Jika harapan terbesar orangtua konvensional ingin anaknya menjadi PNS, orangtua saya lain. Barangkali orangtua saya lebih mendorong anaknya menjadi karyawan Kompas. Supaya bisa menjadi anak buah Jakob.
Demikian dekatnya saya mengenal sosok Jakob sejak kecil. Sehingga dia juga menjadi panutan pertama saya selama tiga tahun berkecimpung di dunia jurnalistik. Saya belajar menjadi jurnalis melalui kisahnya di masa-masa awal mendirikan Kompas.Â
Saya mengenal dasar-dasar jurnalisme lewat pendekatan yang dia kembangkan di Kompas. Saya belajar banyak dari Jakob sebelum kelak saya mengenal dan menimba ilmu pula dari tulisan-tulisan Goenawan Muhammad, Daniel Dhakidae, serta Nezar Patria.
Kini sudah saatnya tokoh panutan saya kembali pulang. Sekarang Jakob telah rebah di Kalibata. Taman peristirahatan terakhir bagi para kusuma bangsa. Tempat persemayaman abadi yang kerap dihuni oleh para veteran perang, prajurit militer maupun purnawirawan, hingga mantan petinggi negara.
Bumi Kalibata telah memeluk Jakob. Sebuah pengakuan terbesar yang menunjukkan betapa besar kiprahnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui kerja jurnalistik berkualitas tinggi. Meskipun dia bukan veteran perang, tentara, ataupun mantan petinggi negara, tetapi Kalibata menyambut Jakob sebagai sosok pahlawan bagi bangsa Indonesia.
Requiescat in pacem.Â
Beristirahatlah dalam damai, Jakob Oetama. Karyamu abadi.
(Tulisan ini pernah dimuat di gusdurian.net)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H