Mohon tunggu...
Eko Setiaone
Eko Setiaone Mohon Tunggu... Freelancer - Human-Center Oriented Activism, Participatory Planner, Story Teller, Free man

"Kesalahan besar bangsa ini adalah seringkali melupakan sejarah, dan mengabaikan aspirasi orang-orang kecil. Dunia sudah modern, seharusnya tak menjadi penghalang. Saya memelajari sejarah dan mencari aspirasi dari masyarakat marginal untuk melawan kesembarangan pemerintah/ perusahaan/ pelaku usaha. Dunia tak akan adil jika semua orang menjadi kapitalis"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekilas Aku, dan Platform Pergerakan Kemahasiswaan Baru

2 November 2019   18:10 Diperbarui: 2 November 2019   18:19 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini, adalah hari-hari yang berkesan dan sekaligus menantang bagi saya. Saya sudah tidak berperan sebagai mahasiswa lagi akan tetapi menjadi penghubung antara masyarakat (mitra kerja) dengan mahasiswa hari ini, sungguh memberikan sudut pandang yang menarik bagi saya.

Aktivitas saya hari ini, lebih sering dihabiskan di lingkungan instansi pemerintah. Bekerja sebagai seorang asisten untuk memprakarsai peluang atau penerapan teknologi tepat guna di lingkup sektor publik menjadi pelengkap pengalaman ku sehingga sudut pandang akan semakin bertambah.

Berkaca kebelakang.

Dahulu, saya ditempatkan di Bidang Relasi Kemasyarakatan di BEM/ Keluarga Mahasiswa ITB. Awalnya, saya tidak begitu mengerti, bagaimana dan apa seorang penghubung mahasiswa yang baik dan representasi mahasiswa ITB di tengah masyarakat. Saya butuh waktu sekitar dua sampai tiga bulan, dan seterusnya. Dengan bekal yang diceritakan oleh beberapa orang dan pengalaman orang-orang luas, saya menemukan titik temu bahwa tugas utama saya adalah memperbanyak "agenda silaturrahmi atas nama mahasiswa". Saya tidak lahir dari trah orang-orang (background) seorang aktivis.

Saya menjauhi sekali kegiatan kabinet/ BEM KM di tahun pertama dan atau kedua saya. Sampai saya memutuskan untuk aktif di kabinet pun itu setelah, menghidupi unit keseni-budayaan rebana di kampus ini. Jadi praktis, saya tidak tau apa yang mau dibawa oleh presiden saya waktu itu, dan niat saya hanya ingin membantu teman dan melibatkan diri sebagai orang yang ingin membawa kebaikan di wilayah ini. Jadi anggapan, bahwa ada jalur cepat menjadi aktivis, sebenarnya itu tak berpengaruh signifikan di hari ini.

Saya jadi makin yakin "seseorang yang aktif berkecimpung di berbagai organisasi, akan kalah sukses dengan orang yang fokus dan efektif memanfaatkan diri dalam organisasi" dan sampai hari ini saya juga masih tidak percaya, kalau semua jalur kesuksesan itu hanya diraih dari jalur organisasi.

Ketika Bertugas

Ketika bertugas menjadi narahubung dan sekaligus representasi mahasiswa ITB untuk kecamatan Coblong, saat itu. Saya yakin, ada yang salah dari kehadiran kita sebagai mahasiswa dan kita sebagai pendatang.

Pertama, sebagai mahasiswa ternyata banyak membuat kesalahan yang tak sengaja kita lakukan / sadari. Sepak terjang sebagai aktivis, ternyata belum tentu mereka memiliki etika di wilayah sekitar. Justru yang terjadi, banyak sekali aktivis yang hanya mengaktifkan diri di dalam kampus. Mahasiswa dalam kampus, kita sering berdialektika dengan lawan bicara mungkin rekan sendiri. Namun, kita acapkali apatis pada ranah-ranah yang lebih dekat untuk menyuntik empati kita sebagai mahasiswa. Kita hanya memenuhi standar hidup pendatang, nyaman tidur di kos dan aman tinggal di kosan. Amat begitu apatis dengan peran yang dapat dilakukan mahasiswa hari ini di wilayah sekitar.

Kedua, sebagai pendatang. Kita juga sering lupa untuk melaporkan diri kepada pa RW atau Pa RT. Ujungnya, data penduduk di Kota Bandung (katanya) tidak valid dan tidak update, entahlah ! Ketika sebagai pendatang, kita jarang duduk membicarakan hal-baik dengan pa lurah atau pa camat, terkait peran apa yang bisa kita lakukan. Kita lebih sering bicara hal-hal jauh, untuk kebaikan orang luar (soal desa binaan, soal ekspedisi dan soal jalan-jalan ke luar negeri). Dialektika mahasiswa sebagai pendatang yang beretika, sungguh jauh sekali untuk kita rasakan. Atas hal itulah, saya menerima mandat sebagai orang yang pertama kali, bersedia dihubungi setiap saat oleh orang-orang di Coblong yang ingin menghubungi mahasiswa di ITB. Tak jarang, teman menyebut saya, satpam atau pa camat.

Bertugas dengan Alasan

Awal yang membahagiakan tentu berkecimpung di tengah persoalan praktis masyarakat. Beberapa alasan yang menjadikan aku betah disini tentu karena perjumpaan yang tak sengaja dan persaudaraan yang begitu harmoni.

Memori ku masih ingat betul, ketika dipertemukan dengan orang-orang yang satu frekuensi saat bulan romadhon di dekat lapangan rumput salman. Perjumpaan yang tak sengaja itulah, menjadi alasan ku untuk terus bergerak hari ini. Tentu setiap kali perjumpaan ada kenangan yang tak dapat dipisahkan. Tentu ada sesuatu atau bahkan seseorang yang paling berkesan dalam hidup, itulah perjumpaan yang kiranya cukup aku dan kawan-kawan ku yang saat itu berjumpa. Ia adalah alasanku untuk tetap berkegiatan karena tanpa ia aku tak mungkin mengatur dan mengontrol masalah pengeluaran (cash flow) anggaran.  (sekian)

Selanjutnya, soal persaudaraan yang begitu harmoni, rasanya tak jauh dari persaudaraan saya dengan orang-orang di Kecamatan Coblong. Dari temen-temen LPM Kelurahan, Karang taruna dan Ibu-ibu PKK di coblong yang amat hafal dengan muka ku sampai dengan hari ini. Termasuk adik-adikku di Relasi masyarakat, seperti Amas (MB 17), Gandhi (PL 17), Jeffri (PL 16), Faishol (MB 18), Wiji (PL 17) dll. Berkat mereka lah, kami dari Kabinet KM ITB bisa mendapatkan harga yang cukup memorable dari pak walikota tahun 2018.

Sumber : LFM ITB, 2018

Alasan-alasan itu, justru semakin meyakinkan saya bahwa pergerakan mahasiswa hari ini, harus memiliki esensi, tak cukup soal sensasi. Kita harus tau mengalokasikan uang dengan bijak, memilih rekan yang strategis dan membangun serta membangun tim dalam organisasi pergerakan.

 

Platform Baru

Tulisan saya ini, akan saya tawarkan kepada rekan-rekan mahasiswa di Indonesia (hari ini), yang kebetulan hidup di era revolusi industri 4.0. Sebagai seorang kakak atau teman yang pernah hadir dan merasakan hal serupa, mungkin aku hanya lebih dahulu merasakan. Senior-junior hanya masalah waktu. Gagasan ini tentu ingin saya kembalikan kepada rekan-rekan sebagai bahan dialektika yang positif dan membangun untuk kehidupan bergerak dan pergerakan mahasiswa. Saya akan bicara dalam ruang lingkup pergerakan internal, dan eksternal. Dengan penjabaran ruang lingkup, yang sudah saya tekankan arahnya.

Pertama, di lingkup internal. Kita akan tau soal bagaimana membangun tim dan kekeluargaan antar pengurus dan anggota dengan baik, bagaimana membangun kepercayaan publik atas organisasi yang kita bangun dan bagaimana membangun kemandirian organisasi.

Tim dan keluarga yang baik, tentu akan menghasilkan kader yang baik. Definisi yang baik, saya akan persilakan pada masing-masing orang yang mengelolanya. Disini, yang harus dicatat, bahwa membangun keluarga dan tim seringkali menjadi dilemma satu sama lain. Tim yang baik, belum tentu memiliki jumlah yang banyak. Akan tetapi tim yang baik, adalah tim yang bisa kerja, efektif bekerja dan saling pengertian. Benarkah begitu? Sebaliknya keluarga yang baik, adalah keluarga yang dapat merekat sebanyak-banyaknya orang untuk ikut dalam platform organisasi yang akan kita pimpin, menjaga satu sama lain dan melindungi nama baik satu sama lain, benarkan?

Seringkali dalam persoalan organisasi mahasiswa, krisis kepercayaan kepada pengurus/ pemimpin bisa kita alami bersama-sama. Kadangkala, hal itu berubah-ubah. Masalah itu dinamis, itulah yang menjadikan kedinamisan kampus karena sejatinya, ia yang melahirkan masalah, ia pula yang harus pandai mengelolanya. Kedinamisan kampus ini sangat sentral untuk diurus sehingga orang yang benar-benar tau masalah kecil dan besar atau masalah turunan yang berpola, orang-orang yang mengikuti kaderisasi dengan patuhlah yang tau-menau soal ini.

Dibalik internal yang sering dilindungi oleh masalah sendiri, soal kemandirian juga amat perlu kita bicarakan. Bayangkan, jika organisasi kamu sangat menggantungkan diri dengan pihak lain (instansi di atasnya), lalu apa beda organisasi pergerakan hari ini dengan organisasi pemerintah yang telah dialokasikan anggarannya? Dari semua masalah internal (anggota-pengurus, anggota-anggota dan pengurus-pengurus), sebenarnya masalah utama kita soal internal terletak pada manajemen waktu dan flow keuangan yang tidak berinovasi.

Kita lupa, bahwa kegiatan adalah uang yang kita keluarkan. Mana ada kegiatan yang tidak mengeluarkan uang sama-sekali. Mana ada kegiatan yang dilakukan jika tidak ada ongkos operasional yang dikeluarkan oleh organisasi. Kita lupa menyetel keuangan kita agar produktif ke luar dan efektif ke dalam. Ujungnya, anggaran organisasi semacam mahasiswa justru lebih sering dialokasikan untuk kegiatan internal- dan pengembangan SDM yang sejatinya, ongkos operasional yang lebih sering dihambur-hamburkan.

Akhirnya, pergerakan mahasiswa yang terjadi hari ini, mahasiswa sangat bergantung pada uang lembaga kemahasiswaan, dana-dana proposal/ sponsor perusahaan atau institusi serta kelompok alumni, jika ada dana hibah. Pergerakan mahasiswa hari ini, justru bernyali ciut. Karena output kegiatan mereka jadi serba nanggung, dan hanya berskala perguruan tinggi atau lokal. Aspek ini yang akan merekomendasikan kemandirian mahasiswa

Kedua, di lingkup eksternal. Kita akan melihat warna-warni pergerakan di berbagai kampus. Warna yang berbeda, dan narasi yang berwarna. Pola pergerakan eksternal mahasiswa (hari ini) hadir begitu monoton, dan tidak berkreasi sesuai dinamika zaman. Pergerakan eksternal yang terlihat justru kumpulan narasi kosong, yang tidak merepresentasikan masyarakat yang dikompromikan.

Justifikasi "monoton",ini yang bisa saya katakan bahwa mahasiswa terlalu monoton menggunakan cara lama, konvensional dan tak kreatif menggunakan jalur jalanan sebagai aspirasi terakhir. Mereka pandai memobilisasi massa,tetapi kurang jenius dalam menggerakan dari bawah lapisan masyarakat (yang hari ini sudah tidak urus soal pemerintah) Yakin, mahasiswa benar mengurus urusan pemerintah atau mewakili masyarakat?

Saya pikir tidak benar kalau mahasiswa benar-benar mengurusi jalannya pemerintahan dan mewakili masyarakat. Hari ini kita bisa evaluasi, dari seberapa banyak mahasiswa yang aktif mengkritisi forum-forum pembangunan dengan pemerintah di berbagai level (baca : musyawarah perencanaan pembangunan). Hari ini, bisa kita evaluasi, seberapa banyak mahasiswa yang sudah mengevaluasi situs pengadaan barang dan jasa (LPSE) dan melihat ketercapaian / realisasi pembangunan. Hari ini, seberapa banyak mahasiswa yang tau bagaimana mekanisme kerja dinas/ SKPD dengan pemerintah daerah yang bersangkutan.Justru yang terjadi, mereka lebih sering "dimanfaatkan", oleh nafsu/ amarah sesaat atau dialektika yang belum tuntas.

Mereka tidak benar-benar membangun kesepahaman dengan lintas masyarakat dan institusi di berbagai level. Mereka bergerak ke atas, tanpa membangun komunikasi dan kesepahaman dari bawah. Bisa kita tebak hasilnya,bagaimana, RUU KPK dan RUU pro kontra lain dimentahkan oleh Jokowi ?

Apa hasil kalian beraksi di depan istana/Senayan? Tidak ada.

Cara-cara bergerak ke luar harus dikreasikan lebih elegan, dan lobi-lobi yang menghasilkan kesepahaman dan pembagian peran yang harusnya menjadi narasi eksternal hari ini. Aspek ini, akan merekomendasikan Ko Kreasi Mahasiswa untuk  Masyarakat. Hal ini sejatinya, telah kami rintis dalam lobi-lobi anggaran di kecamatan agar mengalokasikan kegiatan penerapan teknologi tepat guna bersama mahasiswa.

Diskusi Forum Inovasi Teknologi / Posyantek Coblong 2018

bandrekan-wargi-km-itb-x-posyantek-coblong-ruang-rapat-ke-dua-5dbd6213d541df31662fdb92.jpg
bandrekan-wargi-km-itb-x-posyantek-coblong-ruang-rapat-ke-dua-5dbd6213d541df31662fdb92.jpg
Sumber : Dokumentasi Tim, 2018

Pergerakan Mahasiswa di Era-baru

Kumpulan ini adalah rekomendasi perubahan agar mahasiswa hari ini bergerak lebih produktif, berdampak, dan efektif menjawab kebutuhan masyarakat. Di tengah era revolusi industri 4.0, kita perlu menyadari bahwa Indonesia hari ini sudah memiliki kelengkapan asas dari demokrasi. Kita sudah punya modal dari uang dan SDM yang melimpah. Uang yang banyak di daerah dan tersebar, ternyata hanya menjadi bangunan (bangunan infrastruktur). Memang uang itu bisa menjadi jawaban atas permasalahan sementara namun tidak menjawab masalah ke depan bangsa ini, yakni soal SDM yang berkualitas. Kita sepakat kalau angka ketimpangan yang tercipta hari ini, antara desa dengan kota justru tercipta akibat mekanisme pasar yang berjalan mendorong orang untuk mengeksploitasi teknologi sebagai modal (kapital). Disamping uang, masalah ketidakmerataan SDM juga harusnya menjadi autokritik bagi narasi mahasiswa hari ini.

Saya menawarkan beberapa gerakan perubahan untuk mahasiswa ke depan. Pertama menyangkut kemandirian dan kedua soal ko kreasi mahasiswa untuk masyarakat. 

Kemandirian mahasiswa, yang mengandalkan sekali skema pendanaan organisasi dari kampus atau DIKTI/ pemerintah. Seharusnya menjadi evaluasi bagi mahasiswa hari ini. Berbicara kemandirian, tentunya berbicara soal produk (konsep bisnis) yang ingin dibangun oleh mahasiswa. Hari ini, kita perlu menyadari bahwa 90% dana kegiatan di kampus bersumber dari LK. Lalu bagaimana jika kegiatan kemahasiswaan (hari ini) dibekukan oleh pemerintah? Mahasiswa, bisa apa.

Organisasi BEM/ KM, harus memiliki produk yang menjual. Jika perlu, organisasi demikian harus memiliki sebuah statuta ganda, baik sebagai organisasi mahasiswa atau organisasi bentukan sebagai organisasi masyarakat (CV-Firma- PT). Unit usaha kemahasiswaan juga perlu dibangun kembali, dengan diisi oleh orang-orang kompeten di bidangnya. Produk-produk yang dikembangkan juga tak melulu soal merchendize event, bisa juga kita bangun unit usaha bersama masyarakat (dibidang kuliner atau kraft) yang dijual di acara kemahasiswaan. Berag Bayangkan, apabila organisasi BEM bisa membiayai pergerakan mahasiswa? Bayangkan jika BEM bisa mengalokasikan 5 juta untuk dana riset sebagai insentif tambahan mahasiswa yang ingin mengekskalasikan riset-riset PKM ? Bayangkan, jika riset PKM menjadi produk bisnis yang dapat dijadikan modal untuk ajang inkubasi bisnis-sosial.

Rekomendasi program berikut di antaranya:

1. Dana Abadi Untuk Rekan Mahasiswa (Donatur dari alumni atau wirausaha kampus)

2. Badan Usaha Milik Mahasiswa dengan unit usaha produktif- milikkampus yang terdistribusi (jasa / produk)

3. Temu bisnis dengan alumni

4. Kemitraan Produktif dengan Masyarakat atau swasta 

5. Saham Mahasiswa

6. Lembaga Simpan Pinjam Bagi Hasil (Mahasiswa)

7. Tindaklanjut / mentoring strategis pasca kampus

 

Persoalan ko-kreasi mahasiswa untuk masyarakat, sebenarnya susah untuk tumbuh sendiri. Apalagi untuk kultur kampus  yang seperti ITB, ekslusif. Mahasiswa harus dipancing keluar, baik secara individu atau kelompok. Riset yang hanya menjadi tulisan, seharusnya dikomunikasikan dengan beberapa pihak di bawah (masyarakat / pemerintah), mahasiswa juga harus memiliki data di era hari ini.


Di antaranya :

1. Insentif Riset Berbasis Terapan (Berapa juta per kelompok)

2. Pameran dan Temu Innovator dan pelaku usaha

3. Temu Anggota Dewan/ Pejabat Lintas Daerah dan SKPD (silaturrahmi)

4. Siaran Mahasiswa (Diskusi strategis berbasis online/ radio)

5. Data base kemasyarakatan (data base jejaring relasi- kebutuhan dan peluang kolaborasi)

6. Teras masyarakat (berdiskusi dengan masyarakat secara rutin dan eventual)

7. Satu Desa/ Kampung- Satu Produk Riset Terapan dengan bermitra pemerintah

8. Open Course dan Laboratorium Untuk Masyarakat

Seperti apa yang kita alami hari ini, yakni dengan pos pelayanan teknologi tepat guna. Kita bisa melihat produk riset dari ITB akhirnya bisa dirasakan oleh masyarakat Coblong. ITB perlahan harus di-inklusifkan dengan cara keluar dari zona nyaman. Produk bio aktivator untuk sampah organik inilah yang kami harapkan dapat memasarkan dan menghadirkan kampus ITB di mata masyarakat kami. 

whatsapp-image-2019-10-25-at-17-36-34-1-5dbd6331d541df497a5e2e93.jpeg
whatsapp-image-2019-10-25-at-17-36-34-1-5dbd6331d541df497a5e2e93.jpeg
Sumber : Dokumentasi tim, 2019

Dengan tetap, berharap pada niat yang baik. semuanya itu akan terbangun apabila terbangun kesepahaman dari bacaan saya ini. Bagi yang tidak melihat pola masyarakat hari ini, kalian sebagai mahasiswa tidak akan berkembang menjadi apa-apa dan justru akan terjerembab menjadi masalah bangsa, masalah generasi yang tidak ingin maju.

Sumber :

1. Dokumentasi LFM, 2018

2. Dokumentasi Tim, 2018-2019

3. Pengalaman penulis, 2019

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun