Mohon tunggu...
Fuziansyah Bachtar
Fuziansyah Bachtar Mohon Tunggu... Lainnya - Pemburu hikmah kehidupan

Pemburu hikmah kehidupan, dengan merenungi ayat-ayat di alam semesta dan di kitab suci, dan mengkaji perjalanan sejarah manusia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Contoh Haji Mabrur #1 - Para Haji Pelopor Kebaikan di Masyarakat dan Pejuang Kemerdekaan Indonesia

17 Agustus 2023   17:09 Diperbarui: 17 Agustus 2023   17:15 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ref: https://www.viva.co.id

Contoh Haji Mabrur #1 -

Para Haji Pelopor Kebaikan di Masyarakat dan Pejuang Kemerdekaan Indonesia

Seperti yang sudah dijelaskan di tulisan sebelumnya, bahwa para haji mabrur selalu berusaha menjadi yang terdepan dalam memperjuangkan kebaikan dan kebenaran. Berikut ini nama-nama para haji yang tercatat dalam sejarah, sebagai pelopor kebaikan di masyarakat dan memiliki peranan penting dalam memperjuangkan kebangkitan dan kemerdekaan Indonesia.

  • Haji Piobang, Haji Sumanik dan Haji Miskin dari Minangkabau, serta Haji Imam Bonjol

Haji Piobang, Haji Sumanik dan Haji Miskin, adalah tiga serangkai yang memulai gerakan pembaharuan Islam di Minangkabau. Sepulang dari pergi haji tahun 1803, prihatin dengan kondisi masyarakat yang makin jauh dari nilai-nilai Islam seperti adu ayam, judi, minum tuak dan mengisap candu/rokok, mereka melakukan khutbah dan dakwah mengajak masyarakat untuk kembali menjalankan ajaran Islam. 

Sayangnya ajakan ini kurang diterima oleh kaum adat yang kekeh dengan kebiasaan tersebut. Terjadilah konflik antara pembaharu Kaum Padri dengan pendukung status quo Kaum Adat. Belanda mengambil kesempatan untuk masuk menguasa daerah Minangkabau ini dengan bekerja sama dengan Kaum Adat, dan mengirimkan pasukannya.

Perlawanan sengit dilakukan oleh Kaum Padri, dan salah seorang pimpinan pasukannya yang terkenal bernama Tuanku Imam Bonjol. Dengan kebijaksanaannya, Tuanku Imam Bonjol berhasil mengajak Kaum Adat untuk bersatu bersama melawan penjajah Belanda, dan berhasil menggolkan konsensus Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah. 

Perlawanan demi perlawanan terus dilakukan, namun tidak berhasil karena Belanda unggul dalam persenjataan dan pengalaman menangani Perang Diponegoro di Jawa 1825-1830. Tuanku Imam Bonjol akhirnya menyerah kepada Belanda di tahun 1937. Beliau ditangkap dan dibuang ke Cianjur, lalu ke Minahasa, sampai kemudian meninggal dunia di sana.

  • Haji Diponegoro

Mungkin banyak yang belum tahu bahwa Pangeran Diponegoro adalah seorang haji. Ini diungkapkan oleh seorang peneliti sejarah Indonesia dari Inggris, Peter Carey. Bahkan katanya, Pangeran Diponegoro sepanjang hidupnya telah melaksanakan haji sebanyak tiga kali. Terakhir dilakukan tahun 1808, di usia 23 tahun. Hal ini sangat mungkin mengingat Beliau adalah anak raja yang mampu secara ekonomi, dan sudah dididik agama sejak kecil dengan nyantri ke pesantren Tegalsari di Ponorogo. Salah satunya berkat pendidikan dari neneknya Gusti Kanjeng Ratu Tegalrejo, putri keturunan Raja Bima yang dikenal sangat kuat memegang agama.

Prihatin dengan kondisi kesultanan Yogyakarta yang diacak-acak oleh Belanda dengan masuknya budaya Barat dan masuknya candu/madat, eksploitasi pajak yang tinggi kepada rakyat, dan dipicu karena usaha Hindia Belanda mengambil paksa tanah milik kerajaan, maka tahun 1825, Haji Diponegoro memimpin perang yang berhasil membuat Belanda nyaris bangkrut, dengan menguras kas Belanda mencapai 25 juta gulden, dan terbunuhnya ribuan prajurit Belanda. Dalam perjuangan tersebut, Haji Diponegoro didukung oleh rakyat dan para tokoh agama: 112 kyai, 31 haji, 15 syeikh dan puluhan penghulu. Beliau juga mengadopsi sistem kemiliteran dari kekhalifahan Turki.

Sayangnya, Belanda akhirnya menang dengan mengubah strateginya yakni strategi benteng stelsel yang berhasil memutus jalur informasi dan logistik pasukan Diponegoro. Akhirnya di tahun 1830, Haji Diponegoro berhasil dijebak dan ditangkap, kemudian diasingkan ke Manado, lalu dipindahkan ke Makassar, sampai akhir hayatnya.

  • Haji Abdul Karim, Haji Wasyid dan Haji Tubagus Ismail dari Banten

Setelah Perang Diponegoro, tidak banyak perlawanan yang dilakukan. Mungkin karena di masa itu, rakyat disibukan dengan program tanam paksa (cultuurstelsel), yang dipakai Belanda untuk mengisi kembali kas keuangan mereka yang habis-habisan. Di masa-masa ini ada sebuah pemberontakan yang dilakukan oleh para petani Banten, dipimpin para haji tahun 1888.

Dalam peristiwa yang dikenal dengan nama Geger Cilegon ini, dipicu oleh ketidakpuasan karena faktor ekonomi, budaya dan agama. Awalnya tahun 1882, rakyat Banten ditimpa bencana kelaparan dan penyakit pes binatang ternak. Pemerintah kolonial memerintahkan seluruh hewan ternak di Banten dibunuh termasuk binatang yang tidak kena penyakit, semua tanpa diberi ganti rugi. Kebijakan ini malah menyebabkan berkembangnya wabah penyakit baru di masyarakat. Rakyat bertambah sengsara ketika terjadi bencana meletusnya Gunung Krakatau tahun 1883 yang memicu terjadinya tsunami yang mengakibatkan banyak korban jiwa. Parahnya lagi pemerintah kolonial menetapkan aturan pajak baru yang makin merugikan rakyat.

Dipicu atas peristiwa perubuhan Menara mushola atas perintah Asisten Residen yang merasa terganggu dengan bunyi azan, rakyat Banten dipimpin para haji seperti Haji Abdul Karim, Haji Wasyid dan Haji Tubagus Ismail melakukan perlawanan menyerang rumah Asisten Residen dan kantor pemerintah. Sayang, akhirnya perlawanan tersebut dapat ditumpas oleh Hindia Belanda yang segera mengirimkan pasukan dari Batavia.

  • Haji Rasul dan Haji Abdul Malik Karim Amrullah

Haji Rasul atau Haji Abdul Karim Amrullah(HAKA), adalah salah seorang dari empat serangkai pembaharu Islam di Minangkabau, bersama dengan Haji Abdullah Ahmad, Syekh Muhammad Thalib Umar dan Syekh Muhammad Jamil Jambek. Mereka ini menjadi pembuka jalan perjuangan dengan metode pendidikan, bukan lagi perlawanan secara fisik. Dari perjuangan Beliau ini lahirlah para tokoh bangsa seperti Zainuddin Labai El-Yunusi, Haji Abbas Datuk Tunaro, H. Yusuf Amrullah, A.R. Sutan Mansyur, Haji Jalaluddin Thalib, Haji Mukhtar Luthfi, Hashim El Husni Adam Balai-Balai, Rahmah El-Yunusiyah, Rasuna Said, dan Hamka, putranya sendiri.

Tahun 1894 di usia 15 tahun, Haji Rasul pergi haji ke Mekkah dan menetap di sana selama 7 tahun. Beliau berguru kepada para ulama di Mekkah termasuk Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Setelah pulang kampung Beliau kembali ke Mekkah tahun 1903 dan baru pulang tahun 1906 dan mulai menyampaikan ilmunya di Surau Jembatan Besi. Beliau kemudian mendirikan Lembaga pendidikan Sumatera Thawalib untuk meningkatkan kualitas Pendidikan. Dalam perjalanannya Sumatera Thawalib menjadi Lembaga Pendidikan yang maju di zamannya. Bahkan Universitas Al-Azhar di Mesir baru membuka program Pendidikan untuk wanita setelah rektor Al-Azhar datang dan menyaksikan langsung program pendidikan di Diniyah Putri, yang dikelola oleh Rahmah El-Yunusiyah lulusan dari Sumatera Thawalib.

Perjuangan HAKA ini diteruskan oleh murid-muridnya. Salah satunya adalah puteranya Hamka. Hamka yang dikenal sebagai ulama yang juga wartawan dan sastrawan ini juga berkiprah menjadi Imam Masjid Al-Azhar, membangun Lembaga Pendidikan Al-Azhar di Jakarta, dan menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun