Tujuannya ialah untuk menekan dan mengatur sistem finansial klub-klub peserta baik sebelum mengikuti kompetisi hingga setelah kompetisi berakhir. Sistem financial fair play ini nantinya dapat diimplementasikan secara pragmatis lewat budget dan player performance index.
Dimana nantinya ada aturan tegas yang akan dibuat oleh operator kompetisi untuk mengatur dan menentukan berapa besaran nilai kontrak setiap pemain ketika akan direkrut oleh klub-klub peserta kompetisi berdasarkan jumlah cap (penampilan) dan performa pemain. (Terkait Fiancial Fair Playselengkapnya bisa baca diartikel saya disini)
Lalu yang menjadi pertanyaan berikutnya, bagaimana jika ternyata dana APBD ini diberlakukan hanya berbatas pada klub-klub sepakbola amatir dan sekolah-sekolah sepakbola (SSB) diseluruh daerah di Indonesia. Hal ini sebenarnya masih bisa dimaklumi dan masih mungkin diterima, namun juga masih bisa diperdebatkan.
Yang menjadi pertanyaan nantinya ialah, ada berapa banyak jumlah klub sepakbola amatir di Indonesia, khususnya klub-klub amatir yang terdaftar atau tergabung bersama Federasi resmi (PSSI) termasuk juga sekolah-sekolah sepakbola resmi di Indonesia. Apakah keseluruhan tim-tim dan sekolah sepakbola tersebut akan mendapatkan suntikan dana/bantuan dari APBD secara merata?
Lalu hal yang dikhawatirkan lainnya, adalah adanya celah yang cukup besar bagi pihak-pihak atau oknum-oknum tertentu yang mungkin nantinya dapat memanfaatkan atau menyalahgunakan aturan atau kebijakan ini untuk kepentingan pribadi mereka.
Jika boleh jujur cukup sulit untuk mengklasifikasikan berapa jumlah besaran dana dan subjek yang layak dan tepat untuk memperoleh bantuan tersebut. Ya meski sebenarnya hal tersebut masih bisa dicarikan solusinya salah satunya dengan membuat seperangkat aturan yang ketat perihal penggunaan dana APBD ini, seperti apa yang diamanatkan Presiden Joko Widodo agar ada aturan batasan penggunaan dana APBD ini untuk sepakbola.
Hal yang mungkin dapat dilakukan oleh Pemerintah selain dengan memberikan izin penggunaan dana APBD untuk klub sepakbola amatir dan sekolah sepakbola ini salah satunya ialah dengan membangun sarana infrastruktur olahraga khususnya untuk sepakbola yang layak atau sesuai standar di setiap daerah di Indonesia.
Yang nantinya sarana infrasruktur ini dapat digunakan atau dimanfaatkan sebesar-besarnya dan sebebas-bebasnya baik untuk klub sepakbola professional, amatir maupun sekolah sepakbola yang ada diseluruh wilayah Indonesia.
Selain masih sangat kurang, infrastruktur olahraga khususunya sepakbola di sebagian besar daerah di Indonesia juga terbilang kurang layak atau tidak memenuhi standar. Ketersediaan sarana infrastruktur ini setidaknya bisa lebih menunjang dan lebih bermanfaat bagi klub professional, amatir dan juga sekolah sepakbola yang ada di Indonesia.
Ya apapun itu, semuanya kembali kepada Pemerintah, apakah akan tetap pada pendiriannya untuk mencabut aturan larangan penggunaan dana APBD tersebut untuk klub sepakbola atau justru sebaliknya.
Yang pasti seperti yang telah kita dibahas diatas, bahwa esensi dari sepakbola professional salah satunya ialah kemandirian dalam pengelolaan manajemen, baik itu klub sepakbolanya, operator kompetisinya maupun federasinya (PSSI). Jika kita berbicara mengenai sepakbola industri maupun tatakelola sepakbola yang professional, maka bagi penulis wacana akan dicabutnya larangan penggunaan dana APBD untuk klub sepakbola ini “mungkin” bukanlah satu langkah yang tepat dan bijak bagi perkembangan dan kemajuan persepakbolaan Indonesia kedepannya.