Mohon tunggu...
Mukhtaruddin Yakob
Mukhtaruddin Yakob Mohon Tunggu... Pekerja Media -

Saya seorang pekerja Pers untuk sebuah media televisi. Gemar menulis dan suka diskusi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yang Penting Beda

16 September 2018   08:51 Diperbarui: 16 September 2018   11:53 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demikian juga dengan larangan ngangkang  bagi perempuan penumpang sepeda motor atau kenderaan bermotor roda dua di kota Lhokseumawe. Kebijakan Walikota Suaidi Yahya  bahkan sempat heboh mungkin juga viral jika kondisi saat ini.

Kebijakan yang sempat heboh hingga keluar negeri tahun 2013 lalu mengundang media massa asing mengupas jelas. Koran berbahasa asing The jakarta Post terbitan Jakarta pun menjadikannya sebagai berita utama. Begitu juga BBC World Service  memilih hal ini menjadi berita menarik. Bahkan sempat ada istilah "ngangkang style' yang melahirkan trending topic pada media sosial.

Tidak hanya itu. Stasion TV berita Metro TV pun sempat mengundang Walikota Suaidi Yahya ke studio mereka di Jakarta khusus membahas soal larangan ngangkang. Bahkan, aparat sipil di kota Lhokseumawe pun beberapa kali menggelar razia ngangkang untuk menegakkan kebijakan walikota mereka.

Kita juga tidak melupakan ada larangan keluar rumah pada  malam  hari bagi kaum perempuan yang tidak ada kepentingan dan tidak didampingi mahramnya di atas pukul 9 malam di kota Banda Aceh. 

Ibukota Provinsi Serambi Mekkah ini pun pernah memberlakukan pemisahan kelas bagi  siswa lelaki dengan siswi saat belajar di sekolah.  Aceh Besar  baru saja mengimbau penggunaan jilbab bagi pramugari saat  mendarat dan keluar dari terminal bandara  di Aceh.  Sayangnya, semua larangan itu berlalu  begitu saja.

Berbagai kebijakan "unik" ini semua berdalih pada penegakan Syariat Islam. Menanamkan nilai Islami  boleh saja. Sayangnya kebijakan demi kebijakan daerah berjalan secara reaktif. Mungkin ini kebutuhan warga Aceh di  daerah ini, mungkin juga menciptakan berita. Sayangnya, kebijakan ini pun  bagai lenyap ditelan waktu.

Nah, kebijakan atau edaran atau imbauan atau apa pun namanya jangan dibuat sekadar mencari sensari atau sekadar tampil beda  tanpa perencanaan yang matang sehingga menjadi bulan-bulan media asing bahkan orang nonIslam untuk mencibirnya. Jika tak mampu untuk apa dipaksakan. Semoga kebijakan baru di Bireun ini tak senasib dengan kebijakan  yang sempat  berlangsung di daerah ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun