Mohon tunggu...
Amirul salman
Amirul salman Mohon Tunggu... Lainnya - Hi I'm Here

tulisan merupakan pelarian dari liarnya pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Dari Tenggelamnya Jakarta hingga Pindahnya Ibu Kota

9 Februari 2022   20:43 Diperbarui: 11 Februari 2022   08:53 1571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada 27 juli tahun lalu, Presiden Amerika Serikat, Joe Biden menyinggung perihal Jakarta yang akan tenggelam 10 tahun ke depan, ia menyebutkan hal tersebut akan terjadi karena faktor perubahan iklim dalam pidatonya di depan kantor Direktorat Intelejen Nasional.

Pernyataan tersebut tentu bukan asal celetukan saja, walau memang muncul beberapa pertanyaan seperti, "kenapa statement tersebut harus diucapkan di kantor Intelejen?",

Terlepas itu, pidato Presiden AS yang ke-46 itu ada benarnya juga, meskipun tak sampai menenggelamkan seluruh Jakarta.

Penurunan tanah Jakarta sudah diprediksi bahkan telah terjadi sejak puluhan sampai ratusan tahun lamanya, hanya saja sejak 50 tahun terakhir ini, penurunan tanah Jakarta bisa dibilang sangat-sangat mengkhawatirkan.

Menurut verisk maplecroft, sebuah lembaga analisis dunia, pada 12 Mei 2021 mengeluarkan 100 daftar negara yang akan terancam tenggelam di tahun 2100, mengejutkannya ternyata Jakarta berada pada peringkat 1 negara yang paling cepat akan tenggelam.

Tentu hal ini sangat membahayakan Jakarta apalagi setidaknya sampai tulisan ini dibuat Jakarta masih menjadi pusat perekonomian serta Ibu Kota negara Indonesia.

Oleh karena itu masalah ini menjadi yang paling krusial jika tidak ditangani secara serius, khususnya daerah pesisir bagian utara Jakarta. Maka rasanya apa yang telah disindir Biden perihal Jakarta memang nyata.

Sejauh ini mungkin muncul di benak kita beberapa pertanyaan seperti, "kenapa hal tersebut bisa terjadi?", atau "apakah hanya kota Jakarta yang mengalami penurunan tanah?", ataukah "ini Azab Tuhan yang diturunkan karena banyaknya dosa zina serta orang mabuk di Jakarta?", atau "animasi buatan jepang karya Makoto Shinkai tahun 2019 yang pernah saya review di sini ( REVIEW KARYA ANIMASI WEATHERING WITH YOU 2019 ) perihal kota Tokyo yang setengah tenggelam akan benar benar terealisasi menjadi kisah nyata?"

Hmm,,,,, Mari kita bahas dari persfektif ekologis agar pikiran serta akal kita sedikit sehat dan tersadarkan.

Menurut Prof. Dr. Ir. Robert Mohammad Delinom, seorang Koordinator Bidang Ilmu Kebumian LIPI, dalam seminar yang di adakan oleh BRIN pada Oktober lalu mengatakan bahwa, salah satu penyebab Jakarta dan Pantura akan tenggelam adalah Amblesan Tanah. Musababnya karena beberapa faktor, diantaranya: kompaksi batuan, pengambilan air tanah yang berlebihan, pembangunan yang masif (terutama di daerah utara), dan aktivitas tektonik.

Dari 4 faktor tersebut berdasarkan riset tim peneliti Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) menurut peneliti Heri Andreas, "80-90 persen penyebab penurunan tanah Jakarta karena pengambilan air tanah."

Hal ini terpampang jelas bak daging busuk dalam tumpukan daging segar, Jakarta yang merupakan pusat perekonomian dengan segala kemajuan kotanya menyimpan segudang masalah yang kompleks, seperti puluhan hutan beton yang menjulang hingga pencakar langit, maka tak heran jika Jakarta kekurangan daerah resapan, yang mana hal ini membuat Jakarta menjadi kota langganan banjir setiap tahunnya, walaupun demikian bukan hanya itu masalahnya!

Selokan, sungai, dan drainase yang seharusnya bekerja sebagai pengendali banjir tak jarang tersendat oleh sampah-sampah yang sengaja dibuang oleh beberapa oknum tak bermoral, dampaknya dari kejadian ini warga kesulitan mencari air bersih dan harus mengebor tanah sedalam dalamnya agar mendapatkan air bersih.

Nah, jadi eksploitasi air tanah yang dilakukan oleh sebagian besar warga Jakarta tentu bukan tanpa sebab.

Fakta lain juga menyebutkan pada tahun 2019 kebutuhan air bersih di Jakarta setidaknya sebesar 864 juta meter kubik per tahun, sedangkan layanan publik PDAM Jakarta hanya mencapai 62 persen saja.

Hal ini tentu menjadi sebuah dilematik pemerintah untuk mengeluarkan larangan bagi warga agar tidak menggunakan air tanah, setidaknya larangan ini akan di terapkan sampai kebutuhan air PDAM bisa merata di seluruh Jakarta, tapi butuh waktu 2 hingga 8 tahun kedepan agar penyediaan pipa pipa air bersih PDAM bisa tersebar menyeluruh ke antero penjuru Ibu Kota.

Namun di balik peyediaan air baku yang tengah diusahakan Pemprov DKI, ada gelagat miring perihal air baku yang disediakan, yakni ternyata 81 persen air baku yang digunakan warga Jakarta selama ini berasal dari waduk Jatiluhur.

Padahal, Jakarta memiliki 13 air sungai, tapi sayang hanya dua sungai yang menyediakan air baku, karena sisanya kualitas air sungai telah terkontaminasi oleh limbah pabrik dan sulit untuk diolah menjadi air bersih. Hadehhh...

Oke kita setop dulu di sini. Sepertinya pembahasan kita tentang penyebab Jakarta yang akan tenggelam menjadi masalah yang mengakar dan bercabang, kasusnya kurang lebih sama seperti ketika kita mencoba kepoin akun sosial media gebetan, ketika melihat bio instagramnya ternyata doi sudah punya pacar ha-ha-ha.

Sudah gitu bukannya ditutup malah makin di cari-cari. Emang sih ya kadang manusia suka banget buat nyari penyakit ha-ha, tapi ya begitulah Jakarta terutama Indonesia, kalo kata mas mas indie asal bandung bung Fiersa "Indonesia ini si cantik yang sedang terluka",

Maka dari itu kita khususnya para kaum muda yang nanti perkiraan sekitar 10-15 tahun ke depan diprediksi akan mendapatkan bonus demografi, tentu dong kita harus paham dengan masalah apa saja sih yang ada di negeri kita ini

Karena seproduktif apapun kualitas warga sebuah negara jika tidak dibarengi dengan kepedulian masalah isu isu lingkungan ya enggak bakal berjalan juga.

Karena itu saya yakin alam akan selalu menghukum manusia yang telah berani merusak apa yang tak seharusnya dirusak, dan sebaliknya jika dirawat ia akan balik merawat.

Mari kita balik lagi ke inti topik.

Apakah bener pemerintah hanya tinggal diam duduk manis menikmati beberapa hasil korupsi di negeri ini?

Tentunya tidak! Pemerintah melek dan juga telah melakukan beberapa solusi, terutama untuk masalah-masalah yang baru kita bahas di atas, seperti tadi perihal air tanah yang terus terusan dieksploitasi.

Pemerintah telah berupaya untuk terus memenuhi kebutuhan air baku untuk seluruh wilayah Jakarta paling cepat di tahun 2024 nanti, agar penyedotan air tanah yang dilakukan secara ilegal akan mulai berkurang

Selain itu untuk mengatasi banjir rob di daerah pesisiran utara Jakarta yang semakin tahun kian meninggi, Pemprov DKI dan Pemerintah Pusat sedang membuat proyek besar bernama National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau tanggul laut raksasa yang telah terlihat progresnya sejak tahun 2016 lalu

Tanggul ini membentang sejauh 36 km dari kali dadap sampai kali blencong, dan poryek ini akan terus berjalan hingga diprediksi rampung di tahun 2030, dan semua proyek ini bisa kita cari dan kita lihat terus perkembangannya di internet. Walau sebetulnya pembuatan tanggul ini bukanlah solusi jangka panjang, tapi itulah setidaknya upaya pemerintah yang dilakukan sejauh ini mengenai masalah Jakarta yang akan tenggelam.

Pemerintah tidak hanya sampai situ kok, alih alih membetulkan Jakarta yang mulai penuh penyakit karena lekang usia, pada 2019 yang lalu Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, mengumumkan secara resmi pemindahan Ibu Kota Baru dari Pulau Jawa ke Pulau Kalimantan. Beberapa minggu yang lalu UU IKN telah resmi disahkan dengan menyebutkan kata "Nusantara" sebagai nama Ibu Kota baru Indonesia.

Tentu faktor utama selain ingin memperluas kegiatan ekonomi di luar pulau Jawa, ada kemungkinan, alasan Jakarta yang akan tenggelam menjadi faktor kuat juga untuk memindahkan Ibu Kota ini---walau memang sebetulnya wacana pemindahan Ibu Kota ini telah terjadi sejak Orde Lama.

Tetapi, apakah dengan memindahkan Ibu Kota yang baru ke Kalimantan akan menyelesaikan masalah atau justru malah memperburuk masalah?

Dengan pemindahan ini tentu akan menyebabkan deforestasi besar besaran, melihat kemampuan teknologi serta arsitek saat ini yang belum bisa membangun kawasan secara luas di atas hutan tanpa merusak pepohonan. 

Tapi terlepas dari itu beberapa waktu lalu pemerintah juga telah memilih desain arsitektur IKN yang baru, dan semoga saja IKN nantinya akan tetap menjadi kawasan yang ramah lingkungan bak sebuah negeri Wakanda tempat Black Panther tinggal.

Aku berharap juga dengan pemindahan Ibu Kota Ini pemerintah tetap fokus untuk mencari solusi dan tidak meninggalkan masalah Jakarta yang diprediksi akan tenggelam ini.

Selain itu sebenarnya jika kita lihat secara global bukan hanya Jakarta saja yang mengalami penurunan permukaan tanah, jadi ini bukan Sinetron Azab yang hanya menimpa Jakarta, ya walaupun demikian hal ini harus tetap ditangani secara serius!

Oh iya, di luar faktor yang kita bahas tadi, sebenarnya perubahan iklim, pemanasan global, dan glester kutub yang mencair juga menjadi sebuah faktor penting yang menyebabkan naiknya volume air laut, tapi hal ini memang sepenuhnya bukan ada dalam kendali satu negara, melainkan seluruh dunia. 

Oke saya akhiri tulisan ini sampai sini, kita lihat saja kedepannya akan seperti apa, yang jelas pasti para petinggi di negeri ini telah memikirkan berbagai macam upaya serta usaha untuk memecahkan berbagai macam masalah yang salah satunya kita bahas hari ini, agar negara kita Indonesia semakin berkembang dan maju, khususnya jika rencana pemindahan IKN ke tempat baru terealisasikan.

Semoga juga ke depan tidak menjadikan Jakarta sebagai luka lama yang dibiarkan dan membuat luka baru yang menyakitkan, dan tentunya jalan tengah menyelamatkan kedua kawasan ini menjadi opsi yang paling bijak untuk dilakukan.

Satu hal lagi, mudah-mudahan segala prediksi baik perihal Indonesia yang akan menjadi urutan ke-4 ekonomi terbesar di dunia di tahun 2045 bisa segera terwujudkan.

Tentu hal ini tak akan terjadi jika komponen paling kecil dari negara tidak bergerak yaitu diri kita sendiri.

Tulisan ini adalah sebuah subjektivitas yang masih penuh kecacatan objektivitas, maka saya sebagai penulis terbuka untuk menerima segala bentuk diskusi, saran, serta kritikan, sekian

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun