Mohon tunggu...
Agus Hendri
Agus Hendri Mohon Tunggu... Lainnya - Skill in the muisc, planting, class and beyond

Menyatukan kekuatan budaya daratan/pedalaman & lautan/pesisir, mjdi sebuah kekuatan yg mendasar utk semua kalangan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menghancurkan Apatis, Menyalahkan Gairah

23 Februari 2018   16:27 Diperbarui: 25 Februari 2018   17:28 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita harus berusaha untuk memprioritaskan sasaran apa saja untuk menunjang potensi yang dimiliki anak didik. Meminimalkan dampak yang akan ditimbulkan, menghargai gairah yang telah berjalan baik, dan mempertahankan dari apa-apa yang sudah menjadi kebiasaan baik. Itulah karakter. Kebiasaan baik dan positif yang telah dan akan terus dilakukan secara berulang dan diterima banyak orang sebagai sebuah teladan, untuk orang sekitarnya.

Untuk itu, perlu ada keselarasan perbuatan dan tindakan. Mana yang harus kita hargai, mana yang mesti kita abaikan dan tidak disukai. Dari setiap aspek itu perlu feedback dan penekanan agar anak mencamkan atau merevisi tindakannya.

Setiap tindakan, sebaiknya memberikan efek positif bagi perkembangan belajar anak. Belajar yang baik itu bukan didapat dengan tindakan instan langsung sempurna, tetapi melibatkan proses dari banyak perbuatan, tindakan, penghargaan, dan peran guru serta orang tua yang terlibat. Menghargai proses akan mendatangkan makna, kesan mendalam, kemudian akan diikuti prestasi belajar yang meningkat.

Bila murid kita tahu bahwa kita percaya pada tindakan dan perbuatan mereka, kepercayaan itu akan dijaganya. Akan membawa umpan-balik terbaik untuk kemajuan belajarnya. Akan mendorong mereka berani membuat perbedaan dalam bersikap positif, tak henti berkreatifitas tanpa rasa takut, dan dalam hening terus meningkatkan pola pikir mereka.

Tindakan elegan guru yang bisa memberi dorongan tersendiri bagi anak untuk meningkatkan hasil belajarnya, seperti:

  1. Menyambut siswa. Penyambutan yang penuh senyum, sapa dan salam. Anak akan mengganggap dirinya penting, bisa diandalkan, dan bisa dilibatkan dalam proses belajar.
  2. Panggil mereka dengan nama. Memanggil nama mereka dengan pas dan tepat, anak akan mengganggap dirinya dikenal baik dan tak diabaikan. Mereka termasuk yang dicamkan dalam benak orang lain, merasa diurus dan dilindungi.
  3. Dengarkan dengan saksama. Dengan mendengarkan apa yang mereka sampaikan, seakan mereka selalu dihargai pendapatnya. Membuat anak percaya diri, mau ambil resiko, tak malu bila pekerjaannya salah. Mau dan berani berbeda dengan temannya. Feedback terhadap mereka bicara akan mampu diingat dengan baik.
  4. Kembangkan rasa ingin tahu. Guru akan selalu memancing dan melibatkan anak ketika belajar dengan 'mengapa' dan 'bagaimana'. Bentuk pertanyaan ini dapat meningkatkan kematangan pola pikir anak.
  5. Bermitra membangun koneksi. Suppor guru dan orang tua pada anak akan memudahkan semuanya. Ada komunikasi antara guru dan anak, guru dan orang tua, dan orang tua dan anaknya sendiri. Koneksi ini akan memudahkan semuanya. Guru dan anak saling percaya dan saling menerima, guru dan orang tua sama-sama membimbing. Orang tua dan anak, orang tua memenuhi kebutuhan belajar, anak membalas dengan melaporkan hasil belajar kepada orang tuanya. Bila hasil anak buruk orang tua tidak melakukan tekanan.

Poin 1 sampai 4 bisa dilakukan tanpa keterlibatan orang tua dengan kreatifitas pendidik. Poin 5 selain kesadaran dan kreatifitas guru dan anak, perlu proaktif orang tua bertanya pada guru, dan mau melayani anaknya. Ini penting, kolaborasi antara guru, murid, dan orang tua akan menjadi tumpuan yang kuat buat kemajuan belajar anak sebagai ‘bintang lapangan’. Ini yang perlu pendidik dan orang tua prioritaskan sebagai bukti 'sayang anak'.

Jika guru sudah memberi tindakan dan dorongan di sekolah dan orang tua di rumah, apakah itu semua sudah cukup?

Sebagaimana mereka dihargai dan 'pede' di sekolah karena disiplinnya, di rumah juga demikian. Bentuknya bisa ditambah sesuai ciri khas aktifitas dan kreatifitas orang tua.

  1. Bangun lebih duluan dari anak. Menyiapkan sarapan dan sebagainya. Terutama hari-hari anak ujian. Hal ini penting bahwa setiap kegiatan penting anak, orang tua juga merasakan pentingnya. Ini akan bisa menimbulkan kepercayaan diri dan semangat anak dalam menjawab soal. Sebagaimana melihat semangat pelayanan orang tuanya. Lihatlah, betapa banyak anak terlambat ke sekolah bukan karena hari hujan. Tetapi karena terlambatnya orang tua bangun pagi.
  2. Menyuruh anak membaca, orang tua juga harus membaca. Membaca sambil mendampingi anak mampu membuat anak bertahan dari kesendirian dalam menghadapi tantangan sekolahnya. Membaca bersama-sama berarti mengakui bahwa ilmu berasal dari olah rasa pandai dan sering membaca. Temani anak dengan lupakan sejenak gadget. Atau kalau pegang gadget juga, tunjukan bahwa kita sedang membaca buku digital pada anak. Tahukah kita, betapa anak-anak cemburu melihat kita membaca kala ia sedang bermain mainannya. Oleh karena itu, selain mainan sediakan juga sebanyak mungkin bacaan sesuai umur anak. 
  3. Menghargai teman-temanya. Tentu teman yang baik yang mengajak pada kontribusi rajin belajar. Tunjukan gelagat mau berkorban untuk menghargai teman-temannya. Seperti menyediakan air minum dan snack ketika temannya datang. Datang semata untuk belajar bersama. Dukunglah kelompok belajar mereka. Beri fasilitas dan kemudahan agar berjalan lancar. Mana tau dari banyak anak, ada satu teman terbaiknya, teman terbaik itu kadang punya pengaruh pada kebaikan anak kita, bisa jadi lebih kuat dari orang tua sendiri. Bila melayani temannya, hati anak akan senang dan bangga pada orang tuanya. Kebanggaan itu akan dibalas mereka. Tunggu saja. Setidaknya dengan makin rajin belajar.
  4. Tidak menyuruh saat asyik bermain dengan hobinya dan hindari omelan berulang yang tak perlu. Itu hanya akan menganggu pikiran dan kenyamanan anak. Jauhi kata ancaman yang bisa saja orang tua tak sanggup melaksanakan. Ketika orang dewasa tidak mampu melaksanakan ancamannya, dari situlah masalah yang sama akan muncul berulang. Sedangkan menyuruh atau memberi perintah saat anak asyik bermain biasanya selalu menjengkelkan anak karena kesenangannya terganggu. Hindari kala itu.
  5. Bisa memilah mana yang urgent dan mana yang prioritas. Berlibur ke mall, ke pantai, menonton ke bioskop itu baik. Tentu saja lebih baik dan urgen menyediakan dan membelikan buku teks pelajaran anak terlebih dahulu dari pada kegiatan berlibur. Jangan biarkan apa yang mendesak tapi tak begitu perlu mencegah kita dari hal yang ternyata tak lebih penting.

Inilah gairah yang perlu guru dan orang tua jaga. Tahu prioritas, mana yang potensial. Mana berimbas luar biasa, mana yang akan menjatuhkan anak dalam kemajuan belajar anak kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun