Pada saat ini, seluruh dunia tengah dilanda permasalahan ekonomi. Indonesia menjadi negara yang tidak luput dalam terpaan berbagai masalah di sektor ekonomi. Hal ini terjadi dikarenakan efek dari adanya pandemi COVID-19 dalam beberapa tahun lalu. Masifnya pengurangan karyawan dan pemberhentian kerja menyebabkan beberapa kepala keluarga terpaksa harus kehilangan pemasukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari anggota keluarga mereka.
Tidak hanya itu, ketidakstabilan ekonomi dunia mengakibatkan harga bahan pokok menjulang tinggi. Hal ini semakin menyulitkan masyarakat Indonesia untuk memenuhi kebutuan mereka. Salah satu masyarakat Indonesia yang terdampak akan hal ini adalah Emi. Amiroh atau biasa dipanggil Emi, merupakan ibu rumah tangga sekaligus ibu dari dua anak yang saat ini sedang aktif bersekolah.
Meskipun suaminya masih memiliki pekerjaan sebagai karyawan swasta tetapi kenaikan harga bahan pokok yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir dan masih adanya tanggungan yaitu kedua anaknya yang masih bersekolah, memaksa Emi untuk memutar otak dalam mencari penghasilan tambahan untuk keluarganya. Hal ini dikarenakan Emi tidak bisa jika hanya mengandalkan gaji suaminya setiap bulannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.
"Suami sih masih bekerja mas, tapi kita semua tahu kalau harga sembako kan naik terus tiap harinya. Anak-anak juga masih pada sekolah masih pada bayar spp jadi kalau hanya pakai gaji suami perbulannya gabisa nutup," ujarnya.
Pada tahun 2020 ketika covid melanda, Emi mendapat kabar dari suaminya bahwa gaji suaminya akan dipotong 50% dikarenakan sepinya tamu yang datang dan menginap di hotel suaminya bekerja. Mendengar hal itu kemudian Emi memutar otak untuk memulai usaha yang dapat ia lakukan di rumah.
"Tahun 2020 kemarin itu jujur saya pusing banget mas. Suami saya kerja di hotel terus banyak rumor hotel mau mempensiunkan dini para pekerjanya. Jadi teman-teman kerja suami saya banyak yang di PHK tapi untungnya suami saya enggak, cuma memang gaji yang suami saya terima hanya 50% dari biasanya karena tamu hotel sepi," ucap Emi.
Kemudian Emi teringat akan adiknya yang berjualan kripik tempe sagu di kampung halamannya. Sama seperti Emi, adiknya memiliki usaha kripik tempe sagu untuk tambahan penghasilan keluarganya. Alasan Amiroh memilih membuka usaha berjualan kripik tempe sagu adalah dikarenakan bahan yang digunakan dalam pembuatannya yang tergolong murah dan mudah untuk didapatkan. Oleh karena itu, Amiroh mulai belajar untuk mengolah kripik tempe sagu melalui berbagai video Youtube dan diajari oleh adiknya ketika Amiroh sedang pulang kampung untuk menengok ibunya di rumah.
"Saya awalnya membuka usaha kripik tempe sagu ini karena adik saya mulai duluan mas. Jadi, saya ikut adik saya, siapa tahu bisa karena modal untuk usaha kripik tempe sagu ini relatif murah. Akhirnya saya diajarin adik saya pas saya lagi pulang ke rumah. Sambil liat liat tutorial di Youtube juga mas belajarnya."
Berkali-kali Emi gagal dalam percobaannya membuat kripik tempe sagu. Akan tetapi, dengan tekat dan keinginan yang kuat untuk membantu suaminya memenuhi kebutuhan rumah, akhirnya ia berhasil membuat kripik dengan tekstur dan rasa yang menurutnya pas di lidahnya.
Dalam pembuatan kripik tempe sagu terbagi dalam beberapa langkah. Langkah yang pertama adalah membuat adonan tempe itu sendiri. Emi membeli tempe yang masih berbentuk kedelai dan tepung kanji. Tempe yang dijual di daerahnya yaitu Sedayu, Bantul, rata-rata merupakan tempe yang dibungkus daun pisang. Alhasil Emi memiliki takarannya sendiri yaitu ia membeli tempe seharga Rp 10.000 dan untuk takaran tepung kanji 1 kg.
Lalu Amiroh menyediakan wadah berupa baskom untuk membuat adonan dengan memasukkan semua tempe setengah jadi yang masih terbungkus daun pisang tersebut dengan tepung kanji. Ketika semua bahan telah tercampur lalu Emi menuangkan adonan tersebut ke plastik dengan ukuran 8 x 20.
Setelah itu, langkah yang selanjutnya adalah menunggu adonan tersebut padat selama kurang lebih tiga hari dengan menyimpannya di suhu ruang. Ketika adonan tempe tersebut sudah padat, Amiroh membuka plastik pembungkus tersebut lalu ia memotong adonan tersebut menggunakan cutter dengan ketebalan yang cenderung tipis-tipis.
Ketika semua adonan sudah terpotong maka langkah terakhir adalah penggorengan adonan tersebut. Dalam menggorengnya juga tidak dengan cara yang asal-asalan agar adonan tidak saling menempel ketika digoreng. Setelah semua adonan tergoreng hingga kecoklatan maka angkat lalu tiriskan.
Setelah adonan tersebut ditiriskan lalu langkah selanjutnya yaitu proses pengemasan. Sebelum memasuki proses packing atau pengemasan ini terdapat hal yang perlu dilakukan, yaitu memasukkan kripik ke dalam spinner agar keripik tidak terlalu berminyak. Spinner yang digunakan pun spinner buatan sendiri dikarenakan harga spinner yang mahal, Amiroh membuatnya sendiri dengan memodifikasi kipas angin yang tidak terpakai sebagai alat pemutarnya atau spinner.
"Mesin spinner harganya mahal mas. Untuk mesin spinner yang saya pakai itu buatan suami saya. Dia memodifikasi kipas angin yang tidak terpakai buat mesinnya lalu menggunakan toples sebagai wadah kripiknya. Zaman sekarang pandai-pandai kita memanfaatkan barang yang ada dari pada beli mahal-mahal mas," ucap Emi.
Sesudah melakukan spinner pada kripiknya, maka langkah yang terakhir yaitu pengemasan atau packing sebelum disetorkan ke beberapa tempat. Kripik tempe sagu kemudian dimasukkan ke beberapa ukuran plastik seperti 1 kg, 0,5 kg, dan 0,25 kg. Proses pengemasan yang dilakukan oleh Emi terbilang masih menggunakan cara yang tradisional yaitu dengan memanaskan plastik pembungkus dengan menggunakan api yang terdapat pada lilin.
Masih dengan kendala biaya, Emi terpaksa menggunakan cara ini dikarenakan alat mesin press yang harganya tidak terjangkau. Meskipun menggunakan cara tradisional, hasil pengemasannya pun terbilang rapi dan tempe yang terbungkus dapat tahan lama dikarenakan kedap udara.
Emi menyetorkan kripiknya ke berbagai tempat dengan sistem titip jual. Awalnya, terdapat kendala dalam titip jual yang dilakukan oleh Emi ke beberapa toko. Hal ini dikarenakan toko tersebut hanya menerima makanan yang sudah bersertifikasi halal MUI dan Nomor Induk Berusaha (NIB). Alhasil Emi pun mau tidak mau mengurus kedua berkas tersebut ke kelurahan dan kemudian dalam beberapa waktu berlalu kedua berkas tersebut akhirnya terbit sehingga kripik Emi resmi bersetifikasi Halal MUI serta memiliki NIB.
"Jadi awalnya itu ada kendala mas karena toko yang hendak saya titip jual mengharuskan produk saya ada logo halal sama NIB. Mulai dari situ saya langsung mengurus itu ke kelurahan terus terdapat beberapa pelatihan akhirnya sekitar satu bulan langsung keluar berkasnya," ujar Emi.
Ketika ditanya mengenai minatnya untuk memperbesar usahanya sehingga dapat lebih berkembang, Emi memberikan jawaban bahwasanya pada saat ini ia belum berniat untuk mengembangkan usahanya dikarenakan ia masih sibuk dengan pekerjaan rumah sehingga fokus Emi terbagi-bagi. Jika ia memperbesar usahanya dalam waktu dekat ini maka pekerjaan rumah akan terbengkalai mengingat suami yang tidak bisa membantunya dikarenakan bekerja dan kedua anaknya yang masih bersekolah.
"Untuk sekarang saya belum ada niatan mas buat gedein ini. Tapi insyaallah besok pas kerjaan saya sebagai ibu rumah tangga bisa berkurang pas anak-anak saya udah pada kerja saya memang ada niatan buat gedein usaha ini mas."
Meskipun demikian, Emi bersyukur karena dengan usaha kripik tempe sagu yang ia rintis, Emi mampu membantu meringankan beban suaminya mengenai persoalan materi. Hal ini dikarenakan dalam sebulan omset yang diperoleh Emi ketika ia rajin menyetori kripik ke toko-toko sebesar Rp 400.000. Dengan uang tersebut ia sisihkan sebagian untuk modal kembali dan sisanya dapat ia gunakan untuk belanja kebutuhan sehari-hari keluarganya.
"Kripik tempe sagu ini sangat berarti buat saya mas. Alhamdulillah sebulan omset yang bisa saya pegang itu bisa sampai Rp 400.000 bisa buat puter modal, belanja, sama uang saku anak-anak. Buat saya apa aja bakal saya lakuin buat nambah-nambah penghasilan suami mas. Asalkan halal dan engga merugikan orang lain, insyaallah berkah dunia akhirat," tambahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H