Istilah "K-pop" tidak lagi asing terdengar di telinga masyarakat Indonesia terutama dalam kurun waktu beberapa waktu terakhir. K-pop merupakan singkatan dari Korean Popular Music sehingga istilah K-pop merujuk pada aliran musik yang berasal dari Korea Selatan (90 DAY KOREAN, 2020). Antuasisme masyarakat Indonesia terhadap fenomena K-pop tidak hanya terbatas kepada lagu-lagu yang dihasilkan tetapi juga boy band dan girl band Korea Selatan seperti Super Junior, BTS, EXO, BLACKPINK, SNSD, dan TWICE. Tentunya para pembaca sudah tidak asing dengan nama grup-grup musik tersebut, bukan?
Yuk, simak beberapa fakta mengejutkan terkait kepopuleran K-pop di Indonesia! Berdasarkan analisis Google Trends pada tangggal 7 Januari 2020 lalu, Indonesia berada pada urutan ke-6 sebagai negara yang menghasilkan istilah K-pop dalam lalu lintas internet global (Putri, A., W., 2020). Indonesia bahkan berhasil mencapai posisi ke-2 sebagai negara dengan stan K-pop terbesar di dunia karena meraih 9,9% dari keseluruhan grafik penonton konten K-pop pada platform Youtube ("Inilah 10 negara", 2019).
Kepopuleran fenomena K-pop bukannya tidak membawa pengaruh bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Pengaruh fenomena K-pop akan ditilik menggunakan Teori Kolonialisme Elektronik oleh Herbert Shiller. Teori Kolonialisme Elektronik merupakan teori yang berfokus pada bagaimana media global memengaruhi cara orang berpakaian, berpikir, dan bertindak. Menurut Teori Kolonialisme Eelektronik, media global memiliki dampak bagi pikiran dan perilaku konsumsi masyarakat global (McNair, B., 2011).
 Kalau begitu, lalu apa saja pengaruh fenomena K-pop bagi masyarakat Indonesia?
1. Menurunnya antusiasme terhadap lagu lokal dan nasional
Teori kolonialsme elektronik menyatakan bahwa paparan media terhadap suatu fenomena secara terus-menerus akan memengaruhi perilaku individu bahkan tanpa disadari (McNair, B., 2011). Seiring dengan meningkatnya paparan media mengenai K-pop maka semakin meningkat pula perilaku konsumsi musik K-pop oleh masyarakat Indonesia dan semakin menurun antusiasme masyarakat terhadap music lokal dan nasional.Â
Berdasarkan data dari Wrapped, BTS berada pada urutan 1 sebagai penyanyi yang paling didengarkan dalam Sportify Indonesia, mengalahkan Tulus yang berada pada urutan 4 dan Fiersa Besari pada urutan 5 ("Tulus, BTS among Indonesia's", 2019).
2. Budaya Berpakaian yang berorientasi pada Tren Korea Selatan
Teori Kolonialisme Elektronik menyatakan bahwa media global dapat memengaruhi cara berpakaian individu (McNair, B., 2011). Dengan mengonsumsi video musik dan mengikuti idol-idol Korea Selatan, maka secara tidak sadar selera dan cara berpakaian seseorang dapat berubah mengikuti gaya berpakaian masyarakat di Korea Selatan.Â
Hal tersebut dapat menumbuhkan kekhawatiran dikarenakan tidak setiap gaya berpakaian di Korea Selatan sesuai dengan budaya berpakaian masyarakat Indonesia. Rok Pendek dan Crop Top yang biasa digunakan oleh masyarakat Korea Selatan dalam keseharian tidak selalu dapat digunakan oleh masyarakat Indonesia dalam kesehariannya.
3. Perubahan Perilaku dan Pandangan Masyarakat Mengikuti Budaya Korea Selatan
Terdapat anggapan dalam Teori Kolonialisme Elektronik bahwa media global dapat menggantikan peran teman, keluarga, dan komunitas dalam memengaruhi dan mengajarkan perilaku dan pandangan yang dianut. Pada masa kemajuan elektronik ini, media global mengajarkan perilaku dan pandangan tertentu kepada masyarakat melalui konten-konten yang dipublikasikan.
Fenomena K-pop yang merebak di Indonesia menyebabkan tidak hanya masyarakat mengikuti perkembangan dunia musik Korea Selatan tetapi juga kehidupan para penyanyinya. Semakin sering masyarakat mengikuti perkembangan para penyanyi maka semakin besar kemungkinan terjadi imitasi perilaku dan pandangan yang dianut para penyanyi.Â
Perilaku dan pandangan para penyanyi Korea Selatan tidaklah sepenuhnya sama dengan budaya Indonesia. Budaya Indonesia memiliki kecendurungan lebih konservatif terutama dalam aspek hubungan pribadi dan keagamaan. Apabila masyarakat Indonesia tidak bijaksana dalam menanggapi hal tersebut, maka besar kemungkinan perilaku yang diadaptasi akan berseberangan dengan budaya Indonesia.
Pengaruh-pengaruh di atas menunjukkan adanya potensi krisis budaya dalam masyarakat Indonesia apabila masyarakat terlalu berorientasi kepada budaya Negara Korea Selatan yang ditransmisikan melalui fenomena K-pop. Tentunya, masih terdapat banyak pengaruh lainnya dari fenomena K-pop dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat selain beberapa contoh di atas.Â
Namun, dengan menyadari problematika diatas maka setiap masyarakat dapat menanggapi dengan bijak fenomena K-pop di Indonesia sehingga setiap individu dapat membatasi pengaruh fenomena K-pop dalam kehidupan sehari-hari.
Daftar Pustaka:
90 DAY KOREAN. (2020). What is Kpop? Here is everything you need to know. Diperoleh melalui ini
Inilah 10 negara dengan K-pop stan terbesar tahun 2019 berdasarkan data Youtube, ada Indonesia? (2019, 23 Agustus). Wowkeren.com. Diperoleh melalui ini
McPhail, T., L. (2014). Global communication: Theories, stakeholders, and trends (4th ed.). UK: John Wiley & Sons, Inc
Putri, A., W. (2020, 10 Januari). Penggemar K-pop Indonesia adalah lading emas oppa Korea. Tirto.id. Diperoleh melalui ini
Tulus, BTS among Indonesia's most-streamed artists of 2019: Sportify. (2019, 4 Desember). The Jakarta Post. Diperoleh melalui ini
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI