Mohon tunggu...
Wilis Juharini
Wilis Juharini Mohon Tunggu... -

Aku hanyalah aku....tidak lebih dan tidak kurang... Aku adalah penikmat segala, layaknya omnivora... Aku menyukai semua hal yang nikmat, semua yang enak, semua yang asik, dan semua yang tidak memusingkan... Aku bukan seorang yang penuh ambisi... Hanya saja aku adalah orang yang memelihara mimpi... :)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Wisata Budaya di "Brussel-nya Indonesia"

23 September 2010   05:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:02 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tengterereng...... Museum??? Oh no.... :p Apa yang akan kalian katakan kalau ada orang yang mengajak kalian pergi ke museum? Hhhahaa.... Mungkin tidak jauh2 dari apa yang aku katakan. "Ya ampuuunnn... nggak ada tempat lain apa ya?" "Adduuh.... males deh. Membosankan" "Iiihhh... Ade ape di sana cing?" "Oh my gosh... ityu khan engghak bangghet deeecchhh..." " Museum? Makanan jenis apa itu?" Hahahhaa.... Buruk semua bukan, gambaran tentang museum kita? Mungkin di antara kita bahkan ada yang hanya menginjakkan kaki di museum ketika masih SD, itupun karena wajib plus ancaman nggak naik kelas... :p Bukan salah kita juga sih ya, secara penampakan museum2 di Indonesiah tercinta ini memang rada ajaib. Cenderung ke kusam, kuno, kayu, mistik, dan suram. Mungkin karena sifat dasar masyarakat Indonesia yang memang teramat sangat menyukai romantisme, sehingga enggan/merasa sayang untuk mengganti penampilan menjadi lebih keren dan mengikuti zaman, atau persyaratan sebuah museum memang seperti itu. Seandainya semua museum di Indonesia sekeren Grand Place atau New England Museum gitu, sepertinya bayangan2 buruk tentang museum ini tidak perlu ada. :) Entah jin iprit dari mana, yang akhirnya membuatku dan salah seorang teman tiba2 sepakat untuk mencoba wisata budaya ke museum2 di Jakarta awal bulan kemarin. Jakarta Kota yang terkenal memiliki banyak sekali museum, mungkin saja merupakan "Brussel-nya Indonesia". hahahahaha.... Kota museum. Dan eng-ing-eng.... yang terjadi, ya terjadilah.... Akhirnya kami (aku dan teman) pergi ke beberapa museum di Jakarta Kota, dan aku akan berbagi sedikit pengalaman disini.... ^_^ Kami mengawali perjalanan dengan bertemu di Stasiun Bogor. Dengan tiket kereta AC-Ekonomi seharga Rp.5.500 kami berdua melaju menuju Stasiun Kota Jakarta. Sambil menikmati perjalanan, kami mulai memilah, memilih, dan menentukan museum2 mana saja yang akan kami kunjungi hari itu. Untuk yang pertama, kami sepakat mendatangi Museum Bahari dan Menara Syahbandar yang terletak didekat Pasar Ikan. Sesampainya di Stasiun Kota, kami sempat ragu dengan moda transportasi yang akan kami pilih. Demi mendukung niatan "wisata budaya" kami, maka kamipun memilih "Ojek Sepeda Onthel". Sempat terpikir untuk menyewa sepeda saja berdua, tapi karena malas berdebat siapa yang membonceng dan siapa yang di bonceng, jadi lebih adil kalau semua membonceng pada tukang ojek saja. Hanya dengan Rp. 5.000 kita sudah bisa nangkring di atas sepeda onthel sampai Menara Syahbandar, meski harus sedikit was2 karena tidak ada helm-nya :p Menara Syahbandar Memasuki pelataran menara tua ini, aku melihat ada beberapa bangunan yang berada dalam satu kompleks menara itu. Tetapi, hanya satu bangunan yang bisa kita masuki, yaitu Menara Syahbandar-nya. Bangunan lainnya adalah bangunan yang dulunya di gunakan sebagai tempat administrasi dan juga kantor pabean. Hari itu, menurut si bapak yang menjaga menara, cukup banyak pengunjung yang datang. Kami membeli karcis seharga Rp. 2.000 untuk memasuki Menara Syahbandar, sekaligus masuk ke Museum Bahari. Mungkin karena rombongan di depan kami adalah para mahasiswa, maka kamipun di beri tiket mahasiswa (Positif thinkin' nya ya kami terlihat masih imut2 laksana mahasiswa. hehehe). Si bapak mengatakan pada kami bahwa ketika kami ke Museum Bahari nanti, kami tidak perlu lagi membeli tiket karena sudah merupakan tiket terusan. :)

Bangunan yang berdiri sejak tahun 1839 itu dulunya berfungsi sebagai menara pengintai/pengamatan untuk kapal2 yang datang ke Pelabuhan Sunda Kelapa. Konon katanya, dulu titik nol kota Jakarta adalah di tempat itu. Menara ini terdiri dari 4 lantai. Kami langsung naik sampai mentog ke atas atap menara. Disana kami bisa melihat pemandangan sekitar pasar ikan yang ramai, padat, dan bangunan2-nya "Belanda Banget". Aku sedikit berkhayal, rasanya enak juga lho berada di tempat yang (dulunya) adalah tempat yang di gunakan untuk mengawasi kapal2 di pelabuhan. Membayangkan sambil melihat ke arah laut, bagaimana suasana ketika kapal2 dagang berdatangan. Sedikit aneh saja karena tidak ada peralatan2 navigasi misalkan teropong atau sejenisnya :p Dari menara, kita juga bisa melihat (boleh juga
membayangkan) posisi2 sarana dan prasarana pelabuhan sunda kelapa jaman dulu. Di depan menara syahbandar, adalah Museum Bahari yang dulu merupakan bangunan untuk gudang. Di seberang jalan ada Galangan VOC yang merupakan galangan kapal untuk kapal2 yang rusak, namun sekarang galangan itu berubah menjadi cafe dan restourant. Sayangnya, aliran sungai yang mengalir di samping cafe itu sangat2 hitam, kemungkinan hitamnya lebih hitam daripada coffee yang di sediakan di cafe itu. :) Bagian dalam menara itu sendiri tidaklah terlalu menarik, dalam artian tidak banyak barang yang ada di sana. Di lantai 4 kosong melompong, lantai 3 berisi poster2 sejarah perjalanan menara ini dari waktu ke waktu. Kalau di lihat dari cerita di poster itu, perubahan di menara tidaklah banyak. Hanya beberapa peralatan yang tidak lagi ada, seperti antena dan penangkap radar di atas bangunan pabean. Lantai 2 adalah pintu masuk yang rupanya juga merupakan tempat sebuah prasasti yang entah menggunakan bahasa apa. Lantai 1 rupanya merupakan penjara yang digunakan untuk menahan para penjahat, perompak, ataupun tahanan kapal. :p Puas bernostalgia dengan Menara Syahbandar, aku dan teman akhirnya memutuskan untuk berpindah ke Museum Bahari. Jaraknya dekat sekali dengan menara, sehingga hanya perlu berjalan kaki. Karena kami telah membeli tiket terusan, maka kami tidak perlu membeli tiket lagi. Kamipun mulai menyusuri lorong demi lorong dari Museum Bahari yang memang berlorong2 itu. Terlalu kosong dan sepi untuk dibilang sebagai ruangan. :p Museum Bahari Pintu yang memisahkan ruangan/bangunan satu dengan yang lainnya bentuknya seragam, yaitu pintu beton yang melengkung di bagian atasnya. Model penataan pintu itu lurus, sehingga ketika daun pintu di buka, kita langsung bisa melihat bagian ujung lain bangunan. Aku menyukai susunan ini, terkesan sangat gamblang dan senyap. Disalah satu dinding yang sangat dekat dengan pintu masuk, aku membaca sebuah prasasti yang di tempel di tembok. Rupanya itu adalah lirik Lagu Nelayan Selat Madura. Jadi kepengen nyari lagunya di YouTube (dan nggak nemu).... :p
Ruangan yang pertama adalah ruangan yang berisi poster2 lawas mengenai sejarah Sunda Kelapa, Batavia, Jayakarta, dan Jakarta, beserta dengan tetek bengeknya. Ada juga cerita mengenai Sungai Ciliwung, dan beberapa cerita lainya. Beberapa lorong setelahnya adalah aneka rupa kapal yang pernah ada/masuk ke Indonesia. Bagus2 sekali miniatur kapalnya. Sulit di bayangkan pada masa itu sudah ada orang yang ahli membuat kapal yang begitu megah dan kuat untuk menjelajah. Kamipun naik ke lantai 2. Di lantai 2, kami melihat ada contoh rempah2 yang dulu di perdagangkan yaitu cengkeh, pala, dan beberapa rempah yang lainnya. Ada juga beberapa macam fosil2 kerang dan binatang2 laut yang di awetkan. Selain itu, di ruangan itu juga terdapat sebuah miniatur Pulau Onrust yang terletak di Kepulauan Seribu. Rupanya jaman dulu pulau itu merupakan salah satu pulau terpenting untuk VOC. Dimana di sana banyak sekali bangunan2 yang di gunakan untuk berbagai kepentingan, salah satunya adalah karantina para calon Jema'ah Haji. Sayangnya, saat ini Pulau Onrust sudah banyak terkikis abrasi dan hanya meninggalkan beberapa puing2 bangunan saja (belum kesampean cita2 kesana). :(
Ruangan berikutnya banyak berisi komponen2 kapal mulai dari jaman jadul juga. Ada bagian lampu badainya saja, jangkarnya saja, pelampungnya saja, kemudinya saja, loncengnya saja, dan masih banyak lagi bagian2 yang lainnya. Selain bagian2 kapal, ada juga beberapa macam alat penangkap ikan yang digunakan dari jaman dulu. Kebanyakan masih sama atau mirip, contohnya saja Bubu. Beberapa benda di pajang di atas meja, dan beberapa yang lainnya di pajang di dalam lemari kaca, mungkin agar tidak cepat rusak karena bahan pembuatannya. Lanjut ke ruangan lain, dimana terdapat photo2 berbingkai yang di tempel di dinding. Banyak sekali photo2 yang ada di ruangan itu. Kebanyakan photo itu adalah photo2 saudagar/pedagang yang dulu datang ke Indonesia pada masa perdagangan. Karena aku dan teman sedikit mati gaya di ruangan itu, maka kamipun memilih untuk menggunakan lantainya sebagai tempat "ndelosor2" sambil photo2. :p Kamipun melanjutkan perjalanan ke bangunan museum yang terletak di belakang. Namun sayang, tidak banyak lagi barang2 yang bisa kami lihat. Entah mengapa museum bahari ini menurutku sedikit kurang efisien. Mungkin karena memang dulunya museum ini adalah gudang untuk pelabuhan, maka bangunannya sangat luas dan tua sehingga banyak sekali ruangan nganggur. Karena terlalu luas itu, maka museum ini sangat terasa kosong. Satu ruangan besar hanya di isi beberapa benda, dan banyak juga ruangan yang kosong melompong. Mungkin sebaiknya segera di lakukan tata ulang untuk isi museum ini. (Pastinya minta dana pemerintah karena tidak akan cukup dari uang tiket) :p Ketika kami berada di pelataran tengah museum, aku merasa sangat menyukai area itu. Entah kenapa sepertinya ada kenyamanan tersendiri berada di tengah2 bangunan tua itu. Berdiri di atas lantai paving block, di kelilingi tembok dengan jendela kayu tua dengan cat-nya yang telah mengelupas, dan paduan warna sejuk antara "cat dinding putih luntur, hijau jendela, coklat jendela, langit biru". wuidiiiihhhh.... :)
Toko MerahKamipun beranjak meninggalkan Museum Bahari dengan mengojek sepeda lagi. Kali ini kami akan melihat koleksi yang ada di museum2 di sekitar Stasiun Kota. Namun oleh tukang ojek sepeda (berdasarkan requets temanku itu), kami di antarkan terlebih dulu ke Toko Merah. Untuk sekedar berfoto saja tentunya, karena sekarang ini aku tidak tahu persis penggunaannya. Konon katanya ketika VOC masih berkuasa, Toko Merah yang di bangun pada abad ke-17 (see... hampir 3 abad) ini pernah dijadikan sebagai kediaman Gubernur Gustaf Baron van Imhof, tempat AAL, dan juga pernah digunakan untuk guest house para pejabat. Toko ini dinilai sebagai salah satu saksi mata dari banyak sekali kejadian yang terjadi di sekitarnya. Keren juga ini bangunan, semua-mua berwarna merah. Entah mengapa atau dengan alasan apa arsiteknya dulu mempertimbangkan sebelum membangun. Mungkin beliau sudah bisa menerawang bahwa ratusan tahun yang akan datang, akan ada orang2 narsis (seperti aku) yang akan sangat senang berfoto2 ria di depan bangunan2 antik & nyentrik. Karenanya beliau membuat bangunan unik dengan memilih warna merah untuk semua komponennya.... :p Masih dengan ojek sepeda yang sama, aku dan teman melaju menuju tempat yang baru. Harganya sama juga ternyata dengan keberangkatan dari stasiun, cukup dengan Rp. 5.000 . Kami turun di depan Museum Wayang. Wuidiihh.... ramai benar siang itu. Banyak rombongan2 anak sekolah yang datang. Nampaknya aku lupa kalau menjelang hari jadi Kota Jakarta, museum2 membuka program untuk anak sekolahan. hahhahaha..... Mari bergabung bersama mereka.... :p Museum Wayang
Kami tidak langsung masuk ke Museum Wayang, melainkan terlebih dulu bersantai dan mengaso di depan museum sambil menikmati lalu lalang orang. Ada sekumpulan anak2 remaja yang (sepertinya jaman sekarang sering di panggil Alay) duduk di depan pelataran dengan dandanan seragam, celana pensil yang melorot di pantat, tas gendong yang talinya panjang banget, gaya rambut yang khas banget, dan nggak ketinggalan handphone di tangan dengan jari yang aktif klik-klak-klik-kluk... :) Ada juga beberapa orang yang berputar2 dengan sepeda onthel sewaan warna-warni, lengkap dengan topi meneer-nya. Ukuran sepedanya ternyata ada yang kecil juga lho..... Kapan2 aku dan teman memutuskan untuk mencoba, namun tidak hari itu. Pasti lebih keren karena kita akan bisa merasa menjadi meneer pada jaman belanda dulu, yang berkeliling kota sambil bersepeda :) Banyak lagi aktivitas di tempat itu sehingga menambah hiruk pikuknya pelataran museum. Kebanyakan adalah bule bersama dengan pemandunya. Memang, nampaknya wisata museum ini lebih di gemari oleh bule2 ketimbang masyarakat Indonesia sendiri. Satu pemandangan yang cukup menarik perhatianku adalah sekelompok anak yang (sepertinya) sedang membuat film/video klip. Aku dan temanku memperhatikan gerak-gerik mereka, sampai dengan main tebak adegan. Kocak2 sekali tingkah anak2 itu. :p
Akhirnya kamipun masuk ke Museum Wayang, bergabung dengan pengunjung yang lain. Museum ini sudah tidak banyak "kesan belandanya". Hanya di bagian luar dan beberapa bagian di dalam yang masih terlihat "Belanda banget". Tetapi secara keseluruhan, sudah lebih modern. Banyak sekali etalase2 kaca yang di gunakan untuk menampilkan berbagai jenis wayang. Wayang golek, wayang kulit, wayang orang, sampai dengan ondel2 juga ada di sana. Wayang2 dari berbagai daerah di Indonesia, di simpan di sana lengkap dengan keterangan2nya. Selain itu, banyak juga patung2 yang menggambarkan tokoh2 pewayangan seperti Hanoman, Gatot Kaca, dll. Di setiap etalase, ada keterangan2 yang menyebutkan informasi mengenai nama, asal, peran, dan informasi2 yang lainnya. Aku sempat melihat di museum itu ada pemain "si unyil" lengkap. Masih ingat kan siapa Unyil? Sewaktu aku masih kecil, di TVRI si Unyil sering diputar dan menjadi tontonan wajib anak2. Unyil, Usrok, Pak Ogah, Mbok Bariah, dll. Jadi berasa bernostalgia senja gitu deh.... :P Selain wayang dalam negri, banyak juga wayang2 yang berasal dari luar negri. Menurut temanku, wayang2 dari luar negri itu ada yang di bawa oleh tamu negara sebagai oleh2 untuk Presiden Indonesia ketika datang ke Indonesia, dan ada juga yang merupakan cideramata ketika Presiden bertandang ke negara lain. Ada wayang dari berbagai benua mulai dari Asia, Amerika, Australia, Eropa, dan Afrika. Semua dengan ciri dan keunikan masing2.
Museum Wayang rupanya juga menampilkan aneka topeng, gamelan, ondel2, dan beberapa benda yang mendukung pewayangan. Menyenangkan sekali rasanya melihat benda2 unik seperti itu dilestarikan dan diperhatikan keberadaannya. Jadi, nanti anak cucuku akan tetap bisa melihat wayang dari jaman ke jaman. :) Dalam perjalananku bersama teman waktu itu, kami menemukan beberapa lokasi di dalam museum yang sedikit aneh (menurut kami). Menurutku dan temanku, tempat2 itu sedikit nyeleneh dan tidak lazim penempatannya. Contohnya adalah sebuah pilar yang dipasang di tengah2 ruangan, yang akhirnya justru menyebabkan beberapa miniatur wayang tersembunyi. Ada juga tembok pembatas yang tiba2 muncul membelah pilar dengan potongan gambar yang tidak wajar. Akhirnya kami menggunakannya sebagai studio photo saja. hahahhaha Untuk masuk ke museum wayang ini, harganya sama murahnya dengan museum2 yang lain. Cukup dengan Rp. 2.000. Karena kunjungan pertamaku bersama teman waktu itu sangat singkat, sepertinya aku harus ke museum itu lagi kapan2. :p Setelah dari museum wayang, perjalananku bersama temanku berlanjut ke Museum Keramik dan Museum Bank Indonesia. Tapi aku mau istirahat dan bernafas dulu yaaaa.... Udah panjang banget kayaknya tulisan ini. hahahahhaa.... Akan di lanjutkan pada kisah selanjutnya. :)) Beberapa museum tidak dapat kami kunjungi hari itu, karena waktu berlalu begitu cepat. Kamipun sepakat untuk melanjutkan wisata budaya itu di lain waktu.... ^_^ Thanks ya mbak Ana "Meleng" untuk wisata budaya sehari-nyaaaaa :p Get There Pengen ikut merasakan seni-nya berwisata budaya ke museum2 di Jakarta Kota?? Gampang dan murah koq caranya..... Tinggal disesuaikan starting point-nya saja. Bisa naik kereta, busway, metromini, bajaj, atau ojek, yang penting berhenti di Stasiun Kota. Kalau sudah sampai di Stasiun Kota Jakarta, baru deh semua menjadi "sama". hehehehe * Untuk yang dari Bogor : Bisa memilih kereta AC Ekonomi jika ingin mendapatkan kenyamanan dengan harga relatif murah, Rp. 5500. :) Dari Stasiun Kota menuju Menara Syahbandar, di sarankan naik ojek sepeda onthel, agar kesan wisata ala jaman dulunya lebih terasa. Kita hanya perlu menyebutkan nama "Menara Syahbandar" atau "Museum Bahari", maka tukang ojegnya akan langsung membawa kita kesana. Harga ojek sepeda sampai dengan menara sama rata koq, yaitu seharga Rp. 5000. Begitu juga ojeg dari menara sampai Museum Wayang, Rp. 5000 juga. Dari Museum Wayang dsk menuju Stasiun Kota sih kita jalan kaki saja karena jaraknya tidak begitu jauh. Tiket masuk museumnya, murah meriah sodara2. Menara Syahbandar+Museum Bahari (Rp. 2000-3000) tergantung apakah masih (terlihat)mahasiswa atau umum, sedangkan Museum wayang cukup dengan Rp. 2000. Murah meriah kan?? Jadikan museum2 ini sebagai alternatif tujuan wisata kalian selanjutnya yaaaaa .... [Wilis J]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun