Mohon tunggu...
Mukhtaruddin Yakob
Mukhtaruddin Yakob Mohon Tunggu... Pekerja Media -

Saya seorang pekerja Pers untuk sebuah media televisi. Gemar menulis dan suka diskusi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gerobag Baca, Literasi di SD Terdampak Gempa

9 Oktober 2017   14:59 Diperbarui: 11 Oktober 2017   08:24 1303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ting...ting...saatnya waktu istirahat."

Begitulah bunyi bel peringatan waktu istirahat di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Trieng Gadeng, Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Siang itu, Jumat (6/10/2017), jam menunjukkan pukul 10.00 WIB, beberapa murid kelas 4, 5 dan 6 bergegas menghampiri sebuah sudut dekat teras bangunan utama di sisi ruang kepala sekolah. Satu per satu mereka meraih rompi tiga warna. Ada yang mengenakan rompi warna biru muda dengan tulisan "Ranger Ketertiban SDN 1 Trieng Gadeng". Beberapa muridnya lainnya berebutan rompi oranye bertuliskan "Ranger Kebersihan". Sisanya rompi putih dikenakan untuk petugas kesehatan.

Jumat siang itu, kondisi terik sekali. Tak ada mendung yang menggelayut di langit Trieng Gadeng. Pancaran surya makin terang saja seiring waktu berjalan menjelang tengah hari. Hanya ada beberapa batang pohon di pagar sekolah, namun belum bisa meneduhkan pekarangan SDN ini. Sekolah yang terletak di ujung komplek beberapa sekolah ini berbatasan langsung dengan bangunan MTs Negeri Trieng Gadeng.

Tanpa komando, para murid yang mengenakan rompi biru muda dan oranye bersemangat menuju sebuah sudut pekarangan sekolah. Awalnya tak bergeming, mengapa mereka bergegas. Ternyata tujuan mereka mengeluarkan sebuah gerobak yang selama ini menjadi idola murid di sini. "Gerobag Baca". Begitu tulisan di bagian depan gerobak beroda tiga.

Tulisan gerobag pun diakhiri dengan g bukan k sebagaimana ejaan lazimnya. Tidak tahu mengapa tulisan gerobak berbeda. Para pengelola sekolah dan gerobak ini pun tak menyadari jika tulisannya berbeda. Selintas mereka berdalih tulisan gerobag sengaja ditulis untuk memancing perhatian. Belum lagi rincian menu yang tertera di dinding depan gerobak baca itu-menurut selera pembaca.

Yang paling menonjol adalah tulisan "Sedia aneka jus ilmu." Tulisan dengan font yang relatif lebih tegas dibandingkan tulisan lainnya.

Tak hanya itu. Mereka juga mencantumkan menu menarik layaknya menu kuliner yang sering ditemui di pasar atau pusat jajan. "Aneka Cergam". Rasa Majalah, Serba-serbi pengetahuan, selera cerita rakyat, dan gado-gado ilmu. Beberapa jinggle pun melengkapi "Gerobag Baca", seperti "Jadikan buku sebagai sahabatmu," dan ditutup "Sedia aneka bacaan gratis".

Delapan siswa berusaha mengarahkan gerobag baca keluar garasi untuk ditempatkan di ruang terbuka. Dengan susah payah mereka mencoba mengarahkan satu per satu roda berjari-jari ke dekat bangunan sekolah-tempat mereka biasa mangkal.

"Ayo bantu dorong, ka tulak hai!" (Ayo dorong lah) teriak ranger biru dalam bahasa daerah Aceh.

"Kalheuh (sudah)!" sahut temannya.

"Ci lom, bek bagah that (Coba lagi, jangan cepat-cepat)," saran teman mereka yang lain.

Para murid ini kepayahan mendorong gerobag baca karena kandas di tumpukan kerikil yang baru ditimbun. Karena cuaca panas, sebagian di antara mereka mulai berpeluh keringat karena kesusahan mendorong gerobak di antara kerikil. Kerikil tersebut baru saja ditimbun di halaman sekolah yang sempat becek agar bisa dilalui.

Kepala sekolah, Pak Marhaban pun ikut membantu. Dia bersama petugas berusaha mengangkat ban gerobak yang sempat terbenam kerikil supaya mudah didorong. Sedangkan rekan mereka sudah tak sabar ingin mendapatkan buku favoritnya saat "Gerobag Baca" dibuka.

"Nah, coba dorong lagi sekarang!" pinta Pak Marhaban sambil terus membantu.

Setelah bersusah payah, gerobag baca ini berhasil juga dikeluarkan meskipun hanya beberapa meter saja dari garasinya. Seperti tersengat, para murid pun berebutan nyaris membuat petugas kewalahan.

"Hai, jangan rebutan, tunggu giliran. Yang tertiblah," ujar petugas yang mulai kewalahan.

"Ayo baris yang tertib, jangan berebut!"

Beberapa ibu guru pun harus nimbrung menertibkan sambil membantu kepala sekolah mereka.

Literasi sekolah

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Setelah posisi gerobak diyakini aman. Ranger mulai membuka kunci gerobak. Sekali lagi, para murid mulai berkerumun lagi. Aksi dorong pun nyaris terjadi jika guru tidak turun tangan.

Murid lelaki berusaha mendahului murid perempuan untuk mendapatkan bacaan favorit. Muhammad Riyan satu dari murid lelaki yang berhasil mendapatkan bacaan idolanya. Murid kelas V ini memilih buku cerita bergambar permainan sepak bola.

Sesuai dengan kodratnya, Riyan senang membaca sejarah sepak bola atau sepak bola dari masa ke masa. Setelah mendapatkan buku sepak bola, Riyan bersama beberapa murid lelaki lain memilih sebuah balai bertiang. Balai berukuran 2x3 meter ini dikenal dengan sebutan Jambo Meurunoe (Pondok Belajar) dekat pagar pekarangan sekolah.

"Kami senang bisa membaca sambil istirahat," kata Riyan.

Ada empat Jambo Meurunoe yang ada di depan pekarangan sekolah. Tiga bangunan terbuat dari kayu, satu lagi dibangun permanen dan terletak bersisian dengan pintu pagar sekolah. Para murid yang tidak kebagian jambo menjadikan anak tangga sekolah menjadi tempat berkumpul. Kondisi ini tak mengurangi semangat mereka membaca.

Beberapa murid perempuan khususnya kelas lima dan enam asik membuka lembar demi lembar buku cerita bergambar. Satu persatu gambar mereka amati sambil membaca keterangan di bawahnya. Sesekali mereka menoleh teman sebelah. Entah apa yang mereka diskusikan. Yang pasti, "Gerobag Baca" sudah mendekatkan mereka dengan buku.

Putri dan Nurfajri, dua murid kelas V SD Negeri 1 Trieng Gadeng yang menikmati keseruan dengan kehadiran suasana ini. Putri bersama Nurfajri dan teman-teman mereka mengaku senang bisa membaca sambil menikmati jajanan.

"Kami lagi baca cerita fiksi. Soalnya buku pelajaran sudah diberikan di dalam kelas," ujar Putri.

"Kami suka membaca cerita sebagai hiburan," sambung Nurfajri seraya menoleh teman sekililingnya.

Putri dan Nurfajri tak kebagian jambo tempat membaca. Mereka pun duduk berjejer di tangga sekolah sambil membolak-balik buku cerita bergambar. Biasanya mereka berdua sering memanfaatkan jambo sebagai tempat membaca. Hari ini mereka kalah cepat sehingga harus rela di tangga sekolah.

Memang, di "Gerobag Baca" sengaja disediakan buku cerita khususnya cerita bergambar. Koleksi ini untuk mengundang minat baca murid yang sudah lelah belajar dalam kelas selama dua jam. Ada sekitar 150 judul buku disediakan di gerobak tersebut. Materinya beragam. Sesuai dengan menu yang tertera pada bagian depan gerobak.

Untuk menghindari rasa bosan, koleksi buku di "Gerobag Baca" pun berganti setiap bulan. Koleksi buku di SD ini yang sudah mencapai 1000 judul memudahkan pengelola mengganti menu bacaan.

"Sebenarnya koleksi buku masih sangat kurang, jika ada yang membantu, kami siap menerima," kata Marhaban sambil tersenyum.

Pasca gempa
Gerobak baca dibuat beberapa hari setelah masa sekolah aktif pasca gempa 6 Desember 2016 lalu. Saat itu, bangunan SDN 1 Trieng Gadeng turut rusak karena gempa bumi. Selain ruang belajar, ruang perpustakaan pun turut retak sehingga khawatir membahayakan penghuninya.

Sang kepala sekolah mengajak para guru tetap dan guru kontrak mencari solusi mencari media yang bisa menggantikan fungsi perpustakaan. Tanpa sengaja keluar usulan membangun "Gerobag Baca" dengan bahasa nyentrik. Selain bisa menggantikan fungsi pustaka mini di tiap kelas, juga dapat memancing minat baca murid.

"Ruang pustaka satu tak mungkin digunakan karena sudah banyak yang retak. Selain itu, anak-anak juga susah diarahkan ke pustaka karena jam istirahat mereka kebanyakan jajan," kata Marhaban mengisahkan asal mula gerobag baca.

Nah, gerobag baca bisa menjangkau anak-anak saat istirahat. Sambil jajan mereka pun bisa membaca, meskipun bukan buku pelajaran. Karena gerobak itu selalu ditempatkan di depan para murid berkumpul dan jajan.

Untuk menarik minat, para petugas dibekali rompi agar berbeda dengan murid lainnya. Ternyata para murid pun berebutan ingin mengenakan rompi.

"Anak-anak juga suka jadi petugas," tambah Marhaban bahagia.

Marhaban pun mengaku, langkah mereka menciptakan "Gerobag Baca" mulai mendapatkan perhatian dari sekolah lain yang ingin meningkatkan minat baca.

SDN 1 Trieng Gadeng memiliki 10 ruang belajar dengan 347 murid. SD yang dibangun sejak 1928-saat masih bernama Sekolah Rakyat (SR) dikelola 27 tenaga guru, termasuk 15 tenaga kontrak. Dengan keterbatasan sarana, mereka ingin menginspirasi sekolah lain, paling tidak sekitar sekolah mereka.

"Ting...ting..., waktu istirahat selesai,"

Peringatan waktu istirahat kembali berbunyi. Para murid pun mengembalikan buku bacaan mereka. Sementara petugas bergegas menyusun buku dan mengemas rompi seraya mengandangkan kembali "Gerobag Baca". Esok hari akan kembali lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun