Mohon tunggu...
Aghistna Muhammad
Aghistna Muhammad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Jamaah jum'at yang berbahagia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lagu Pegang Tanganku Milik Nosstress Mewakili Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram

15 Januari 2023   15:00 Diperbarui: 15 Januari 2023   14:58 5091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 2017 lalu, salah satu band indie asal Bali yaitu Nosstress merilis lagu yang berjudul pegang tanganku di akun youtubenya, lagu ini masuk dalam album Perspektif Bodoh, Vol. 2. Entah ramuan apa yang dibuat Mas Guna Warma dan kawan-kawannya sehingga lagu ini bisa memiliki nilai magis yang luar biasa, yang berhasil membuat pendengarnya terbawa dalam suasana yang mereka buat, dari yang hanya ikut bernyanyi bersama sampai ada yang meneteskan air mata disetiap konsernya, entah benar-benar merasa relate dengan lirik-liriknya atau menangis karena kakinya terinjak penonton disebelahnya hehe. Terlepas dari alasan pribadi pendengarnya yang sampai meneteskan air mata saat mendengarkan lagu tersebut, lagu pegang tanganku ini memang istimewa, lirik-liriknya yang memiliki makna kehidupan yang mendalam seakan berjodoh dengan alunan musik akustik yang Nosstress mainkan.

Lirik-lirik dalam lagu ini bukan hanya mengisahkan tentang percintaan anak manusia, lagu yang sudah ditonton 37 juta kali dari akun youtube Nosstress ini juga mengingatkan kita bahwa kondisi hati yang bernama senang dan sedih akan selalu mewarnai kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini. Tuhan dengan segala keindahan skenarionya selalu membolak-balikkan kondisi hati seseorang, kadang senang kadang sedih.

Ki Ageng Suryomentaram yang merupakan anak dari Hamengkubuwono ke-7 sekaligus filsuf Jawa dalam perjalanannya memilih hidup di desa yang jauh dari kemewahan kraton demi mencari hakekat manusia juga mengajarkan tentang hidup sewajarnya, yaitu hidup tidak berlebih-lebihan dan juga tidak berkekurangan yang dirumuskan beliau dalam 6-Sa: sakepenake, sabutuhe, saperlune, sacukupe, samestine, sabenere (seenaknya, sebutuhnya, seperlunya, secukupnya, sejatinya, sebenarnya), dengan demikian seseorang perlu mengetahui takaran segala sesuatu yang ia butuhkan, dengan selalu belajar dan merefleksikan pengalaman yang sudah didapat, karena biasanya kesedihan datang ketika seseorang tidak sadar takarannya, ia meminta sesuatu yang melebihi takarannya sampai lupa bersyukur, jika sesuatu itu tidak terpenuhi ia akan bersedih. 

Berdasarkan refleksi dari pengalaman pribadinya menjadi pangeran di Kraton sampai petani kecil di Desa, Ki Ageng menyimpulkan bahwa yang namanya susah dan senang itu pasti dialami oleh manusia, namun yang perlu di garis bawahi adalah perasaan susah maupun senang tidak akan terjadi secara konstan, mereka datang bergantian.

Makanya benar apa yang dikatakan Mas Guna Warma bersama bandnya Nosstress dalam lagunya berjudul “Pegang Tanganku”, yang didalmnya terdapat lirik berbunyi “senang itu sementara, jika senang jangan terlalu, jika sedih jangan terlalu”. Lagu tersebut bukan hanya mengisahkan tentang dunia percintaan anak muda, tetapi juga menjadi media untuk mengingatkan kita untuk selalu bersyukur serta menjalani hidup dengan sikap mengambil jalan tengah, jika senang jangan terlalu, jika sedih jangan terlalu.

Senada dengan lirik diatas, berdasarkan refleksinya Ki Ageng juga memiliki pandangan bahwa keinginan dalam diri manusia itu bisa mulur dan mungkret. Mulur atau berkembang, jika keinginan kita terpenuhi maka keinginan kita tersebut akan berkembang, misal setelah keinginan kita membeli baju baru terpenuhi kemudian kita merasa bahagia, keinginan kita akan mulur “karena bajunya sudah baru, sekarang celananya juga harus baru”. Jika keinginan yang mulur itu tidak tercapai, kita merasa sedih lagi. Rasa sedih pun tidak tetap, ia lahir disebabkan tidak tercapainya keinginan yang berwujud menyesal, kecewa, marah dan sebagainya. Padahal keinginan itu bila tidak tercapai pasti mungkret atau menyusut, dalam artian bahwa apa yang kita inginkan itu berkurang, baik dalam jumlah maupun mutunya. Keinginan-keinginan itu akan terus mungkret, mungkretnya ini baru berhenti bila keinginan kita itu dapat terpenuhi, maka timbullah rasa senang. Jadi rasa sedih dan senang itu tidak tetap.

Pada lirik akhir dalam lagu pegang tanganku ini, Nosstress menuliskan “Sederhanakan diri, di depan masih panjang, karena hidup tak hanya senang dan indah”, yang bisa berarti bahwa kehidupan masih panjang, jangan sombong jangan rendah diri, yang biasa-biasa saja karena senang dan sedih akan selalu datang bergantian. Lirik tersebut juga mengingatkan bahwa dalam hidup kita juga perlu menyederhanakan diri, kalau bisa jangan berlebihan atau kekurangan, seperti yang sudah dijelaskan Ki Ageng dalam 6sa nya yang jika kita mampu memahami serta mengamalkannya kita akan merasakan keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan kita masing-masing yang berdampak pada kebahagiaan sejati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun