18 Desember 2019 adalah hari awal saya melangkahkan kaki ke negeri orang. Perasaan khawatir, takut, penasaran dan senang bercampur aduk menjadi satu.Â
Saya mengikuti program AIESEC Sawasdee Thailand 36 yang diadakan oleh UPN Yogyakarta dan Bangkok University. Saya sudah menyiapkan semua keperluan mulai bulan september 2019.Â
Terkesan dadakan namun nyatanya saya bisa mengikuti program ini. Sebelum menuju sekolah yang sudah dipilihkan panitia, kami para volunteer mendapat pengenalan singkat mengenai budaya Thailand selama 3 hari.Â
Pemilihan sekolah dan partner mengajarpun ditentukan oleh Panitia AIESEC Bangkok University, jadi acak ya. kebetulan saya berpasangan dengan gadis pusat perhatian semua panitia dan peserta.Â
Namanya Monique, anak Hubungan Internasional President University. Karena setanah air, kami jarang menggunakan bahasa inggris untuk berkomunikasi haha.
Kami langsung saja akrab dan memulai projek relawan kami. Berbeda dengan saya, Monique orangnya sangat supel sehingga cepat berbaur dengan guru maupun anak anak didiknya. Tak mau tertinggal dong, saya juga berusaha untuk berbaur di Chum Chon Wat Huay Ruam school.Â
Kata guru guru yang ada di sekolah, kami adalah relawan kedua yang ada di sekolah tersebut. Nilai plusnya adalah kami sangat suka tersenyum dan berbicara walaupun bahasa saya dan guru guru sana berbeda jauh. Sering kali kami menggunakan bahasa tubuh dan terjemahan agar mengerti satu sama lain.Â
Karena sifat kami yang mudah bergaul, kami mendapatkan banyak hal hal positif dari guru guru yang ada di sini. Awalnya kami terkejut, saat dijelaskan bahwa kami berdua akan tidur di sekolah tanpa ada penjaga sekolah.Â
Bayangkan saja dua anak gadis berda di sekolah sendirian dengan posisi sekolah yang berada di tengah tengah sawah dan kuil. Apalagi kami merasa asing dan baru di negara ini.Â
Namun kami mencoba untuk memberanikan diri. Keesokan paginya, kami disambut hangat oleh guru dan anak anak yang membantu memasak sarapan kami.
Kami merasa terharu dengan perilaku ramah oleh warga sekolah Chum Chon Wat Huay Ruam. Di hari pertama, kami diperkenalkan kepada seluruh siswa dalam upacara pagi mereka.Â
Kami langsung masuk ke kelas yang sudah ditentukan jadwalnya. Kami ditugaskan di berbeda kelas. Walau awalnya memang terasa sulit menembus tembok bahasa, namun perlahan tapi pasti kami bisa memahami maksud para siswa dan guru guru.Â
Setiap jam 6 pagi, saya selalu melihat anak anak sudah sampai di sekolah untuk membantu memasak dan membersihkan sekolah sesuai piketnya.Â
Para siswa tak hanya menyiapkan sarapan untuk saya dan monique, tetapi untuk makan siang mereka nantinya. Saya melihat keuletan para siswa  dan sopan santun mereka terhadap orang yang lebih tua.Â
Kebaikan para warga sekolah tak hanya di situ, mereka juga mengadakan acara Natal untuk kami, walau warga sekolah tak ada yang beragama Kristen. Saya sangat terharu hingga menangis :"
Kebaikan mereka tak hanya sampai di situ, Saya dan Monique berencana untuk mengambil liburan tahun baru di Bangkok. Sehingga Teacher Cha, penanggung jawab kami, membelikan tiket perjalanan kereta pulang pergi dari provinsi Nakhon Nayok ke Bangkok.Â
Kami juga diantar ke stasiun terdekat dan dibawakan bekal makan. Lagi lagi kami dibuat terharu. Saya jadi merindukan ibu saya. Oh ya, karna kami berdua sama sama beragama Katolik jadi kami sering memakan daging babi ya di Thailand. Sayur di daerah saya menjadi relawanpun sangat susah didapat, saya harus berkendara selama 30 menit agar bisa makan salad sayur.Â
Di Bangkok, saya dan Monique membebaskan diri untuk berjalan jalan melihat Wat Arun, Istana Kerajaan Thailand, berbelanja, Kuliner dan berkunjung ke Katedral. Karna Kami sudah 2 minggu tidak pergi ke gereja hehe. Tanggal 1 Januari 2020, kami pulang ke Nakhon Nayok dan dijemput oleh Teacher Cha.
Malamnya, kami diajak untuk berpesta tahun baru bersama sama. Kami menyetujuinya dan bersenang senang bersama sama. Selanjutnya, kami mengajar lagi seperti biasanya. Membuat materi dan perangkat mengajar bahasa Inggris yang menyenangkan untuk anak anak. Saya juga mengajar pramuka.Â
Setiap akhir pekan, guru guru pasti bergilir untuk mengajak kami berjalan jalan. Mereka berkata merasa kasihan membiarkan dua gadis di sekolah yang jauh dari kota.Â
Kami merasa senang dong diajak jalan jalan dan ditraktir tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun hehe. Dimulai ke taman bunga matahari, perkebunan cabe, melihat pertunjukan buaya, pergi ke gereja berbahasa Thailand, berkunjung di kafe andalan guru guru kami, dan menghadiri festival tahun baru Cina.Â
Namun pandemi mulai menyerang sampai ke provinsi kami, awalnya kami berpikiran pandemi ini dapat dengan mudah diatasi dengan tidak memakan daging babi yang belum matang sehingga kami tetap memutuskan untuk jalan jalan ke luar proovinsi. Untungnya bagi saya dan Monique yang menjadi relawan guru di sana, kami tidak membayar biaya perjalanan ataupun biaya masuk lokasi wisata sepeserpun.Â
Bahkan di hari terakhir kami mengajar, mereka mengadakan pesta perpisahan untuk kami. Kami mendapatkan banyak sekali cinta dari para guru dan para siswa.Â
Saya dan Monique tidak pernah mengeluh dan merasa bersyukur mengikuti program volunteer AIESEC bersama sekolah Chum Chon Wat Huay Ruam. Berikut bonus foto foto perjalanan kami yaa. hehehe
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI