Mohon tunggu...
Aghnia Auliyanti
Aghnia Auliyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Fakultas Ilmu Budaya, Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris di Universitas Airlangga

Menyemai Asa, Menuai Cita, Viva Humaniora

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membuka Peti Mati Milik Nasionalisme yang Dibunuh Negeri

8 Januari 2025   07:10 Diperbarui: 8 Januari 2025   07:10 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Janji Sumbang Kesejahteraan

        Rasa ketidakadilan adalah kanker untuk setiap konflik negara. Rasa itu akan menutupi pandangan rakyat terhadap narasi utopis yang digalakkan pemerintah selantang apapun itu. Gagasan nasionalisme yang beredar ketika negara ini tidak sehat secara pemerintahannya hanya akan membuat rakyat muak. Cukuplah rakyat tersiksa atas nama kepentingan negara, teraniaya sebagai sapi perah politik, dan berkorban dalam setiap aspek yang bisa dikorbankan. Bila ditambah ringisan kecilnya tidak divalidasi atau malah dianggap ancaman persatuan negara, kejam sekali negara ini.

        Hal semacam persatuan tidak bisa dipaksakan jika hak-hak dasar rakyat tidak terpenuhi, apalagi cinta. Seharusnya, ini adalah pengetahuan umum. Tetapi, pemerintah yang terus menyepelekan hak-hak kaum proletar untuk hidup masih saja nyaman berada di bubble-nya. Untuk apa membual soal hidup sejahtera ketika mereka terlalu enggan untuk mengenal konsep susah dan konflik struktural? 

        Semakin lama, rakyat dibuat jenuh dengan berbagai cara. Mereka yang permisif terhadap kesenjangan itu pun pada akhirnya tidak bisa mengabaikan getir pahit ketidaksetaraan. Di masa pascakemerdekaan kini, kita sebagai bangsa justru semakin jauh---memberi ruang konseptual terhadap perbedaan kelas---maka, mereka yang tidak menemukan cinta tulusnya terhadap negara karena nasib yang dialaminya seharusnya dapat dimaklumi alasannya. Pertanyaan selanjutnya, berapa banyak dari rakyat bangsa Indonesia yang merasakan hal yang serupa demikian?

Bangsa Tanpa Jiwa

        Setelah menghadapi kenyataan bahwa Indonesia telah gagal dalam menegakkan keadilan dan kesejahteraan sosial, lantas, apakah bangsa ini masih memiliki tujuan yang jelas? Indonesia, yang dulunya dikenal sebagai bangsa yang penuh cita-cita luhur, kini tampaknya kehilangan jiwa. Negara ini terjebak dalam ambisi untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang terus diukur dengan angka-angka statistik, tanpa melihat kondisi rakyat yang semakin terabaikan. Kesenjangan sosial dan kesenjangan ekonomi semakin tajam, dan meskipun Indonesia mengalami kemajuan infrastruktur, hal tersebut tidak cukup untuk menyembuhkan luka sosial yang ada. 

        Para pemimpin negara ini sering kali lebih sibuk dengan investasi asing, mengabaikan kebutuhan dasar rakyat yang semakin terpinggirkan. Bangsa ini kini menjadi seperti sebuah bangunan besar yang megah, namun tanpa kehidupan yang nyata di dalamnya. Ketika nasionalisme semakin terkikis, banyak yang mulai merasa bahwa negara ini kehilangan arah dan tujuan.

       Namun, meskipun kehilangan harapan dan apatisme melanda sebagian besar rakyat, masih ada segelintir orang yang tetap mencintai negara ini. Mereka adalah mereka yang terus berjuang di tengah kesulitan, yang meski marah dan kecewa dengan kondisi negara, masih percaya bahwa tanah air ini memiliki potensi yang belum tergali sepenuhnya. Sementara bagi sebagian besar masyarakat lainnya, termasuk saya, ketidakcintaan terhadap negara bukanlah sebuah dosa. Mereka yang merasa negara ini telah mengecewakan mereka, berhak untuk menuntut perubahan. Negara ini, yang seharusnya melindungi mereka, kini hanya menjadi tempat yang menumbuhkan rasa kecewa. Kita hidup di negara yang tak lagi memberikan arti nyata bagi rakyatnya. Apakah pantas kita tetap mencintai negara yang telah mengabaikan kita begitu lama?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun