Mohon tunggu...
Sosbud Pilihan

Penjual Rokok Istimewa

5 Desember 2018   21:51 Diperbarui: 5 Desember 2018   22:02 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengalaman besar buat saya bisa mengenal seorang pekerja keras seperti Saeful Mumin (34) alias Gendut seorang penjual rokok di samping kampus saya, Unika Atma Jaya. Dari dia saya belajar bagaimana bertahan hidup di Ibu Kota tidaklah semudah membalik telapak tangan.

Jakarta, 28 November 2018. Siang menjelang sore sekitar pukul 15:20 setelah menyelesaikan tugas-tugas menuju ujian akhir, penat dikepala membawa saya untuk mengisap satu-dua batang rokok di tempat yang dikenal sebagai Taman Segitiga (Segit), yang memang tempat untuk merokok para mahasiswa, karyawan kampus, orang kantoran, bahkan orang yang lalu lalang disekitarnya.

Sore itu Segit tidak terlalu ramai karena DISHUB baru saja menyidak taman umum itu dan mengusir beberapa pedagang-pedagang disana.

Saya mencari tukang rokok langganan saya. Lalu saya menemukan dia duduk di trotoar dekat pintu samping Atma Jaya dengan jualannya dan beberapa pegadang lainnya. Namanya Saeful Mumin, yang biasa lebih dikenal sebagai Gendut.

Gendut sudah 13 tahun berjualan rokok di Jakarta. Awalnya dia hanya penjual asongan yang berkeliling di sekitar daerah Jakarta Pusat, namun sekarang dia sudah menetap berjualan di Taman Segitiga yang biasa dikenal dengan Segit.

"Abis ada dishub lagi, ndut?" ucap saya.

"Iya tuh, banyak banget tadi. Untung gue cepet lari. Kalo engga kena deh jualan gue" katanya dengan nada sedih.

Akhir ini sedang gencar pembersihan trotoar dan taman umum di sekitaran Jakarta. Agar fasilitas umum tersebut bisa digunakan dengan sebaiknya. Untuk pejalan kaki, untuk rekreasi, bukan untuk mencari mata pencaharian, merusak pemandangan, bahkan meninggalkan sampah.

Termasuk di Segit inilah setiap hari ada petugas DISHUB yang mengusir beberapa PKL (Pedagang Kaki Lima) yang nakal, yang masih tetap berjualan disana padahal sudah diusir berulang kali dan selamat dari sitaan barang berulang kali juga. Salah satunya Gendut ini alias Saeful.

Dia menceritakan istri dan anak-anaknya yang tinggal di Tegal. Karena tidak memungkinkan untuk di bawa ke Jakarta karena biaya hidup mahal. Hubungan jarak jauh yang harus di lalui seorang Gendut tidaklah mudah.

Ia pernah bercerita kepada saya bahwa ia merindukan istri dan anak-anaknya yang masih kecil.

"Kemaren istri gue telfon, bilang, anak gue sakit. Kangen Bapaknya. Kan gue jadi sedih ya, pengen pulang, tapi engga ada duit. Kalo pulang pasti kan harus ajak jalan-jalan, sedangkan buat ongkos pulang aja susah..." begitu ujarnya kepada saya di kala saya sedang merokok di tempatnya.

"Gue suka sedih, engga bisa bantu istri gue ngurus anak-anak gue. Tapi ya gimana kalo kerja di kampung mah penghasilannya pasti engga kayak disini (Jakarta)" curahan hatinya.

Bagi saya, Gendut berbeda dari penjual rokok lain. Dia tidak hanya sekedar berjualan rokok dan minuman, pembeli datang-beli rokok-pinjam korek-bayar-pergi. Tidak.

Gendut menfasilitasi para pembelinya dengan memberikan tempat duduk, walaupun hanya dengan dus air mineral, bahkan terkadang ia bisa menjadi tempat curhat yang asik bagi para pelanggannya.

Suatu kali, saat saya sedang merokok di tempat Gendut, seorang pembeli datang. Gendut dengan ramah menyapa dan menanyakan rokok apa yang dibutuhkan sang pembeli.

"Halo mas, selamat siang. Silahkan rokoknya...mau sebungkus, setengah atau ngeteng (sebatang)?" ujarnya.

Jarang bahkan hampir tidak pernah saya temui penjual rokok yang menyapa pelanggannya seramah ini. Walaupun hanya sebuah rokok, namun hal ini membuat para pembeli merasa senang untuk membeli rokok di sana lagi. Termasuk saya.

Saya menanyakan bagaimana kelanjutan berjualannya bila benar-benar sudah ditertibkan dan Ia tak bisa berjualan di Segit lagi.

"Dut, lu mau jualan dimana kalau disini (Segit) udah tidak boleh jualan?" ujar saya.

"Ya paling mah di depan semanggi situ, ngemper aja gue kayak dulu...kalau ada DISHUB lari" kata Gendut.

"Trus lu jadinya cuma jual rokok aja? Jualan minuman-minuman lu gimana?"

"Sementara paling engga dulu lah kalo minuman, gimana bawanya kan ribet ya"

Gendut dikenal sebagai tukang rokok yang bisa dihutangin oleh para pembeli. Ia juga tidak menagih-nagih utangnya seperti debtcollector. Ia hanya sekedar mengingatkan via Line / Whatsapp. 

Baginya, dengan adanya utang-piutang bisa membangun relasi dengan para pembeli. Ia bisa jadi mengenal para pembelinya, bisa berbincang-bincang, tidak hanya sekedar beli rokok. Ajaibnya, dengan utang-utang itu, dia tetap bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan cukup.

"Semua kebutuhan keseharian gue selalu terpenuhi. Ada aja yang suka kasi makan atau roti-roti" katanya sambil menyeruput kopi hitamnya dan rokok filter di antara jari tengah dan telunjuknya.

"Walaupun keluarga gue jauh, tapi gue ngga pernah merasa sendiri juga. Disini gue punya keluarga, sama anak-anak (para mahasiswa) tuh, si Bude (yang jual kopi dan gorengan), Pakde (penjual minuman sachetan), ada lu juga sama Rino (salah satu teman saya) yang pada perhatian banget sama gue ini" katanya dengan lirih.

"Ya walaupun kadang gue emang ngerasa kangen sih sama istri sama anak gue, tapi kalau udah ngumpul sama kalian-kalian suka lupa gue...heheh" ujarnya sambil terkekeh.

Belajar dari kehidupan Saeful Mumin yang jauh dari istri dan anak-anaknya, dan harus mencari rejeki di Ibu Kota membuat saya bersyukur akan kehidupan saya.

Bagi saya, Saeful Mumin alias Gendut bukan hanya sekedar penjual rokok biasa. Ia mengajarkan saya hidup ini tidak hanya sekedar mengeluh ini dan itu.

Hidup ini harus dijalanin dengan ikhlas. Jauh dari keluarga bukan hambatan. Keluarlah dari zona nyaman dan berusahalah lebih keras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun