Madre adalah biang roti (bahan dasar dari pembuatan roti) yang diperkirakan sudah bertahan lebih dari 80 tahun. Biang roti tersebut diwariskan kepada Tansen, pemuda Bali yang tidak tahu aturan yang tiba-tiba mendapat kabar bahwa ia mendapatkan warisan dari orang yang tidak dikenalnya. Tansen akhirnya jauh-jauh datang ke Jakarta untuk mengkonfirmasi hal tersebut.
Sesampainya di Jakarta konflik mulai tercipta, mulai dari silsilah keluarganya yang keliru, kakek aslinyalah yang mewarisi biang roti tersebut, hingga Tansen yang hanya bisa tertawa bahwa ia telah jauh-jauh datang ke Jakarta hanya untuk menerima biang roti dan ruko kecil yang sudah usang.
Hingga akhirnya Tansen bertemu dengan Mei. Mei merupakan salah satu anak dari pengusaha roti yang sukses, namun dibalik semua itu ternyata Mei memiliki penyesalan yang membebaninya. Saat kecil Mei pernah menghancurkan adonan biang roti khas yang memiliki nilai esensi tertentu dari toko roti kakeknya, akibatnya sejak itu toko roti mereka menggunakan ragi instan dan tidak menggunakan biang roti khas mereka sendiri. Itulah motif Mei sangat mendukung Tansen untuk membuka toko rotinya warisannya yang sudah usang. Akhirnya Tansen setuju untuk membuka dan mengembangkan toko rotinya sendiri.
Madre si biang roti ternyata memiliki suatu nilai otentik yang tidak tergantikan. Mulai dari nilai historis, nilai emosional, hingga rasa khas tertentu. Layaknya hidup kita sendiri, hidup yang memiliki sejarah pengalaman, polemik emosional, hingga suatu ciri khas tertentu.
Manusia adalah makhluk yang subjektif namun dibalik bias tersebut menjadi otentik tentu turut penting. Dengan menjadi otentik kita dapat menjadi diri kita sendiri, menjadi otentik kita dapat menjadikan diri kita berbeda dari yang lain, menjadi otentik dapat membuat kita meraih suatu kebahagiaan yang otentik.
Maka apa kebahagiaan otentikmu? menjadikan hal materialistis sebagai kebahagiaan? menjadikan orang lain sebagai kebahagiaan? atau bahkan menjadikan dirimu sendiri sebagai kebahagiaan? apapun itu tidak akan berani seorang pun untuk menilai rendah suatu kebahagiaan otentik seseorang, karena kebahagiaan otentik hanya milik ia yang selalu menjadi dirinya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H