Masih dengan kendala biaya, Emi terpaksa menggunakan cara ini dikarenakan alat mesin press yang harganya tidak terjangkau. Meskipun menggunakan cara tradisional, hasil pengemasannya pun terbilang rapi dan tempe yang terbungkus dapat tahan lama dikarenakan kedap udara.
Emi menyetorkan kripiknya ke berbagai tempat dengan sistem titip jual. Awalnya, terdapat kendala dalam titip jual yang dilakukan oleh Emi ke beberapa toko. Hal ini dikarenakan toko tersebut hanya menerima makanan yang sudah bersertifikasi halal MUI dan Nomor Induk Berusaha (NIB). Alhasil Emi pun mau tidak mau mengurus kedua berkas tersebut ke kelurahan dan kemudian dalam beberapa waktu berlalu kedua berkas tersebut akhirnya terbit sehingga kripik Emi resmi bersetifikasi Halal MUI serta memiliki NIB.
"Jadi awalnya itu ada kendala mas karena toko yang hendak saya titip jual mengharuskan produk saya ada logo halal sama NIB. Mulai dari situ saya langsung mengurus itu ke kelurahan terus terdapat beberapa pelatihan akhirnya sekitar satu bulan langsung keluar berkasnya," ujar Emi.
Ketika ditanya mengenai minatnya untuk memperbesar usahanya sehingga dapat lebih berkembang, Emi memberikan jawaban bahwasanya pada saat ini ia belum berniat untuk mengembangkan usahanya dikarenakan ia masih sibuk dengan pekerjaan rumah sehingga fokus Emi terbagi-bagi. Jika ia memperbesar usahanya dalam waktu dekat ini maka pekerjaan rumah akan terbengkalai mengingat suami yang tidak bisa membantunya dikarenakan bekerja dan kedua anaknya yang masih bersekolah.
"Untuk sekarang saya belum ada niatan mas buat gedein ini. Tapi insyaallah besok pas kerjaan saya sebagai ibu rumah tangga bisa berkurang pas anak-anak saya udah pada kerja saya memang ada niatan buat gedein usaha ini mas."
Meskipun demikian, Emi bersyukur karena dengan usaha kripik tempe sagu yang ia rintis, Emi mampu membantu meringankan beban suaminya mengenai persoalan materi. Hal ini dikarenakan dalam sebulan omset yang diperoleh Emi ketika ia rajin menyetori kripik ke toko-toko sebesar Rp 400.000. Dengan uang tersebut ia sisihkan sebagian untuk modal kembali dan sisanya dapat ia gunakan untuk belanja kebutuhan sehari-hari keluarganya.
"Kripik tempe sagu ini sangat berarti buat saya mas. Alhamdulillah sebulan omset yang bisa saya pegang itu bisa sampai Rp 400.000 bisa buat puter modal, belanja, sama uang saku anak-anak. Buat saya apa aja bakal saya lakuin buat nambah-nambah penghasilan suami mas. Asalkan halal dan engga merugikan orang lain, insyaallah berkah dunia akhirat," tambahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H