Mohon tunggu...
Rd.Agah Handoko
Rd.Agah Handoko Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan Bodrex

Diam itu emas, tapi jika diam mu di injak bicaralah agar mereka diam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pangkeng Pendaringan, Kearifan Lokal yang Mulai Tergerus Jaman

24 Juli 2024   04:27 Diperbarui: 24 Juli 2024   04:47 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disebagian rumah orang Bekasi zaman dulu biasanya ada satu tempat khusus yang digunakan sebagai tempat menyimpan beras. Tempat itu berupa Kamar yang di dalamnya terdapat sebuah atau dua buah Tempayan dan beberapa peralatan untuk menyimpan sesajian.

Biasanya Kamar tempat menyimpan Beras itu disebut Pangkeng Pendaringan, Pangkeng artinya adalah Kamar, sedangkan Pendaringan adalah tempat beras. Penyebutan kata keterangan tambahan Pendaringan adalah untuk membedakan dengan kamar yang lain seperti Pangkeng Tamu untuk tamu, Pangkeng Tidur untuk tempat tidur dan lainnya. Didalam Pangkeng Pendaringan biasanya terdapat tempayan tempat wadah beras, Bunga-bunga sebagai Sesaji dan segelas kopi ditambah lisong.

Tetapi sekarang jarang sekali kita menemui pangkeng pendaringan di rumah-rumah orang Bekasi. Orang Bekasi sekarang cenderung sembarang saja menyimpan beras dan pengkeng pendaringan pun menjadi teramat langka.

Pada hari Rabu (11/7/24) saya mencoba menelusuri jejak-jejak Pangkeng Pendaringan yang masih ada, setelah seharian berkeiling akhirnya kami menemukan rumah yang masih mempunyai pangkeng pendaringan, yaitu di rumah nenek Ijah (bukan nama sebenarnya) Warga Kp. Bulak Jambu, Desa Lambang Jaya.Kecamatan Tambun 

Nenek Ijah bercerita bahwa tradisi menyimpan beras di pangkeng pendaringan seperti itu sudah menjadi kebiasaan turun-temurun dan dia hanya mengikuti saja.

"Nenek hanya ngikutin aja, dulu orang tua juga begini," ujar Ijah 

Nenek Ijah bercerita bahwa setiap malam jumat dan malam senin rokok ,kopi, bunga, dll diganti dengan yang baru dan setiap sebulan sekali diadakan ritual dengan membaca doa khusus.

Dalam ritual khusus itu di dalam pangkeng selain membakar kemenyan juga di sediakan beraneka makanan, nasi, dan ikan yang nantinya boleh dimakan setelah ritual selesai

" Seminggu dua kali kopi pahit dan manis diganti, juga bunga tujuh rupa sedangkan sebulan sekali diadakan ritual khusus dengan membaca doa" tutur Ijah.

Biasanya ketika akan mengadakan pesta pernikahan atau keriaan, orang Bekasi biasa juga mengadakan ritual di dalam pangkeng tujuannya adalah agar acara berlangsung lancar dan tidak terjadi sesuatu hal yang merugikan.

Meski sering dikatakan musrik tapi Maja (bukan nama sebenarnya) putra nenek Ijah beranggapan lain, kepada Saya , Maja mengatakan semua itu tergantung niat di hati dan Allah yang paling tahu niat hambanya

Kita lihat sisi positifnya, leluhur kita mengajarkan kedisiplinan bahkan dalam masalah yang sepele kata orang modern, seperti menyimpan beras dan lagi beras sebagai makanan pokok ketika dijaga dan ditempatkan secara terhormat aroma nya pun akan terjaga baik dan akan lebih terasa nikmat ketika di konsumsi," ujar Maja

Maja beranggapan tradisi leluhur kita sejatinya mengajarkan kedisiplinan dan penghormatan terhadap alam ciptaan Allah SWT, sehingga tidaklah tepat bila dibenturkan dengan dogma agama.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun