[caption caption="Masyarakat menuntut Pembubaran FPI | sumber: www.satuislam.org"][/caption]Di tengah hiruk pikuk penentangan rencana kedatangan Habib Rizieq Shihab di Banyumas, tampil pembelaan pemikiran demokrasi ala barat yang digelontorkan oleh seorang aktivis sosial pro demokrasi Barid Hardiyanto dan Muhamad Khayat.
Barid Hardiyanto mengatakan siapa saja berhak mendirikan dan mendeklarasikan organisasi, termasuk FPI di Banyumas. “Sesungguhnya siapa saja berhak mendeklarasikan diri sejauh dia tidak melakukan kekerasan.”, belanya terhadap isu rencana kedatangan Rizieq. (Baca: Ormas Banyumas Tolak Habib Rizieq dan FPI)
Barid lupa, bahwa deklarasi FPI sudah lama berlalu, dan sepak terjang FPI sepanjang aktivitasnya yang destruktif ala cowboy hampir menghiasi berbagai media tanah air sepanjang waktu. Di beberapa tempat, FPI juga ditolak keberadannya.
Pada 2014 lalu ratusan orang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Tulungagung Cinta Damai (AMTCD) menggelar demo menentang deklarasi dan pendirian FPI ke depan Gedung DPRD. Saat itu massa juga meminta dukungan warga untuk menolak FPI dengan membubuhkan tanda tangan di kain putih yang digelar. Massa juga mendatangi Polres Tulungagung untuk mendesak pihak polres tidak memberikan izin deklarasi pendirian FPI di Tulungagung. (Baca: Masyarakat Tulungagung Tolak FPI)
Harap diketahui, mungkin sebagaian lupa, bisa jadi sebagian telah memaafkan atau sebagian lagi malah tidak perduli. Telah banyak terjadi kegiatan yang berujung anarkis telah dilakukan oleh FPI di berbagai daerah. Tidak sedikit telah memakan korban. (Baca: Mengintip Kebrutalan Demo FPI Menolak Ahok)
Kebebasan berpendapat, berserikat dan berkumpul memang dilindung oleh Undang-undang. Namun sebagian kebebasan tersebut sering disalah tafsirkan praktek dalam berbangsa dan bernegara. Kita setuju, bahwa sebagai warga negara semua punya hak untuk berfikir, berpendapat dan berkiprah di bawah panji-panji hak asasi manusia. Namun tidak semua dari kita lupa, bahwa demokrasi di negeri ini harus berpijak pada roh dan semangat pancasila sebaga landasan berbangsa dan bernegara.
Siapapun boleh mendirikan organisasi kemasyarakatan, termasuk FPI. Namun perlu di tekankan, bahwa negara tidak boleh abai, dan negara harus senantiasa hadir membawa buku catatan raport. Manakala sebuah ormas atau kumpulan orang tertentu dalam kiprahnya secara sosial tidak memberikan banyak aspek positif dan justru memiliki banyak catatan kegiatan yang destruktif, negara harus hadir memberikan sangsi-sangsi atas pelanggaran kompetensi yg disajikan oleh pengurus sebuah organisasi. Ijin organisasi yang banyak melakukan pelanggaran sosial mungkin saja sulit dibekukan dengan dalih melanggar konstitusi, namun tidak menjadikan negara harus abai menindak dan membekukan kegiatan organisasi tersebut.
Aktivis sosial pro demokrasi Barid yang ala Barat, jelas tidak sesuai dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia; yang memiliki ruh pertanggungjawaban sekaligus bertentangan dengan prinsip demokrasi yang tujuan utamanya menciptakan tatanan bernegara yang tertib dan teratur melalui pastisipasi publik. Demokrasi Pancasila adalah kebebasan yang dipenuhi tanggungjawab, yakni kebebasan yang dibatasi oleh norma prilaku ketimuran, yang memiliki etika malu ketika kebebasannya menciderai orang atau kelompok lain. Pun juga berpegang pada prinsip keteraturan yang lebih luas.
[caption caption="Tuntutan pembebasan Abu Bakar Ba'asyir dari beberapa ormas, termasuk FPI di dalamnya | sumber: www.suara-islam.com]
FPI mungkin sulit dibubarkan. Tetapi setidaknya masyarakat Banyumas pernah mencontohkan bagaimana menghadapi Hizbut Tahrir Indonesia yang memiliki rekor sebagai organisasi Intoleran, titipan, multinasional, menolak Pancasila sebagai asas bernegara, mengharamkan hormat bendera merah putih yang oleh bapak-bapak pendiri negara ini dipertahankan dengan darah dan airmata. Masyarakat Banyumas yang manstreem adalah masyarakat yang toleran, ‘terpaksa’ menjadi intoleran terhadap ormas-ormas ‘legal’, namun tidak mampu mengendalikan anggotanya yang cenderung liar; mengkafir-kafirkan dan mensesat-sesatkan kelompok lain bahkan menuding negara sebagai ‘taghut’ atau tuhan bikinan.
Mungkin, sebagai aktivis pro demokrasi, Barid, Muhammad Khayat dan yang lainnya lupa bahwa Intoleran terhadap kelompok Intoleran adalah Toleran. Toleran terhadap Intoleran adalah Intoleran. Dan diam terhadap aksi Intoleran adalah Intoleran pasif. (Baca: FPI, Membela Islam atau Mencederai Islam?)