Mohon tunggu...
Wirawan Agahari
Wirawan Agahari Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Sarjana Teknik Telekomunikasi ITB yang gemar menulis untuk menyampaikan ide, inspirasi, ataupun hanya sekedar berbagi cerita.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Indonesia Goes Digital!

28 Februari 2013   01:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:34 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

[caption id="" align="aligncenter" width="378" caption="Ready To Go Digital? (Sumber : telkomsolution.com)"][/caption] Sebagai seorang karyawan magang di Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, saya merasa memiliki kewajiban untuk ikut membantu sosialisasi salah satu program penting yang ada di kementerian ini. Program tersebut adalah rencana pemerintah untuk melakukan migrasi dari siaran televisi analog ke siaran televisi digital. Mungkin akan banyak muncul pertanyaan seperti “apa sih TV digital itu?”, “apa bedanya digital dan analog?”, dan “kenapa kita harus pindah ke digital?”. Nah, tulisan ini akan mencoba memberi sedikit penjelasan tentang hal-hal tersebut. Semoga bisa menjawab rasa penasaran para pembaca. Mari kita awali dari sebuah pertanyaan sederhana : apa sih TV digital itu? Nah, pada dasarnya sebenarnya tidak ada perbedaan antara TV digital dan analog dari sisi frekuensi radio yang digunakan yaitu UHF / VHF. Yang membedakan keduanya adalah format konten yang digunakan yaitu format digital. Dalam penyiaran analog seperti yang masih digunakan saat ini, apabila penerima (antena) semakin jauh dari stasiun pemancar maka sinyal yang diterima akan makin lemah, dan ini akan berakibat pada penerimaan gambar yang menjadi buruk dan berbayang. Bahasa awamnya, TV kita akan banyak semutnya. Dengan menggunakan TV digital, maka gambar dan suara yang diterima antena akan tetap jernih sampai pada suatu titik dimana sinyal tidak dapat diterima lagi. Singkatnya, TV digital hanya mengenal dua status yaitu diterima (1) atau tidak (0). Jika perangkat penerima dapat menangkap sinyal maka program siaran akan diterima, sedangkan jika tidak dapat menangkap sinyal maka program siaran tidak akan muncul. [caption id="" align="aligncenter" width="432" caption="Perbedaan siaran analog dan siaran digital (Sumber : www.tvdigital.kominfo.go.id)"][/caption] Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah : Ngapain sih kita harus repot-repot untuk migrasi dari analog ke digital? Migrasi ini harus dilakukan karena ITU (International Telecommunication Union) telah menetapkan batas waktu untuk migrasi penyiaran dari analog ke digital, yaitu tanggal 17 Juni 2015. Negara-negara maju di Eropa dan AS sendiri bahkan telah menyelesaikan migrasinya dan telah menghentikan siaran analog (analog switch-off) untuk beralih ke siaran digital. Indonesia juga tidak boleh ketinggalan dalam melakukan migrasi ini, karena teknologi analog akan semakin mahal dan usang akibat tidak ada lagi yang menggunakan.  Penggunaan frekuensi analog nantinya juga tidak akan mendapat perlindungan internasional. Oleh karena itu, migrasi ini menjadi sangat penting untuk dilakukan. Pemerintah sendiri telah berencana untuk melakukan migrasi ke TV digital mulai 2012 dan pada 2018 akan dilakukan analog switch-off secara nasional. Biasanya masyarakat akan berpindah dari barang A ke barang B jika barang B tersebut dinilai lebih menguntungkan. Begitu pula dengan migrasi TV digital ini. Ada beberapa keuntungan yang akan didapat dengan melakukan penyiaran digital dan keuntungan ini akan didapatkan oleh beberapa pihak, yaitu konsumen, lembaga penyiaran, industri kreatif, industri perangkat, dan juga pemerintah. Keuntungan-keuntungan tersebut dijabarkan berikut ini :

  1. Bagi konsumen : kualitas gambar serta suara yang lebih baik dan pilihan program siaran yang lebih banyak
  2. Bagi lembaga penyiaran : efisiensi infrastruktur dan biaya operasional serta mendukung teknologi yang ramah lingkungan
  3. Bagi industri kreatif : menumbuhkan industri konten nasional dan lokal
  4. Bagi industri perangkat : kesempatan bagi industri nasional untuk memproduksi Set Top Box
  5. Bagi pemerintah :  efisiensi spektrum frekuensi radio dan potensi PNBP dari digital deviden serta peningkatan pertumbuhan ekonomi dari broadband

Dari keuntungan-keuntungan ini sudah jelas bahwa migrasi ke penyiaran digital sangatlah penting dan juga memberikan banyak manfaat. Nah, pertanyaannya sekarang adalah perlukah kita membeli TV baru untuk dapat menikmati siaran digital? Jawabannya adalah TIDAK! Karena kita cukup menambah peralatan untuk menerima sinyal digital bernama Set Top Box. Alat ini merupakan sebuah converter yang mengkonversi sinyal digital menjadi gambar dan suara yang dapat dinikmati di TV analog biasa. Tanpa alat ini maka kita tidak dapat menikmati siaran TV digital. Untuk TV yang diproduksi di era sekarang ini sudah banyak yang terintegrasi dengan Set Top Box sehingga kita tidak perlu membeli perangkat ini lagi. Permasalahan muncul ketika banyak warga berpenghasilan rendah yang memiliki TV namun tidak mampu ataupun tidak tahu tentang kebutuhan untuk memiliki Set Top Box sebagai syarat untuk menikmati siaran digital. Karena itu pemerintah juga merencanakan untuk melakukan pengadaan Set Top Box untuk masyarakat tidak mampu di seluruh Indonesia. Dengan demikian, masyarakat yang tidak mampu tidak perlu khawatir tidak dapat menikmati siaran digital karena akan mendapat bantuan dari Pemerintah. [caption id="" align="aligncenter" width="290" caption="Menikmati siaran digital tak harus membeli TV baru. Cukup dengan membeli Set Top Box dan anda sudah bisa menikmati siaran digital. (Sumber : www.tvdigital.kominfo.go.id)"][/caption] Itulah sekilas penjelasan terkait siaran TV digital. Untuk info lebih lanjut, silahkan mengakses portal  informasi TV digital yang disediakan pemerintah disini. Semoga bermanfaat dan mari kita dukung program Indonesia Goes Digital! Sumber : www.tvdigital.kominfo.go.id

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun