Mohon tunggu...
Agavia Syifa Rivani
Agavia Syifa Rivani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Jakarta

hi!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Gaya Bank Sebagai Tantangan Pembelajaran Daring di Masa Pandemi (Perspektif Paulo Freire)

18 Desember 2022   14:39 Diperbarui: 20 Desember 2022   07:27 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Oleh Bukamatanews.id

Agavia Syifa Rivani (1405620085)

Pendidikan Sosiologi A 2020

Ketika berbicara tentang pendidikan, maka yang pertama kali terbesit dalam pikiran adalah betapa pentingnya peran pendidikan bagi keberlangsungan hidup. Pendidikan bukan hanya sekedar sarana memperoleh pengetahuan, namun lebih dari itu pendidikan merupakan serangkaian proses belajar yang harus dilalui setiap orang agar dapat mencapai kehidupan yang lebih baik sesuai dengan tuntutan pembangunan. Sadar akan pentingnya pendidikan, akhirnya menjadikan eksistensi pendidikan sebagai sebuah urgensi di dalam situasi apapun, termasuk saat pandemi Covid-19 melanda dan merubah hampir seluruh tatanan kehidupan.

Covid-19  adalah  penyakit  menular yang disebabkan  oleh  jenis  corona  virus baru  yaitu Sars-coV-2 yang ditemukan pertama kali di Wuhan, Tiongkok pada tanggal 31 desember 2019. Virus corona atau Covid-19 ini bisa menyebabkan gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, bahkan kematian (Nafrin & Hudaidah, 2021).  Virus ini tertular melalui tetesan kecil (droplet) yang dikeluarkan pada saat seseorang batuk atau bersin sehingga untuk mengantisipasi penularannya harus dengan menjaga jarak satu sama lain.  

Pandemi Covid-19 yang melanda berbagai negara didunia termasuk Indonesia telah membawa dampak yang sangat besar pada seluruh lini kehidupan, termasuk pendidikan. Dalam merespon hal ini, pemerintah selanjutnya memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dimaksudkan untuk mengurangi penyebaran virus corona  sehingga  membuat  semua  kegiatan  yang  dilakukan  diluar  rumah  harus  dihentikan  sampai pandemi Covid-19 mereda. Begitu pula dalam pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menetapkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang pelaksanaan pendidikan masa darurat penyebaran covid-19, dimana proses kegiatan belajar mengajar di sekolah harus dilakukan secara daring (dalam jaringan) sebagai upaya untuk meminimalisir laju penyebaran virus.

Sistem pendidikan di era pandemi Covid-19 ini akhirnya berubah dari yang sebelumnya terjadi tatap muka antara guru dan peserta didik di sekolah, kini terbatas melalui tatap maya dengan memanfaatkan berbagai aplikasi video conference seperti Zoom Meeting, Google Meet, dll. Sedangkan untuk mengirimkan tugas atau bahan ajar kepada peserta didik, biasanya para guru menggunakan Learning Management System (LMS) ataupun Google Classroom yang dapat diakses oleh peserta didik dimana saja dan kapan saja. Hal ini menujukkan bahwa dalam proses pembelajaran daring dibutuhkan persiapan yang matang baik ketersediaan kuota,  gadget yang mumpuni, serta kemampuan individu dalam mengoperasikan teknologi yang ada.

Kesiapan sumber daya manusia (SDM) dalam menghadapi pembelajaran daring merupakan aspek yang tidak kalah penting. Adanya perubahan sistem yang sangat drastis, menjadi tantangan baru bagi seluruh elemen pendidikan khususnya guru dan peserta didik untuk dapat menyesuaikan diri dengan keadaan saat ini. Terlebih bagi seorang guru yang merupakan garda terdepan dalam penyelenggaraan pendidikan, diharapkan dengan keterampilan yang dimilikinya dapat menciptakan suasana belajar yang efektif dan tetap memperhatikan keaktifan peserta didik meskipun pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka.

Seiring dengan perubahan zaman, tentu pola pembelajaran harus bisa menyesuaikan dengan pola pikir peserta didik agar tidak bosan dan terbatas oleh pengetahuan dan teknologi guna mencetak generasi masa depan Indonesia yang unggul (Suradi, dkk, 2021). Pembelajaran daring di masa pandemi ini, mengharuskan guru untuk lebih kreatif serta inovatif dalam membangun interaksi yang baik dengan peserta didik agar esensi pendidikan dapat tetap terwujud. Komunikasi dua arah harus tetap terjalin walaupun pembelajaran dilakukan secara daring. Namun realitas yang terjadi saat ini, menunjukan bahwa beberapa guru masih belum mampu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan situasi dan masih berpacu pada metode pembelajaran yang berorientasi pada guru (teacher centered). Guru lebih dominan dalam proses pembelajaran sehingga kurang memperhatikan partisipasi aktif peserta didik. 

Keadaan pendidikan seperti ini kemudian mengingatkan kita pada pemikiran tokoh pendidikan asal Brazil yaitu Paulo Freire dalam karyanya yang berjudul ”Pedagogy of The Oppressed” atau yang diterjemahkan menjadi ”Pendidikan Kaum Tertindas”. Freire mengenalkan konsep pendidikan gaya bank (The Banking Education) yang mengibaratkan pendidikan sebagaimana kegiatan menabung, yaitu murid adalah celengan dan guru adalah penabungnya (Ningsih, 2021). Dalam pendidikan gaya ini yang terjadi bukan komunikasi, tetapi guru menyampaikan pernyataan dan mengisi tabungan yang diterima, dihafal, dan diulangi oleh murid. Ruang gerak yang disediakan untuk kegiatan murid hanya terbatas pada menerima, mencatat, dan menyimpan.

 Teori banking of education ini menggambarkan sejumlah fakta, diantaranya: (1) guru mengajar, murid belajar; (2) guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa; (3) guru berpikir, murid dipikirkan; (4) guru bercerita, murid mendengarkan; (5) guru mengatur, murid diatur; (6) guru memilih dan menjalankan pilihannya itu, murid menyetujui; (7) guru berbuat, murid membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan gurunya; (8) guru menetapkan konten program pelajaran, murid (tanpa diminta pendapatnya) menyesuaikan diri dengan pelajaran itu; (9) guru mencampuradukkan kewenangan pengetahuan dan kewenangan profesinya untuk menghalangi kebebasan murid; dan (10) guru adalah subjek dalam proses belajar, murid hanyalah objek (Freire, 2008).

Pada pembelajaran daring saat ini masih banyak ditemukan guru yang menerapkan pembelajaran dengan gaya bank. Guru sekedar berceramah tanpa adanya ruang diskusi antara guru dan peserta didik. Guru dianggap sebagai satu-satunya sumber ilmu yang terus “menyuapi”sehingga tidak ada kesempatan bagi peserta didik untuk memberikan respon berdasarkan pemikirannya sendiri. Mengutip dari (Medcom.id, 2020) Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan survei terhadap 1.700 siswa dan ditemukan bahwa selama PJJ berlangsung, tingkat interaksi antara guru dan murid hanya 20,1 persen. Sebanyak 79,9 persen responden menyatakan, interaksi belajar mengajar seperti pada ruang kelas sudah hilang. Kalaupun ada interaksi, hal itu tak lebih dari pemberian tugas.

Joseph dan Czarnecki (dalam Delwiche dan Henderson, 2013, hlm. 228; Fadhal, 2020), menyebutkan bahwa di media digital, lingkungan sangat terkontrol, diatur, dan dalam level tertentu sangat artifisial. Siswa tidak selalu atau belum tentu akan mendapatkan respons yang mereka inginkan. Media digital membuat siswa “dipaksa” menjawab apa yang pendidik inginkan, dibandingkan dengan menerima jawaban atau respons siswa yang lebih alami. Artinya, dalam pembelajaran daring, respons siswa tidak sealami dalam kondisi pembelajaran luring. Akibat penggunaan media daring, siswa menjadi tidak mudah memahami peta pembelajaran, mengantisipasi respons, dan sulit mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dirinya. Diskusi sulit dilakukan dengan leluasa, sehingga mereka enggan berbicara dalam kelas daring. Empati, fleksibilitas, dan kenyamanan interaksi berkurang, tergantikan dengan komunikasi yang terstandar dan kaku.

Menurut Paulo Freire, dalam konsep pendidikan gaya bank, pengetahuan adalah merupakan sebuah anugerah yang di hibahkan oleh mereka yang menganggap diri berpengetahuan kepada mereka yang di anggap tidak memiliki pengetahuan apa-apa (Freire, 2008). Pendidikan seperti ini dapat dianalogikan seperti seseorang mengisi berliter-liter air ke tangki kosong tanpa tangki mengetahui untuk apa air-air tersebut. Padahal murid juga merupakan manusia yang memiliki segudang kemampuan yang berbeda-beda. Ia mampu berpikir kritis dan dapat menyampaikan segala bentuk dengan sudut pandangnya (Robikhah, 2018). Pendidikan menurut Paulo Freire harus berorientasi untuk membebaskan manusia dari kungkungan rasa takut dan tertekan akibat otoritas kekuasaan (penindasan). Jika pendidikan gaya bank terus dilanggengkan, maka di khawatirkan akan berdampak pada menurunnya semangat belajar siswa dan menjadikannya sebagai individu yang malas berpikir.

Memang dalam pelaksanaan pembelajaran daring ini banyak memanfaatkan platform digital, sehingga perlu adanya adaptasi terhadap gaya belajar baru yang cenderung mengedepankan kemandirian peserta didik dalam belajar. Namun perlu diperhatikan bahwa proses belajar mengajar yang interaktif juga diperlukan apalagi pada pelaksanaan PJJ ini guru tidak dapat memantau peserta didik secara langsung seperti di sekolah. Maka perlu bagi guru untuk menciptakan suasana belajar yang bukan hanya sesuai prosedur namun juga berarti bagi peserta didik. Guru sebagai fasilitator tidak hanya terbatas menyediakan hal-hal yang sifatnya fisik, tetapi lebih dari itu adalah bagaimana guru memfasilitasi peserta didik agar dapat melakukan kegiatan dan pengalaman belajar serta memperoleh keterampilan hidup (Maimunawati & Alif, 2020).

Dalam menanggapi pendidikan gaya bank ini, Freire mencetuskan  “Pendidikan Hadap Masalah” dimana guru belajar dari murid dan murid belajar dari guru. Guru menjadi rekan murid yang melibatkan diri dan merangsang daya pemikiran kritis para murid. Pengajaran hadap masalah adalah bagaimana usaha untuk membangun kreativitas peserta didik, hubungan dialogis serta mendorong sikap revolusioner untuk melangkah ke depan membangun masa depan peserta didik. Dengan kata lain, pengajaran hadap masalah sebenarnya mengisyaratkan bahwa dunia pendidikan seharusnya mampu membebaskan seluruh komponen pendidikan baik peserta didik, guru, kurikulum maupun lembaga pendidikannya (Husni, 2019). Diharapkan dengan begitu pendidikan di masa pandemi dapat terlaksana sesuai dengan tujuan yang di cita-citakan.

KESIMPULAN

Pendidikan di masa pandemi saat ini tentu tidak akan lepas dari adanya tantangan yang harus dihadapi, terutama tantangan bagi pelaku pendidikan yaitu guru dan peserta didik dalam menciptakan lingkungan belajar yang baik. Seorang guru sebagai garda terdepan pendidikan harus terus memperhatikan keaktifan siswa dalam pembelajaran daring ini. Namun realitas yang terjadi menunjukkan bahwa masih banyak guru yang belum siap menghadapi pembelajaran daring. Guru cenderung belum dapat menciptakan dialog dua arah dengan siswa sehingga siswa hanya berperan sebagai penerima. Kasus ini sesuai dengan pemikiran yang dicetuskan oleh tokoh pendidikan asal Brazil, Paulo Freire dalam karyanya yaitu Pendidikan Gaya Bank (The Banking Education) yang mengibaratkan pendidikan sebagaimana kegiatan menabung, di mana peserta didik sebagai tabungan dan guru sebagai penabung. Pendidikan gaya bank mengibaratkan guru sebagai subjek dan murid sebagai objek yang dapat diatur. Hal ini menyebabkan pendidikan cenderung pasif dan menghambat ruang bebas siswa dalam berpikir kritis. Pendidikan menurut Paulo Freire harus berorientasi untuk membebaskan manusia dari kungkungan rasa takut dan tertekan akibat otoritas kekuasaan (penindasan). Maka dari itu Paulo Freire mencetuskan istilah ”Pendidikan Hadap Masalah”, di mana guru menjadi rekan murid dalam membangun hubungan dialogis agar dapat menciptakan proses interaksi yang baik dan bersinergi.

DAFTAR PUSTAKA

Freire, Paulo. (2008). Pendidikan Kaum Tertindas. Terjemahan oleh Tim Redaksi. Jakarta: Pustaka LP3S Indonesia.

Maemunawati, Siti dan Muhammad Alif. 2020. Peran Guru, Orang Tua, Metode dan Media Pembelajaran: Strategi KBM di Masa Pandemi Covid-19. Penerbit 3M Media Karya Serang.

Suradi, Muhammad, dkk. 2021. Guru dan Perubahan: Peran Guru di Dunia Pendidikan dan Pembangunan Sumber Daya Manusia. Penerbit Global Aksara Pres.

Fadhal, Soraya (2020) Hambatan komunikasi dan budaya dalam pembelajaran daring pada masa Pandemi COVID-19. In: Kolaborasi lawan (hoaks) COVID-19: kampanye, riset dan pengalaman Japelidi di tengah pandemi. Program Studi Magister Ilmu Komunikasi UGM

Husni, Samsul. 2019. Pendidik Yang Membelajarkan (Gaya Bank vs Hadap Masalah). Journal of Islamic Education Vol. 2, No.1.

Nafrin, Irinna Aulia dan Hudaidah. 2021. Perkembangan Pendidikan Indonesia di Masa Pandemi Covid-19. Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol. 3 No. 2.

Robikhah, Aridlah Sendy. 2018. Paradigma Pendidikan Pembebasan Paulo Freire Dalam Konteks Pendidikan Agama Islam. Jurnal Pendidikan Islam Vol.1, No. 01.

http://pundi.or.id/pundi/artikel/mengenal-pendidikan-gaya-bank-banking-education-ala-paulo-freire Diakses Minggu, 18 Desember 2022

https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/ZkeBExqK-kpai-pembelajaran-jarak-jauh-minim-interaksi2 Diakses Senin, 19 Desember 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun