Mohon tunggu...
Ageng Yudhapratama
Ageng Yudhapratama Mohon Tunggu... Lainnya - Pengangguran profesional

Seorang manusia yang sering sambat mengenai banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengusir Orang-orang Europeanen

17 September 2020   01:52 Diperbarui: 17 September 2020   01:55 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret orang-orang Europeanen (Foto: id.wikipedia.org)

Namun ia pula yang lantas memimpin upaya rekonsiliasi antara warga kulit hitam dan warga kulit putih di negaranya tercinta. Maka tidak perlu heran jika di momen perhelatan akbar Piala Dunia 2010, Shakira bisa asyik menyanyi dan berjoget "Waka-Waka" dengan ditemani para penari latar yang beraneka warna kulit.

Sedangkan Bung Karno gagal melakukan hal itu di separuh akhir masa kepresidenannya. Ia terjerumus untuk mengeluarkan kebijakan rasis demi memuluskan kepentingan politiknya. 

Makin sialnya lagi, setelah Bung Karno lengser keprabon (atau dilengserkan), kita memiliki Suharto yang juga seorang rasis. Bahkan lebih parah dari Bung Karno, ia menerapkan kebijakan rasis tersebut di sepanjang masa kekuasaannya.

Jadi memang pekerjaan rumah bangsa ini sangat berat untuk melawan rasisme. Sebab bapak bangsa kita sendiri pun pernah mewariskan satu kebijakan terkenal yang sangat rasis. Sedihnya, narasi sejarah politik tersebut sungguh populis dan terdengar sangat heroik dalam penjelasan di buku-buku sejarah sekolahan.

Akan tetapi semuanya kembali kepada diri kita, terlebih kita yang masih sering membangga-banggakan status sebagai pribumi. Apakah memang kita sudi mengulang dosa masa lalu Bung Karno? Membenci orang-orang hanya karena terlihat berbeda ciri fisiknya dengan kita? 

Iri dengan segelintir orang yang kaya yang kebetulan memiliki wajah yang lain dengan wajah kita? Mengusir orang hanya karena menurut ego picik kita, kampung halaman nenek moyang mereka bukan di sini, bukan di tanah air Indonesia?

Atau kita mau belajar dari kesalahan sejarah bangsa kita dan khusus untuk poin ini kita memilih meneladan Mandela daripada Bung Karno? Maukah kita memilih menjadi generasi baru bangsa Indonesia yang anti-rasis?

Saya tidak tahu jawaban kalian. Jadi untuk saat ini saya hanya ingin kembali melamun dan melanjutkan gumaman sendu senandung ini...

Geen lontong, sate babi, en niets smaakt hier pedis~

Geen trassi, sroendeng, bandeng geen een tahoe petis~~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun