Mohon tunggu...
Aghry Amirul Salman
Aghry Amirul Salman Mohon Tunggu... Lainnya - Hi I'm Here

tulisan merupakan pelarian dari liarnya pikiran

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Senandika Kedua

25 Juni 2023   08:45 Diperbarui: 25 Juni 2023   12:56 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengantar

Berawal dari ambisi yang berapi-api, lalu lenyap menjadi abu tanpa arti. Sebuah angan catatan satu tahun pertama, mengolah kata menjadi biasa, mengolah memori menjadi memoar, ratusan tulisan cacat tak berkaki, lalu sisa tulisan yang sekarat mencoba untuk diselamatkan dengan berbagai macam revisi. Berikut senandika dari tahun pertama. 

Bagian pertama, yang selamat ditujukkan sebagai dopamin kuat yang kembali setelah ratusan hari mati. Beberapa diksi serta tata penulisan dibiarkan asli ketika pertama ditulis. 

Bagian kedua, yang selamat dinarasikan sebagai roket yang melesat lalu meledak, menyayat setiap potongan, membengkak setiap pukulan. Dan, layaknya tokoh paling nyeri, aku tidak membawa sudut pandang mu, dia, kami, atau mereka.

Baca juga: Senandika Pertama

Terima kasih, yang terkasih, mari mengasih, selamat bersedih.

Bagian Kedua

Kolpri Abstrak 0.12
Kolpri Abstrak 0.12

Terbagi

Ternyata sosokmu terbagi dua, aku bahkan tak bisa menerka, mana yang nyata dan mana yang fana, aku pun tak paham apa yang kau rasa, aku sering mempertanyakan hadirku dalam sudut ruangmu, aku juga sering mempertanyakan hadirnya dalam sudut ruangmu. Jika kau ingin tetap bersamanya maka pergilah, namun jika tidak maka menetaplah tanpa harus memalingkan pilihan, kau sudah cukup dewasa atas keputusanmu sendiri, jangan pernah takut soal rasa, karena justru ia akan hancur ketika kita ragu-ragu.

Agustus 2022

Kolpri Abstrak 0.13
Kolpri Abstrak 0.13

Artefak

Terima kasih, karena hadirmu aku kembali percaya bahwa cita dalam diriku belum punah, ledakan rasa yang menggelora telah bangkit, tulisan kembalinya anomali merupakan ledakan pertama, yang terus berlanjut pada beberapa tulisan yang merekam seluruh potret sisi melankolisku.

Betapa rasa itu kembali muncul, walau ia meledak pada orang yang salah, tapi aku ingin sekali lagi mengucapkan rasa kasihku, bahwa hadirmu menjadikanku kembali hidup, kembali membawa kebahagiaan dalam bentuk lain, dalam keadaan yang belum pernah aku duga pada waktu yang tepat walau pada orang yang salah, tapi tak apa, semua ini hanya perihal perspektif, di mana pun nantinya kau menetap aku akan selalu mengingat bahwa kehidupanmu pernah membuatku menyala, walau sejenak walau sementara, aku akan tetap menjalani perjalanan ini, tanpamu, tanpa sorot matamu, tanpa aroma rambutmu, tanpa keluh resahmu, tanpa segalanya yang berkaitan denganmu. 

September 2022



Kolpri Abstrak 0.14
Kolpri Abstrak 0.14

Konsolidasi 

Hei, kamu kira aku sudah lupa? Suara serta tawa di ujung lorong tempat favorit kita, yang selalu menjadi pengingat, bahwa diri ini pernah tersengat oleh jarum bernama afeksi. 

Pertama ia digadang-gadang sebagai rasa bahagia, lalu menusuk tanpa diminta, dicabut tanpa perintah, dan membekas menjadi luka, walau tusukannya kecil tapi ia membengkak, menggerogoti setiap partikel, menggores setiap cerita, menjadikan masa lalu yang bahagia menjadi cerita tanpa makna. 

Ternyata tak penting seberapa hebat rencana kita dulu, tak penting seberapa besar keinginan serta angan yang kita rakit bersama, jika ujungnya semua hanyalah kata yang diucap ketika bahagia, bukan keteguhan hati yang ditunggangi akal budi, maka hari ini aku masih mencari, obat untuk menguat, hati untuk kembali, pada rindu yang terbenam dan mentari yang tenggelam. 

Oktober 2022


Kolpri Abstrak 0.15
Kolpri Abstrak 0.15

Bukti Lenyap

Ia lenyap, ia mendekap, pada sudut ia memeluk, tak ada lagi tempat melekat, bisa-bisanya ia tertawa dan menangis dalam satu waktu.

Aku pandai dalam menutup, kau lalai dalam melihat, tak ada yang salah, biar aku urus sendiri, tak usah khawatir mengenaiku, karena sungguh aku tak ingin membuat tetesan peluh jatuh karenaku, akan kugali dan ku kubur setiap malam perasaan ini, akan kutuangkan arsenik pada telaga rasa yang telah mengubang meluap menutupi logika, akan selalu kuberitakan kabar baik-baik saja mengenaiku, tenang saja, sampai nanti. 

November 2022

Kolpri Abstrak 0.16
Kolpri Abstrak 0.16

Berlabuhlah

Kau kembali,

Aku siaga, 

Siap menerima, 

Warta telah sampai pada kuping telinga, kau sendiri yang bilang bahwa seseorang telah pergi namun masih banyak yang menanti kau menepi, dan di antara pesisir hati, kau mungkin akan berlabuh segera ke salah satu tepi.

Aku di sini tentu hanya akan menyaksikanmu lagi, bermain, melompat riang di atas dek kapal yang begitu luas, kau akan tersenyum lagi, segera angin laut akan menyapu tangismu, tapi hati-hati karena jika salah melangkah kau akan tergelincir lagi ke dalam samudra lara.

Dan, untuk ke sekian kalinya aku yang akan menyelam untukmu lagi, menarik ke atas permukaan untuk sekedar memberi keyakinan bahwa kau masih layak untuk dimiliki, tentu aku yang bernarasi layaknya psikiatri sesekali ingin menjawab pernyataanku sendiri, bahwa tak perlu jauh-jauh kau mencari jawaban karena sejatinya aku yang selalu ada, dalam kondisi apa pun aku selalu melihatmu, namun sayangnya pengecut sepertiku tak kuasa untuk mengampanyekan diri, belum saatnya aku berani, entah sampai kapan, segera, berlabuhlah. 

November 2022

Kolpri Asbtrak 0.17
Kolpri Asbtrak 0.17

Saat kau kembali

Kau telah bertambah, mencoba menengadah melihatmu sebagai anugerah, beberapa tahun lalu kau merengek, kesakitan, mengemis pertolongan, memohon beberapa permintaan. Aku tahu lisanmu tak pernah berkata, tapi gerikmu yang selalu meronta, dan itu semua bisa kubaca, lalu entah kenapa selalu aku memiliki potongan tiket eksklusif untuk bisa melihatmu dalam sisi lain, dan itu membuka jalan pikiran serta hatiku, ternyata bukan hanya tawa yang menyertaimu, keluhan, kekecewaan, kekalahan, tangisan, teriakan, adalah juga hal yang menjadikanmu utuh, dan sekarang aku melihatmu tengah bertumbuh, melawan beberapa lembar baru yang sebelumnya tak pernah hadir dalam hidupmu. 

Sesekali kau bertanya padaku mengenai soal, aku yang juga belum selesai, selalu berusaha mencoba mengerti sudut pandangmu, membantumu agar sama-sama keluar dari paradoks semu yang membatu, keras memang, tapi tak apa, akan kupecahkan batuan ini jika untukmu, bagiku ini soal kecil, ketimbang melihat pelupuk matamu yang membendung tangis menutup pupil. 

Oh iya, ke depannya aku akan selalu ada, walau dalam bentuk lain, tapi komunikasiku tak akan terputus, perwujudannya bisa apa saja, entah dalam bentuk tulisan, perkataan, kehadiran, atau doa yang tak berwujud, tapi yakinilah bahwa goresan ini adalah salah satunya. 

Bersiaplah, segera melangkah, jelajahi setiap penjuru bumi ini, tapaki langkah sejauh yang kau bisa, bakar kulit putihmu tanpa pelembab di bawah teriknya sinar mentari. Aku tak peduli kau akan jadi apa nantinya, itu sudah bukan bagianku, hadirku di sini hanya sebagai pegangan ketika lenganmu butuh uluran, ketika kakimu salah melangkah, ketika ragamu salah merebah, atau ketika hatimu salah merekah, aku akan berdiri di sini, menunggu ratusan kisah yang kau bawa dari pelosok negeri, aku akan menunggu senyum lebar tanpa karena pada wajahmu, aku akan menunggu kisah konyolmu mengenai jas hujan yang dikenakan di musim kemarau, aku akan menunggu semuanya, tanpa terkecuali, tanpa terlewati, abadi, hingga nanti, saat kau kembali. 

Tapi, kini tampaknya kau tak perlu kembali. 

Desember 2022

Kolpri Abstrak 0.18
Kolpri Abstrak 0.18

Yakinilah

Butuh puluhan dekap untuk memelukmu, butuh ratusan derai untuk menahanmu, butuh ribuan kata untuk meyakinkanmu, butuh jutaan afirmasi untuk kau melihatku.

Badan ringkih dengan kepala besar ini masih mencoba bertahan, bukan karena takut hilang, tapi kau telah silang, menyatukan kutub bersamaku, dan di antara bentangan tadi, ada kesepakatan kita yang semoga kuat agar bisa menopang segala beban yang sedang atau belum terjadi.

Mungkin aku buruk dalam menarasikan, memetaforakanmu begitu meta, kau mungkin muak dengan segala gelutan lidah yang terungkap, pujian, dorongan, hingga harapan selalu kau artikan sebagai kekosongan, hingga pada ujungnya kau lelah, membuka kedua lengan menguping ratusan lisan, menilaiku dari sudut pandang orang ketiga, memahami perasaanku dari perasaan orang lain, yang padahal aku sendiri tak pernah berjabat lengan dengannya. Tak apa, pergilah, berbahagialah. 

Desember 2022

Kolpri Abstrak 0.19
Kolpri Abstrak 0.19

Kilas anekdot

Menyenangkan, setiap kali aku mengingat kepergianmu, ternyata hal bodoh menjadi jenaka jika sudah lalu, tawa sudah menutup luka seutuhnya, walau masih ada sedikit bekasnya, tapi sudah tak sepilu dulu. 

Kini aku tengah menonton seluruh putaran cerita kita dalam ruang waktu, semua tengah berputar sangat detail dari awal hingga akhir, bahkan usapan pertama yang kau sentuh pada kulit kering telungkup lengan kananku masih terasa dalam memoriku, sampai hal menyakitkan ketika akhirnya ada seorang lelaki dengan gagah berani bertekuk lutut padamu, masih terjaga dalam ingatan, sungguh aku tak pernah lupa ketika seorang pecundang tumbang sebelum berperang, seseorang yang selama ini bermain dalam topeng badutnya seketika pecah, make up tebal serta hidung merah mengempis di hadapanmu, kabar yang kuterima tentang pernyataan tadi kau beritakan padaku, antusias kornea mata cokelat yang merekah dalam wajahmu menandakan kau akan mengiyakan, namun sialnya kenapa kau harus bertanya dulu padaku, tentu aku yang merupakan badut tawamu memasang senyum lebar ikut senang mengamini apa yang tidak diinginkan hati.

Tapi apa daya, selama ini kata-kataku tak pernah cukup untuk menarasikan, ia selalu bersembunyi rapi dalam emban, menelan setiap pernyataan hati yang melafalkanmu berkali-kali, menyebut dalam tangis, bahwa dirimu lah yang selama ini aku sebut dalam hujan rasa hingga ujung gerimis, mengemis, teriris, kemudian menelan seluruh bengis.

Desember 2022



Kolpri Abstrak 0.20
Kolpri Abstrak 0.20

Namamu

Jika tak mengenalmu aku tak akan tahu, bahwa cinta tak selamanya diterima, 

Jika tak mengenalmu aku tak akan tahu, bahwa hubungan lawan jenis bisa berjalan tanpa rasa, 

Jika tak mengenalmu aku tak akan tahu, bahwa obrolan malam bisa melupakan dunia dan seisinya, 

Jika tak mengenalmu aku tak akan tahu, bahwa tiga tahun bukanlah alasan untuk aku bisa melupa, 

Jika tak mengenalmu aku tak akan tahu, bahwa pendengar juga butuh untuk didengar ceritanya, 

Jika tak mengenalmu aku tak akan tahu, bahwa es latte bisa lebih nikmat jika diminum berdampingan denganmu, 

Jika tak mengenalmu aku tak akan tahu, bahwa tempat biasa menjadi luar biasa jika didatangi bersama, 

Jika tak mengenalmu aku tak akan tahu, bahwa menemanimu gosok gigi malam hari adalah hal yang selalu aku nanti, 

Jika tak mengenalmu aku tak akan tahu, bahwa menonton konser bisa semenyenangkan itu walau aku duduk paling belakang bersamamu, 

Jika tak mengenalmu aku tak akan tahu, bahwa mendengarkanmu adalah adiksi yang tak bisa aku hentikan, 

Jika tak mengenalmu aku tak akan tahu, bahwa manusia bisa menyembunyikan rasa sehebat itu, 

Jika tak mengenalmu aku tak akan tahu, bahwa tulisan tahun pertama yang aku buat sebagian besar bercerita mengenaimu, 

Jika tak mengenalmu aku tak akan tahu, bahwa kata nyaman bisa menyiksa diriku, 

Jika tak mengenalmu aku tak akan tahu, bahwa manusia bisa tersenyum di depan orang yang telah berhasil menghancurkan hatinya, 

Jika tak mengenalmu aku tak akan tahu, bahwa menggenggam lenganmu bukan berati menggenggam juga hatimu, 

Jika tak mengenalmu aku tak akan tahu, bahwa tulisan ini akan dibuat hanya untukmu, 

(Namamu) Terima Kasih, Yang Terkasih.

Desember 2022



Kolpri Abstrak 0.21
Kolpri Abstrak 0.21

Rencanaku Saja

Terseok-seok aku berlari menangkapmu di antara ranting tua musim gugur, helai oranye kembang sakura jatuh menambah romansa menjemputmu di ujung perempatan sana, di saat semua cemara melepas bagian tercantiknya kau justru bertaburan bunga. 

Padahal baru saja tadi pagi ketika cakrawala masih hangat mengecap dirimu berkata, tak akan pernah kembali menaiki taksi yang segera menepi, aku juga masih ingat jelas ketika kuping telinga merekam setiap kata. Kau membalikkan pertanyaan ketika lisanku mengucap tanya, beberapa kali ketika pertanyaan siapa yang tengah mengisi hari, kau jawab dengan pertanyaan lagi, siapa? Ucapmu acuh tersimpul bibir. Aku diam, melihat matamu yang kabur ke berbagai arah. Kau melanjutkan diamku, beberapa detik kosong. Aku tengah sibuk, ucapmu setengah hati, aku mafhum mencoba mengerti. 

Disusuli cucuran mentari yang kian redup meredamku dalam-dalam, aku mencoba bodoh. Lalu tak jelang beberapa waktu kau ternyata melambai ke arah yang lebih tegas, seonggok kereta kencana dengan kuda pegasus menepi memapahmu entah ke mana, sempat kutingkap raut parasmu yang bersinar senang setengah mati, aku di sini beku hampir mati. 

Kemudian, aku yang mematung di antara paruh jalan halte bus tengadah ke arah angkasa, sekelebat awan putih berganti muram membawa tetesan hujan, aku yang sekarat segera menarik kaki, mengambil beberapa langkah ke belakang, duduk di atas dipan reyot. Kuusap titik rinai perlahan, berharap hilang, namun ia menetes kembali, padahal sudah dipayungi kanopi. Setelah beberapa usapan gagal menghapus deraian aku segera menyelam, menerobos derasnya ombak, tak peduli seberapa dalam kau telah pergi ke arah samudera tadi, yang jelas aku ingin menempuhnya sendiri, melawan arus yang tergerus, melewati muara tanya yang terbata-bata, kulerai retorika dalam kepala, ribuan tanda langsung kuredam hingga karam, aku melenggang tanpa genggam, sendiri, berjalan mantap menuju rencana-rencana kita, awalnya, kini rencanaku saja. 

Januari 2023



Kolpri Abstrak 0.22
Kolpri Abstrak 0.22

Lambung Dejavu

Tahukah engkau? Membaca cerita yang penuh romansa mengenai ledakan cinta membuatku merana, rasa dalam jiwaku tak runjung reda, ia malah menyayat-nyayat tanpa tega, kondisi bahagia dalam plot cerita yang kubaca membawa luka yang begitu nelangsa, aku rindu, ucapku bersungut-sungut mengutuk pelik

Setiap adegan terekayasa menyinonimkan paruh perkenalan, binar mata yang nanar, kilau seri yang penuh arti, hingga peluk yang temaram tenteram, membuatku membaca lagi, mengulangi ratusan kali gugus kalimat. 

Jiwaku tercekat, mengulang cerita fiksi dalam imaji, menokohkanmu sebagai pencuri menokohkanku sebagai pelari, plotnya sederhana, kau mencuri dengan ilusi, aku berlari penuh ambisi, dan kita semua tahu bahwa koda yang tersedia selalu menelanjangi sang pelari. 

Kemudian di antara riak pikiran tadi aku menyekat, mendalami reka demi reka, menjahit beberapa bagian yang sobek, merobek beberapa bagian yang pahit, entah butuh waktu berapa lama, tiba-tiba seseorang menepuk punggung bahuku, aku melirik, kemudian mencoba bangkit melihat siapa gerangan yang telah menyentuhkan lengan halusnya itu di bahu kasarku. 

Dan, ketika epilog menutup cerita, kau menemukan dia untuk melupakanku, dan aku menemukan aku untuk melupakanmu. 

Januari 2023

Epilog

Kolpri Abstrak 0.23
Kolpri Abstrak 0.23

Secercah Langit Di Kala Hujan

Tawaku tergelak kaku, menghunjam derapnya asa, kata-kata yang bertajuk ke angkasa itu seketika kelu, setiap diksi yang tersisip rapi bertabur lebur. Buku cokelat kupagut erat seraya langkahmu berbalik arah, kau melenggang, setiap ruas kau lintasi dengan tarian, tampak enteng ketika tumitmu merangkai bebas alinea baru, lututku yang masih tertahan titik kuregup, belum sekuat itu untuk bertumpu lagi di atas bumi. Mataku takjub melihatmu cepat dalam mereformasi, bahkan aku tak melihat jejak tetasan dalam bentuk demonstrasi.

Aku juga mendengar kabar dari kicauan burung beberapa kali, kini hidupmu kembali memantik, beberapa nyawa yang dulunya mati, kini perlahan menyala, benarkah demikian? mungkin kobarannya masih setitik atau mungkin telah membara. Dan, jika ternyata benar, keputusanmu memang tepat, hari di mana ketika kau menyumpah mufakat untuk berhenti melekat, aku masih ingat ketika kata kuinterpretasikan sebagai pukulan, dadaku tercambuk, bibirku melolong seperti anjing, jiwaku menyeruduk seperti babi, detak jantungku lebih cepat dari denting detik.

Terbanglah melampaui kecepatan roket, aku akan terbaring sejenak menahan gejolak anarkis yang menyerangku secara sporadis. Hiduplah layaknya kau hidup untuk ratusan tahun lagi, persimpangan ini sudah saatnya menjadi bercak penataran untuk kelak dikunjungi sebagai buah keikhlasan. Menyalahkan hanya akan membawa kita pada sebuah kegelapan, bukankah menyalakan terang jauh lebih bijak ketimbang mengutuk kegelapan? Tak ada yang menang atau kalah dalam hal ini, dan selalu ada secercah langit di kala hujan bukan? Mungkin kelak kita akan menyerukan cerita ini, dalam etalase masing-masing kita akan membungkusnya secara saksama, menguntai bait demi bait, menyunting kata demi kata, dengan subjektif kita akan membuat judul yang sama, menjadi tokoh paling nyeri, dari prolog hingga epilog, masing-masing akan menjelma dengan sendirinya, dan tulisan ini adalah salah satu bentuk jelmaannya.

Semoga aku tak terlalu bengis menarasikan seluruh kejadian, karena sehebat apa pun kau membuat luka, kau pun pernah hebat membuat euforia.

1-2 April 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun