Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Motivasi 1:2,9

5 Januari 2019   10:52 Diperbarui: 5 Januari 2019   11:31 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : wanderlustworker.com


Seorang pemimpin senantiasa harus memberikan teladan yang baik kepada anggota timnya. Lebih dari itu, seorang pemimpin hendaknya juga bisa memotivasi anggota tim, membangkitkan semangat, dan menggugah antusiasme mereka. Jangan beranggapan bahwa pemimpin disini hanya sekadar pemimpin organisasi formal saja, dalam organisasi informal pun juga membutuhkan sosok pemimpin seperti ini. 

Dalam lingkup organisasi terkecil sekalipun, yaitu keluarga, pemimpin yang bisa memotivasi sangat dibutuhkan mengingat potensi masalah yang kapan saja terjadi. Sebuh problematika adalah hal yang lumrah terjadi dalam sebuah organisasi atau komunitas. Dimana saja dan siapapun orangnya sangat mungkin memiliki problematikanya masing-masing. Pada saat itulah sosok pemimpin yang bisa memotivasi begitu dibutuhkan. 

Mungkin ada bermacam-macam tipe kepemimpinan. Barangkali ada gaya atau ciri yang berbeda antara satu pemimpin dengan pemimpin yang lain dalam memberikan lecutan semangat kepada anggotanya. Salah satu model menajemen kepemimpinan yang dipakai adalah stick and carrot atau memberikan reward dan punishment kepada anggotanya. 

Agar semangat anggota tim terlecut, sebagian pemimpin lebih menekankan untuk memberikan iming-iming reward  kepada anggota timnya supaya antusiasmenya bangkit. Sedangkan sebagian pemimpin yang lain lebih menekankan punish atau pendekatan pressure dengan harapan terjadi lecutan energi dari anggota tim. 

Pada dasarnya, memilih pendekatan carrot atau reward maupun pendekatan stick atau punish memiliki keunggulan dan kelebihan masing-masing. Lebih terfokus pada reward mungkin bisa dianggap baik karena hal ini menghadirkan pendekatan yang lebih friendly dan memberikan rasa nyaman kepada para pelakunya. 

Hanya saja hal ini berpotensi memunculkan sikap meremehkan karena adanya anggapan bahwa kita kalau berhasil mencapai target akan memperoleh hadiah, tapi kalau gagal tidak mendapatkan konsekuensi apa-apa. Jadi kecenderungan untuk berada di zona nyaman akan lebih sering terjadi. 

Sebaliknya, berfokus pada punish mungkin akan mencegah seseorang agar tidak bersantai-santai dan sebisa mungkin menjauhi masalah. Namun bukan berarti bahwa hal ini akan menjamin tingginya motivasi anggota tim untuk bekerja keras mencapai apa yang dibebankan kepadanya. Keberadaan pressure yang secara terus-menerus terjadi dalam sebuah komunitas akan menghadirkan ketidaknyamanan. 

Akibatnya bukan motivasi tinggi yang didapat, malah justru hilangnya gairah untuk berkarya. Menurut Daniel Goleman dalam bukunya, Focus, emosi negatif adalah motivator yang buruk. Seseorang yang diberikan batasan kerja melalui punish bisa jadi akan tergerak semangat kerjanya di awal, namun kemudian ketika ia sudah bisa mengukur kedalaman punish yang berpotensi diterimanya maka hal itu tidak akan efektif lagi untuk menjadi motivasi bagi dirinya. Lecutan semangat akan padam dan hanya berada pada kisaran rata-rata. Tidak ada yang luar biasa.

Memberi motivasi agar supaya lecutan semangat bisa terjadi, antusiasme bangkit, dan gairah untuk berkarya bisa tergerak secara optimal membutuhkan kolaborasi dan komposisi yang tepat antara stick and carrot atau reward and punishment. Harus dibuatkan proporsi yang pas antara emosi negatif dengan emosi positif dengan harapan motivasi yang dihasilkan membumbung tinggi dan mampu memberikan impact yang signifikan dalam melecut semangat sebuah tim. 

Disampaikan oleh Daniel Goleman bahwa proporsi emosi negatif dan emosi positif memiliki perbandingan 1 : 2,9. Dengan batas atas perbandingan yaitu 1 : 11.  Dengan kata lain, ketika seorang pemimpin ingin memotivasi timnya maka ia harus memberikan poin-poin punish dan reward dengan proporsi 1 : 2,9. 

Setiap menyampaikan poin yang mengandung emosi negatif maka harus dibarengi dengan setidaknya 3 poin yang menyampaikan emosi positif. Penyampaian emosi positif dapat lebih diperbanyak dengan batas atas sebanyak 11, apabila lebih dari itu maka akan menciptakan euforia berlebih dan keterlenaan yang justru berdampak kontraproduktif. 

Memberikan teguran terkait kesalahan yang dilakukan oleh anggota tim sah-sah saja dilakukan, namun hal itu juga harus dibarengi dengan pemberian harapan positif. Menyampaikan nilai-nilai yang menghadirkan emosi positif kepada mereka. 

Contohnya ketika seorang atasan menegur keras bawahannya, maka setelah itu ia juga harus menyampaikan poin positif seperti "Kamu masih punya potensi besar untuk maju!", "Saya yakin kamu adalah seorang pekerja keras!", "Dalam beberapa waktu kedepan kita akan menapaki sukses luar biasa!". Hal ini akan meningkatkan level kepercayaan diri seseorang, yang mana sebagai seorang pemimpin kita harus bisa menjaganya agar selalu berada pada level tertinggi.

Salam hebat,
Agil S Habib
Sumber : Motivational Strategis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun