Oleh: Aghniya Kumalasya Licha, Aryo Gendon Widjoyo, Naura Fatriha, Nazwa Sanwasih, Rizkyka Putri Adelia
Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
Mata Kuliah: Psikologi Komunikasi
Pernahkah Anda merasa ditinggalkan tanpa sebab oleh seseorang yang sebelumnya dekat dengan Anda? Mungkin, Anda pernah terlibat dalam hubungan yang tampaknya baik-baik saja, lalu secara tiba-tiba, orang tersebut menghilang tanpa memberi penjelasan. Tidak ada pesan, tidak ada alasan, hanya kekosongan yang membingungkan. Fenomena yang dikenal sebagai ghosting ini telah menjadi hal yang semakin umum di era digital ini, terutama dalam hubungan percintaan. Ghosting sendiri diibaratkan dengan suatu hal yang kasat mata, dalam artian seseorang yang menghilang secara tiba-tiba dalam suatu hubungan. Meskipun istilah ini terdengar sederhana, nyatanya ghosting menyisakan luka psikologis yang mendalam bagi pihak yang menjadi korban. Bahkan sering kali, pelakunya pun tidak luput dari dampak emosional. Apa yang sebenarnya terjadi di balik fenomena ini?
Ghosting sebagai Penghindaran Konflik
Ghosting, dalam pengertian sederhana adalah tindakan menghilang secara sepihak dari kehidupan seseorang tanpa memberi penjelasan atau pemberitahuan. Fenomena ini bisa terjadi dalam berbagai jenis hubungan, namun paling sering ditemukan dalam hubungan percintaan, baik yang baru terjalin maupun yang sudah berjalan lama. Biasanya, ghosting dilakukan oleh individu yang merasa tidak nyaman atau tidak lagi tertarik lagi dengan pasangannya, tetapi tidak memiliki keberanian atau kemampuan untuk mengungkapkan alasan tersebut secara langsung.
Namun, mengapa seseorang memilih untuk menghilang tanpa penjelasan? Mengapa tidak memberi kesempatan bagi pasangannya untuk memahami apa yang salah atau bagaimana perasaan mereka? Di sinilah teori psikoanalisis Sigmund Freud memberikan penjelasan yang menarik.
Psikoanalisis Freud tentang Ghosting
Sigmund Freud, melalui teori psikoanalisisnya, menyatakan bahwa banyak perilaku manusia dipengaruhi oleh kekuatan bawah sadar yang berfungsi untuk melindungi individu dari perasaan cemas atau tidak nyaman. Dalam kasus ghosting, perilaku ini bisa dipahami sebagai upaya penghindaran dari konflik emosional yang mungkin terjadi jika pihak yang melakukan ghosting harus mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya.
Freud memperkenalkan konsep id, ego, dan superego dalam menjelaskan dinamika psikologis manusia. Dalam hal ini, ego merupakan bagian dari pikiran manusia yang berfungsi untuk menyeimbangkan keinginan dan norma sosial akan berusaha melindungi individu dari konflik yang berpotensi menimbulkan kecemasan. Sebagai contoh, dalam hubungan percintaan, jika seseorang merasa tidak nyaman atau takut akan ketidakcocokan, mereka mungkin akan memilih untuk menghindari percakapan yang tidak menyenangkan dengan menghilang, bukannya menghadapi situasi tersebut secara langsung. Ini adalah bentuk penghindaran yang disebut mekanisme pertahanan.
Fenomena ghosting sering kali terjadi karena ketidakmampuan individu untuk menghadapi konfrontasi emosional. Freud mengemukakan bahwa dalam beberapa kasus, individu lebih memilih untuk menghindari ketidaknyamanan dengan cara yang tampak lebih mudah yaitu dengan menghilang daripada harus menjelaskan perasaan atau masalah yang ada kepada pasangannya.
Menghadapi Konflik dengan Komunikasi Terbuka