Mohon tunggu...
Ageng Yudhapratama
Ageng Yudhapratama Mohon Tunggu... Lainnya - Pengangguran profesional

Seorang manusia yang sering sambat mengenai banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Inovasi Parklet untuk Trotoar Jogja

3 September 2020   19:03 Diperbarui: 4 September 2020   18:43 1748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustasi parklet di Dallas. (Foto: dallas.eater.com)

Satu-satunya trotoar yang rutin diperhatikan pemerintah, nyaman, dan menarik bagi keramaian pejalan kaki barangkali hanyalah trotoar di kawasan jantung wisata Malioboro. Selain di Malioboro, berjalan kaki di Jogja adalah sebuah mimpi buruk. 

Meskipun sama-sama kota yang terletak di kaki gunung, cuaca di Jogja tidak lebih sejuk dibandingkan dengan Bandung, Malang, atau Magelang. Cobalah berjalan kaki sebentar saja di siang hari. Dijamin keringat segera bercucuran di sekujur badan. 

Apalagi sebagian besar trotoar di Jogja berada dalam kondisi mengenaskan. Sempit, rusak, tanpa guiding block, dan level ketinggiannya naik-turun. Pejalan kaki di Jogja juga harus menghadapi aneka macam rintangan di atas trotoar. Rintangan itu mulai dari tiang listrik, pot tanaman, PKL, parkir, hingga tempat mangkal ojek/becak.

Makin parah lagi karena beberapa ruas jalan utama di dalam kota masih ada yang tidak memiliki trotoar sejengkal pun. Alhasil pejalan kaki harus turun ke jalan jika melewati ruas jalan yang seperti ini. Sangat tidak manusiawi untuk dipakai berjalan kaki sehari-hari.

Hemat kata, Jogja adalah kota yang tidak nyaman untuk berjalan kaki. Walaupun ada sedikit perkecualian seperti di Jl. Malioboro dan Jl. Mangkubumi, standar umum trotoar yang bisa ditemui di kota wisata ini adalah sempit dan amburadul. 

Sedihnya, trotoar di Jogja memang sulit dilebarkan lagi karena lebar jalanan di kota ini memang sudah sempit. Saking sempitnya lebar jalanan kota, di beberapa ruas jalan sudah diterapkan kebijakan jalan satu arah. Tentu tujuannya untuk melancarkan lalu lintas kendaraan di jalan raya.

Namun tetap saja kendaraan bermotor yang lebih  diutamakan di ruas-ruas jalan satu arah ini. Trotoar dan jalur sepeda tidak serta-merta ikut dilebarkan meski sudah ada space yang tersedia. 

Pemerintah justru lebih mengakomodasi parkiran tepi jalan di ruas-ruas jalan satu arah tersebut. Contoh mudahnya bisa dilihat di sepanjang ruas Jl. Urip Sumoharjo.

Dengan kondisi yang demikian ruwet, "parklet" bisa menjadi konsep menarik untuk coba dipraktekkan di Jogja.

Apa Itu Parklet?

Parklet adalah sebuah konsep simple public space yang pertama kali diinisiasi oleh kota San Fransisco. Kini ide ini sudah menyebar luas di kota-kota Amerika Utara, Amerika Latin, Eropa, hingga Australia.

 Konsep ini mencoba memanfaatkan sebagian ruang di setiap beberapa meter parkiran tepi jalan sebagai perluasan trotoar yang menjorok ke badan jalan.

Umumnya parklet memakan ruang selebar 2-3 space parkir mobil. Di parklet ini, bisa disediakan tempat duduk, peneduh/perindang, mini green space, parkiran sepeda, hingga instalasi seni jalanan. 

Tujuannya sebagai public space untuk warga kota agar bisa bersantai menikmati suasana kotanya. Bisa juga sebagai fasilitas tempat duduk-duduk bagi pejalan kaki yang kelelahan. 

Di sisi lain, para juru parkir tidak perlu diusir. Tidak perlu memancing resistensi dari juru parkir yang selama ini yang mencari rezeki dari jalanan . Pemerintah hanya perlu meminta sedikit space parkiran untuk dijadikan parklet.

Perlu diingat kalau parklet bukan hal penting-penting amat bagi kota-kota yang trotoarnya sudah cukup lebar. Akan tetapi, parklet menjadi terobosan bermanfaat untuk kota-kota dengan trotoar yang terlalu sempit. A

palagi jika kota tersebut juga tidak memiliki taman kota dan public space dalam jumlah yang cukup memadai, seperti di Jogja. Konsep parklet memungkinkan kota-kota ini menambahkan fasilitas umum seperti bangku atau taman mini di trotoar tanpa mengganggu arus lalu-lalang pejalan kaki. 

Lokasi parklet yang ideal adalah di titik-titik ruas jalan utama kota yang bahu jalannya sudah "permanen" sebagai lokasi parkir dan tidak pernah sepi kendaraan parkir. 

Dengan demikian pengguna parklet otomatis terlindung dari keramaian arus lalu lintas. Sebab ramainya mobil/motor yang selalu memenuhi tempat parkir akan menjadi "pelindung" parklet. Kendaraan-kendaraan terparkir ini akan meminimalkan risiko  tertabrak kendaraan bagi warga yang sedang berada di area parklet.

Untuk kota Jogja, lokasi yang kira-kira memenuhi syarat tersebut ada di ruas jalan satu arah sepanjang Jl. Urip Sumoharjo, Jl. Herman Yohanes, dan Jl. C. Simanjuntak. Ketiga lokasi ini bisa dijadikan lokasi percontohan pemasangan parklet. 

Sebab, ketiganya adalah lokasi yang selalu ramai aktivitas perekonomian. Selain itu, mayoritas kompleks pertokoan di ketiga lokasi tersebut tidak memiliki lahan parkir memadai sehingga harus memanfaatkan bahu jalan untuk menampung parkir kendaraan konsumen.

Di lokasi-lokasi tersebut nantinya bisa dipasang sebuah parklet dalam jarak setiap 300-400 meter. Keistimewaan Jogja bisa dimunculkan dengan tema serta desain yang kreatif dan tidak monoton antara satu parklet dengan yang lain. 

Pun apabila tidak memungkinkan membuat parklet permanen, Jogja bisa menghadirkan parklet temporer. Banyak kota di dunia yang menerapkan konsep parklet temporer yang bisa dibongkar pasang dengan mudah.

Parklet bongkar pasang di San Fransisco. (Foto: sf.streetsblog.org)
Parklet bongkar pasang di San Fransisco. (Foto: sf.streetsblog.org)

Jika inisiatif di lokasi percontohan ini disambut baik oleh warga, selanjutnya parklet bisa dipasang di seluruh jalan protokol di Jogja. Warga Jogja pun lama-lama akan merasa nyaman untuk berjalan kaki untuk bermobilitas jarak dekat. 

Sebab mereka tahu ada public space yang tersedia untuk tempat mereka beristirahat dan bersantai sejenak kalau merasa capai, tanpa perlu mampir dulu ke minimarket/warung terdekat.

Pada akhirnya, parklet bukan hanya menjadi inovasi untuk mencukupi kebutuhan public space sebuah kota. Bukan tidak mungkin parklet juga akan menjadi identitas baru yang melekat dengan image Jogja istimewa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun