Mohon tunggu...
M Ginanjar Eka Arli
M Ginanjar Eka Arli Mohon Tunggu... Guru - Guru, Penulis, Editor

Penulis, Editor, Bookstagrammer, Kepala Divisi Bisnis FLP Jawa Barat 2023 - 2025

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Pemuda, Jomblo, dan Masa Depan Bangsa

3 Desember 2018   05:38 Diperbarui: 3 Desember 2018   05:53 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah gak sih kalian membayangkan suatu hari datang ke rumah calon mertua, berkenalan dengan mereka, lalu ditanyakan sebuah pertanyaan horor yang membuat hampir seluruh pemuda bergidik ngeri. "Apa pekerjaannya sekarang?"

Tentu saja, menikah itu perkara mudah. Namun, tanggung jawabnya itu yang susah dipertanggungjawabkan

Di balik ijab sah yang kita (?) ucapkan, terdapat kewajiban menafkahi secara lahir dan batin. Di balik kalimat ijab qabul yang kita (?) ikrarkan, terletak biaya kuliah, gamis model terbaru, hingga gawai dengan aplikasi terkini yang tengah menanti di ujung sana.

Akhirnya, solusi yang mau tidak mau harus kita upayakan hanya satu: bekerja.

Di era milenial yang maju pesat ini--yang disebut orang-orang sebagai era Teknologi 4.0--tentu saja bentuk pekerjaan telah beraneka ragam. Bekerja tidak dapat diartikan sebatas berpakaian rapi lengkap dengan dasi, berangkat pagi dan pulang kala petang hari. Tidak. Tentu saja tidak. Hanya orang tua yang sudah menua dimakan zaman yang konon masih berpikiran sebatas itu.

Dengan data masyarakat pengguna internet yang diperoleh dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) Republik Indonesia sebanyak 56%, yakni sekitar 143 juta jiwa--khususnya anak milenial sejumlah di atas 60%, maka dapat kita yakini bahwa angka tersebut memiliki banyak potensi besar. Selain jumlah target market yang dapat dikatakan sangat potensial, di sisi lain juga hal ini bisa menjadi peluang usaha yang besar juga, terutama untuk para anak muda di Indonesia.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kemkominfo, Rosarita Niken Widiastuti, dalam Forum Merdeka Barat (FMB'9) di Bandung (29/11) mengatakan bahwa pembagian akses internet dalam masyarakat berkisar untuk chating sebesar 60%, browsing 50%, dan video streaming 35%, sementara pembuatan aplikasi 24%, pembuatan program 5%, dan transaksi 15%.

Bisa kita bayangkan, budaya konsumtif masyarakat kita masih cukup tinggi ketimbang pemberdayaan untuk pengembangan diri. Maka, hadirnya berbagai start up menjadi salah satu kekuatan juga yang dapat mendukung kemajuan bangsa di era digitalisasi ini.

Sebut saja salah satu contohnya yakni aplikasi Go-Jek. Dengan adanya start up tersebut, banyak budaya masyarakt yang kini cenderung berubah. Dari segi transportasi, ketimbang menunggu bus dan angkot, sekarang kita bisa langsung diantar menggunakan gojek. Lapar? Tinggal pesan gofood dsn makanan segera diantar. Bahkan, pemesanan tiket dan lainnya bisa menggunakan fasilitas GoTix dan semacamnya.

Bila ditilik dari banyaknya capaian-capaian di berbagau bidang ini, maka Dirjen IKP dengan optimisnya percaya bahwa pada tahun 2030 nanti, Indonesia berpotensi menjadi negara maju kelima di dunia. Tentu saja, untuk mencapai hal tersebut, perlu adanya sinergisitas antara semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah. Atas dasar hal tersebutlah, pemerintah kemudian tak tinggal diam.

Sebagai regulator, fasilitator, dan juga agregator, pemerintah sebagai pemangku kebijakan lantas berinisiatif untuk membuat dan menerapkan konsep smart city. Ya, konsep yang tidak hanya menyiapkan sarana dan prasarana ini, tetapi juga turut mengubah mindset masyarakat untuk berpartisipasi aktif sekalkgjs mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia.

Untuk mendorong digitalisasi ekonomi, salah satu usaha pemerintah juga mendorong terciptanya 1.000 start up. Tentu saja, semua hal itu melalui berbagai proses, mulai dari pendaftaran, seleksi, pembinaan melalui workshop, pembentukan tim, hingga tahap inkubasi sebagai akhir dsri prototype. Tak hanya sampai di sana. Dari 8 juta UMKM yang ikut program pendampingan ekonomi digital, saat ini sudah mencapai 82% atau lebih dari 6,4 juta unit usaha juga turut dibina oleh pemerintah.

Ketika UMKM tersebut telah sukses, maka penting juga agar cerita sukses mereka disiarkan agar membantu menginspirasi yang lain, sebagaimana yang disarankan oleh Refa Riana, seorang pengamat sosial, yang turut berbagi dalam acara Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 (Dismed #FMB9) bertema "Membangun Indonesia, Menyejahterakan Jawa Barat". Dengan roda yang terus berputar dan saling menggerakkan dari berbagai daerah ini, diharapkan dapat memicu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang signifikan di berbagai daerah.

Jika masyarakat maju, Sumber Daya Manusia semakin bermutu, dan kita--sebagai anak muda--memiliki pekerjaan dan masa depan yang anti mati kutu, pasti calon mertua pun setuju untuk memberikan restu tanpa ragu.

Jadi, siap #MembangunJabar dan keluarga di tahun 2019 nanti? :)

Informasi lebih lanjut terkait program pemerintah demi memajukan perekonomian masyarakat dan berbagai hasil diskusi dalam kegiatan FMB 9 ini bisa diikuti secara langsung di www.fmb9.id, FMB9ID (Twitter), FMB9.ID (Instagram), FMB9.ID (Facebook), dan FMB9ID (Youtube).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun