Sebentar lagi kita akan dipertemukan dengan momen istimewa pesta demokrasi, Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden-Wakil Presiden dan Pemilu Legislatif, yang untuk pertama kalinya diadakan dalam rentang waktu bersamaan. Inilah tahun yang merupakan tonggak baru demokrasi negara kita. Ketika masyarakat harus bisa memilih pemimpin yang terbaik dari segenap pilihan yang ada.Â
Ada cukup banyak partai politik yang terlibat dalam kontestasi ini, ada begitu banyak individu-individu yang mencalonkan diri sebagai wakil rakyat, serta terdapat dua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Kondisi ini mau tidak mau "memaksa" kita untuk memilih satu dari sekian banyak pilihan yang ada. Kita adalah pengambil keputusan dari setiap pilihan yang ada.
Terkait dengan pilihan, hal ini merupakan sebuah keniscayaan yang akan senantiasa kita temukan sepanjang perjalanan hidup kita. Mulai dari perkara sederhana seperti menentukan menu sarapan sampai dengan sesuatu yang kompleks seperti memilih Presiden dan Wakil Presiden adalah gambaran nyata bahwa kita tidak bisa dipisahkan dari keharusan untuk memilih. Bahkan ketika seseorang memutuskan untuk tidak memilih sesuatu apapun hal itu sebenarnya juga merupakan bagian dari pilihan. Pilihan untuk tidak memilih.Â
Bagi sebagian orang menentukan suatu pilihan dari sekian opsi yang ada bisa jadi merupakan hal yang mudah. Namun bagi sebagian  yang lain terkadang merasa bimbang dalam memilih, ragu dalam mengambil keputusan.Â
Mungkin tidak sedikit yang sampai menderita depresi karena setiap pilihan yang dihadapi semuanya memiliki konsekuensi yang sama-sama tidak diinginkan. Ibarat memakan buah simalakama, setiap pilihan yang diambil selalu memiliki efek yang tidak diinginkan. Pilihan-pilihan akan selalu datang silih berganti dalam berbagai rupa dan bentuk.Â
Sehingga tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa HIDUP ITU SEDERHANA, TENTUKAN PILIHAN DAN JANGAN PERNAH MENYESALINYA. Â Semuanya adalah tentang pilihan. Barang siapa yang paling cakap dalam memilih, maka ialah yang paling bisa memegang kendali atas hidupnya.
Sejak kecil sebenarnya kita sudah banyak belajar untuk membuat pilihan. Ingatkah kita dulu ketika masih anak-anak ketika ibu kita mengajak kita ke sebuah pasar tradisional atau ke pusat perbelanjaan untuk membelikan kita baju? Disana kita melihat ada begitu banyak model dan ukuran baju-baju yang ditawarkan.Â
Tidak jarang kita memilih baju yang berbeda dengan apa yang ibu kita mau. Ketika ibu memilihkan sebuah corak dan model baju, kita menolaknya karena merasa tidak suka. Kita justru memilih baju dengan tipe yang sebenarnya tidak begitu disukai oleh ibu kita.Â
Inilah realitas pilihan dalam konteks yang sangat sederhana. Antara satu orang dengan orang yang lain senantiasa memiliki perbedaan dalam menentukan pilihannya masing-masing.Â
Hal ini dipengaruhi oleh minat, budaya, pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki oleh setiap orang. Minat kita menentukan pilihan kita, budaya mengarahkan kita akan suatu pilihan, pengetahuan memberikan kita kriteria untuk memilih, dan keyakinan membuat kita bisa memilih mana yang kita anggap terbaik. Â Namun yang harus dicatat bahwa terbaik menurut satu orang belum tentu terbaik juga untuk orang lain.
Setiap pilihan yang kita buat sebenarnya tidak tercipta begitu saja. Selalu ada preferensi untuk memilih. Â Dalam memutuskan sebuah pilihan pastinya ada kriteria-kriteria tertentu yang mendasarinya. Kriteria-kriteria ini kita kumpulkan melalui proses yang disengaja dan tidak disengaja. Untuk proses yang kita sengaja ini misalnya melalui proses pengumpulan data, penelitian, kajian, dan sejenisnya.
Sedangkan untuk proses yang tidak disengaja misalnya melalui pengalaman pribadi akan sesuatu hal, Â nasihat atau omongan yang kita terima dari orang lain, dan sebagainya. Kriteria-kriteria yang ada dipikiran kita tersebut akan menjadi filter bagi setiap pilihan yang ada. Ketika salah satu pilihan atau lebih sudah dianggap sesuai dengan kriteria yang ada maka keputusan pun akan dihasilkan.Â
Menentukan pilihan hanya akan memberikan hasil terbaik apabila kita memiliki kriteria-kriteria yang tepat sebagai acuan dalam mengambil keputusan. Tugas penting kita adalah bagaimana membentuk kriteria yang terbaik. Â Titik awal untuk memulainya adalah dengan memfilter setiap informasi yang masuk ke otak kita setiap hari dan setiap saat.Â
Kita memerlukan informasi yang benar, bukan informasi baik atau buruk. Informasi yang benar akan membantu kita untuk memilih secara benar. Oleh karenanya penting bagi kita untuk melakukan klarifikasi atau kroscek terhadap validitas sebuah informasi. Jangan sampai kita memutuskan secara sembrono tanpa melihat terlebih dahulu aspek kebenarannya.
Menilik kondisi yang memasuki periode "panas" menjelang pemilu, ketika hoaks bermunculan dimana-mana, sangat penting untuk melakukan kroscek terhadap informasi yang beredar. Khususnya yang terkait dengan pemilu, pemberitaan para kontestan, dan sejenisnya. Terbaru yang kita lihat adalah hoaks surat suara yang sudah tercoblos.Â
Mungkin hoaks  ini dimaksudkan untuk menciptakan image buruk salah satu pasangan. Jika kita percaya dengan kondisi ini, dan hal ini nantinya mempengaruhi keputusan kita dalam memilih, maka kita pun akan membuat keputusan yang tidak tepat. Seharusnya kita memperhatikan banyak aspek dalam memilih, berfikir secara holistik agar memberikan dampak baik secara keseluruhan.
Salam,
Agil S Habib
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H