengan anggota, dengan rakyat.Â
Justru pemimpin itu harus bisa lebih merakyat, merendah. Ia harus pandai membaca situasi yang ada disekitarnya, dan juga harus memahami psikologi orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya. Karena tidak menutup kemungkinan ada begitu banyak problematika yang terjadi dan dialami oleh sebuah komunitas atau suatu masyarakat yang tidak bisa diungkapkan secara langsung. Kondisi itu hanya bisa dipahami oleh seorang pemimpin yang mau dan mampu berada ditengah-tengah masyarakat untuk menciptakan iklim yang kondusif, penuh optimisme, dan semangat.
Ketiga, tut wuri handayani. Dari belakang memberikan dorongan. Terkadang seorang pemimpin tidak selalu harus menonjolkan dan "menampakkan" dirinya. Ada sebuah kondisi dimana ia harus mendorong orang lain agar bisa berjalan sendiri, beraksi mandiri, dan meyakini dirinya sendiri. Pemimpin hendaknya mampu meyakinkan setiap anggotanya untuk bergerak dengan penuh keyakinan dan melangkah secara pasti menuju capaian hidup yang luar biasa.Â
Seorang pemimpin yang hebat tidak akan menjadi one man show saja, karena ia menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan tim, komunitas, dan sebuah bangsa ditentukan oleh semua orang yang ada didalamnya. Mungkin sebagian orang memiliki peranan lebih krusial daripada yang lain, tapi hal ini tidak berarti bahwa seorang pemimpin akan melepaskan sasanya. Justru ia harus berupaya untuk merangkul semuanya, mendorong mereka agar bersama-sama untuk berlomba-lomba dalam hal kebaikan. Berkompetisi secara sportif demi kebaikan bersama.
Tiga pedoman penting dalam menjadi seorang pemimpin ini mungkin masih belum terlihat sepenuhnya dalam pergaulan para elit kita. Terutama pergaulan yang ditunjukkan dimuka publik melalui pemberitaan media masa, sosial media, dan lain sebagainya. Kita lihat saat ini ada sekat yang menganga begitu besar diantara beberapa belah pihak yang berkepentingan. Â
Sikap mengejek lawan politik seperti yang ditunjukkan salah satu partai dengan memberikan award yang mengolok-olok kepada beberapa tokoh mungkin hanya satu dari sekian banyak hal yang memberikan contoh kurang baik bagi masyarakat kita. Tidak sepatutnya kita menjadi pribadi yang menjatuhkan orang lain, terlebih hal itu dilakukan oleh para calon pemimpin. Apakah tindakan ini merepresentasikan sikap seorang pemimpin yang ing ngarsa sung tuladha?
Menurut hemat saya, selain perlu untuk mengimplementasikan ketiga sikap diatas sosok pemimpin juga harus memiliki orientasi sebagai pemimpin yang dicintai, dipercaya, pembimbing, berkepribadian, dan dikenang sebagai sosok yang luar biasa. Menurut Ary Ginanjar Agustian dalam buku ESQ, sosok pemimpin itu hendaknya menapaki 5 tangga kepemimpinan :
1. Pemimpin yang dicintai
Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk mencintai kita. Begitu pula seorang pemimpin tidak bisa memaksakan kecintaan orang lain terhadap dirinya. Karena kecintaan terhadap sosok pemimpin itu berlaku hukum aksi-reaksi. Ia harus memberikan cintanya sepenuh hati apabila ingin mendapatkan respon serupa. Bersikap secara tulus untuk memberikan bantuan, menebar kebaikan, dan menyebarkan kasih sayang kepada khalayak luas.
Menjadi pemimpin juga berarti harus mampu menjadi sosok pendengar yang baik. Malah seharusnya ia lebih banyak mendengar daripada didengar. Ia harus banyak menyerap aspirasi di setiap saat dan setiap waktu. Bukannya menunggu momen menjelang pemilu.Â
Karena kita semua melihat bahwa kecenderungan untuk mendengarkan aspirasi masyarakat, aspirasi anggota, itu seringkali terjadi hanya pada momen-momen tertentu saja. Momen ketika sosok calon pemimpin membutuhkan dukungan dari anggotanya, dari rakyatnya. Sehingga tidak mengherankan kalau ada begitu banyak sinisme, sikap apatis, yang berujung pada sikap golput ketika peristiwa pemilihan sosok pemimpin dilakukan.
Pemimpin yang memiliki hati tulus tidak akan menunggu momen-momen khusus untuk mendekati masyarakat. Karena ia akan senantiasa ada disetiap saat untuk mereka. Pemimpin yang sesungguhnya tidak menunggu adanya jabatan melekat didirinya baru kemudian beraksi. Ia selalu ada sebagai pribadi yang ing madya mangun karsa.
2. Pemimpin yang dipercaya
Memberikan janji-janji manis merupakan sesuatu yang jamak dilakukan oleh setiap calon pemimpin pada masa-masa menuju pemilihan. Harapannya adalah agar terbangun ketertarikan serta minta untuk memihaknya. Namun sayangnya janji-jani manis ini hanya berperan sebagai magnet penarik masa dan dukungan saja, tetapi seringkali terlupakan begitu ambisi tercapai.
Ada begitu banyak janji yang terucap yang begitu saja dilupakan. Apakah kita tidak menyadari bahwa sebenarnya janji itu adalah hutang yang harus dilunasi pembayarannya? Mungkin dengan beragam dalih janji-janji yang pernah terucap dan terlupakan itu adalah janji-janji yang menurut mereka baru akan dicapai dengan kondisi-kondisi khusus.Â
Hanya saja kondisi-kondisi khusus ini tidak pernah mereka sampaikan diawal mereka melafalkan janji-janjinya. Sehingga tampak semuanya begitu luar biasa. Ibarat iklan televisi yang memberikan promo memikat, namun diberikan tanda bintang dengan keterangan tulisan kecil "syarat dan ketentuan berlaku".
Bagaimana mungkin seorang pemimpin akan dipercaya oleh rakyatnya jikalau janji-janjinya ia ingkari, dan seringkali mengambil langkah senyap yang menyulitkan rakyatnya. Seperti misalnya ketika harga bahan bakar naik tanpa ada woro-woro sebelumnya, tarif listrik dengan jurus serangan mendadak yang seketika naik.Â
Ibarat ditodong senjata, bagaimana mungkin rakyat bisa menolak? Belum lagi sikap seorang pemimpin yang dulunya terlihat menangis bersama rakyat ketika sebuah kesulitan terjadi, tetapi tatkala amanah menjadi pemimpin datang yang terjadi adalah seolah-olah semuanya masih baik-baik saja. Apakah pemimpin seperti ini bisa dipercaya?
3. Pembimbing
Memimpin memiliki arti lebih dari sekadar mengatur, mengelola, menjadi contoh teladan, ataupun menjadi figur yang bijaksana saja. Memimpin juga berarti menciptakan generasi baru yang meneruskan tongkat kepemimpinan dimasa yang akan datang. Mungkin kita sudah familiar mendengar istilah kader. Kader partai, kader organisasi, dan kader-kader yang lain.Â
Salah satu tugas pemimpin adalah membentuk kader baru dimasa yang akan datang, dan tentunya hal ini tidaklah sebatas pada kader partai saja. Tapi meliputi seluruh anak bangsa yang tinggal di segenap penjuru tanah air. Ini artinya semua anggota masyarakat adalah kader yang harus dipersiapkan untuk menjadi sosok pemimpin selanjutnya.
Membentuk kepribadian masyarakat menjadi kader-kader berkualitas di llingkungannya tidak sebatas melalui organisasi formal seperti sekolah atau universitas. Acara-acara publik seperti siaran televisi nasional, pemberitaan media masa, dan eksekusi kebijakan pemerintah pun merupakan bagian dari membangun karakter bangsa.Â
Berapa banyak acara televisi yang berkualitas saat ini? Berapa banyak tontonan yang bisa menjadi tuntunan? Bahkan saat ini rating adalah prioritas pertama, bukannya kualitas dari tontotnan itu. Dalih bahwa masyarakat memiliki minat maka itu yang diprioritaskan adalah langkah ceroboh yang pada akhirnya justru semakin menjerumuskan kader masa depan bangsa menuju ketertinggalan.
Pemimpin harus memiliki konsep dalam membangun kepribadian bangsanya. Dan itu seharusnya dilakukan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Sosok pemimpin semestinya mengambil alih kendali dalam membangun karakter sebuah bangsa. Bukan malah menyerahkan semuanya pada kehendak pasar, dalam artian semuanya dibiarkan berjalan begitu saja tanpa memiliki konsep yang jelas.Â
Ada begitu banyak lembaga, organisasi, komunitas, yang concern terhadap pengembangan kepribadian masyarakat. Hendaknya mereka dirangkul dan diajak bekerja sama membentuk kader-kader negeri yang penuh dedikasi.
4. Pemimpin yang berkepribadian
Sosok pemimpin adalah mereka yang berkomitmen terhadap diri mereka sendiri. Mereka memegang teguh keyakinannya. Bukan sosok yang mencla-mencle, mudah terombang-ambing, dan tidak berkuasa penuh atas dirinya sendiri.Â
Ia bebas dari intervensi tapi memiliki sisi demokrasi yang baik kepada anggotanya. Ia memiliki konsep yang jelas dan matang, tapi ia tidak menutup adanya masukan. Berbeda antara masukan dengan intervensi, dan seorang pemimpin yang baik pasti mampu membedakannya.
Menjadi sebuah kekhawatiran besar ketika sosok pemimpin itu disetir oleh kepentingan orang lain. Terlebih kepentingan busuk yang hanya mementingkan diri sendiri dan merugikan orang banyak. Terlalu memalukan ketika seorang pemimpin rela menggadaikan kepercayaan rakyatnya demi untuk memenuhi sebuah mandat dari orang-orang tertentu saja. Entah itu karena dalih takut, segan, ataupun yang lain. Kepemimpinan seseorang hanya akan berlangsung baik ketika ia memiliki kendali penuh terhadap apa yang diyakininya, bukannya menjadi objek intervensi pihak lain.
5. Pemimpin yang abadi  Â
Inilah sosok pemimpin yang selalu dikenang karena jasa, prestasi, kepribadian, sikap, dan segala apapun tentang dirinya dipandang sebagai sesuatu yang baik dan senantiasa diteladani bahkan meski dirinya telah tiada. Pemimpin yang pemikirannya terus diakui sebagai sesuatu hal yang baik sepanjang zaman.Â
Pemimpin yang namanya diingat dan dimuliakan oleh siapapun meski mereka tidak mengenalnya secara langsung. Barangkali sangat sedikit sekali sosok pemimpin seperti ini. Seorang pemimpin yang tentunya didambakan oleh rakyat manapun.
Pemimpin abadi adalah puncak tangga kepemimpinan yang hanya akan terwujud seiring pertambahan masa dan perubahan waktu. Anak cucu kita kelak akan menyaksikan siapakah di generasi saat ini yang selalu dikenang dan dijadikan rujukan pembelajaran mereka.
Salam,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H