Tiga Kegagalan Besar Habibie di Bidang Iptek
Saat ini ramai kritikan ditujukan kepada BRIN, mengingat hilangnya nama Habibie dari jejak lini masa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di kantor BRIN sendiri.
Di panel lini masa “Sejarah Riset dan Inovasi Indonesia” tersebut, hanya memuat dua foto tokoh: Sukarno dan Laksana Tri Handoko. Sisanya berupa logo besar G20 dan tulisan-tulisan aneka tema. (cnnindonesia.com)
Sukarno, yang juga Presiden pertama Republik Indonesia dan sekaligus ayahanda dari Megawati Sukarnoputri ketua Dewan Pengarah BRIN saat ini, disebut sebagai pelopor riset usai membentuk Organisasi untuk Penyelidikan dalam Ilmu Pengetahuan Alam (OPIPA) pada tahun 1948. Sementara Laksana Tri Handoko adalah Kepala BRIN saat ini. Anehnya nama Habibie tidak disebutkan di sana.
Memang ada poster foto hitam putih seorang pria berkostum jas yang berdiri sambil memegang pesawat miniatur. Sosoknya mirip dengan Habibie, Presiden ketiga RI, Menteri Negara Riset dan Teknologi 1978-1998, yang juga ilmuwan teknologi penerbangan.
Namun tidak ada papan nama atau keterangan apa pun mengenai siapa sosok pria tersebut. Padahal Habibie memiliki peranan besar dalam perkembangan riset dan inovasi di Indonesia, dari pendirian dan pengembangan Lembaga penelitian dan industri strategis seperti LIPI, BPPT, LAPAN, BATAN, PAL, IPTN, dsb, sampai dengan pembuatan pesawat terbang N250 Gatotkaca.
Pesawat terbang N250 sendiri dianggap fenomenal bagi bangsa Indonesia karena ini adalah pesawat pertama yang didesain dan diproduksi dari hasil riset dan teknologi dalam negeri, di bawah manajemen PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN), berbeda dengan pesawat sebelumnya CN235 yang masih mengandalkan teknologi asing dari Spanyol.
Sayangnya, semenjak krisis moneter 1998, saat ini penelitian dan pembuatan pesawat terbang sudah dihentikan. Banyak kritikan terkait pengembangan teknologi penerbangan tersebut. Bahkan, Kepala BRIN sendiri pernah meminta para peneliti untuk lebih realistis dan tak mengulangi praktek di era Habibie. "Kita harus realistis lah, jangan diulangi lagi praktek kita yang sudah sejak zaman, mohon maaf nih ya, eyang kita ya, eyang Habibie", ujarnya, dalam sebuah video yang pernah beredar.
Terkait dengan ini, penulis mencatat ada tiga kegagalan besar Habibie di bidang iptek.
Yang pertama, Habibie tidak berhasil membawa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuju industri yang kuat dan berhasil secara ekonomis. Beberapa industri yang dibangun mengalami kesulitan keuangan, seperti IPTN yang harus dibubarkan dan ditutup. Krakatau Steel yang diharapkan bisa membangun industri baja masih keteteran, bahkan selama beberapa tahun mengalami kerugian keuangan.
Memang ada alasan darurat dikarenakan ‘krisis moneter 1998’, dimana beberapa industri seperti IPTIN harus ditutup mengikuti instruksi dari IMF karena dianggap tidak memberikan keuntungan finansial. Sebagai presiden waktu itu, Habibie harus mengalah demi kepentingan bangsa yang lebih besar.
Kedua, tercerai berainya SDM iptek yang sudah dibina. Dalam kurun waktu 1982 sampai 1996, di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi, Habibie telah menginisiasi program beasiswa OFP, STMDP, dan STAID, untuk para lulusan terbaik SMA dari seluruh pelosok negeri. Program yang dikenal dengan nama beasiswa Habibie ini telah mengirimkan sekitar 4.000 orang anak-anak muda Indonesia untuk belajar ke luar negeri: Jerman, USA, Perancis, Belanda, Inggris, Australia, Kanada, Austria dan Jepang.
Lulusannya telah berkiprah dan memberikan kontribusi di berbagai Instansi dan Lembaga Pemerintah serta Industri Strategis. Hanya saja, imbas kondisi darurat akibat krisis moneter, banyak dari mereka yang keluar dan berkiprah di luar, baik di perusahaan swasta nasional maupun di luar negeri. Sayang sekali hingga kini ribuan SDM iptek terbaik itu masih tercerai berai belum bisa disinergikan secara optimal.
Terakhir, dan ini adalah kegagalan yang terbesar adalah, terlahirnya ilmuwan seperti LTH, yang melahirkan kebijakan pengembangan iptek yang lebih banyak mendasarkan kepada pertimbangan politis dibanding pertimbangan kemajuan iptek itu sendiri dan bagaimana sisi positif-nya kepada bangsa dan negara.
Bisa dilihat dari dihilangkannya nama Habibie dari lini masa sejarah riset dan inovasi Indonesia. Padahal peranan beliau dalam perkembangan iptek di Indonesia sangatlah signifikan, dan di masa Habibie itulah masa semangat tingginya perhatian terhadap iptek di Indonesia.
Nama Habibie telah hilang dari lini masa sejarah riset dan inovasi Indonesia, namun namanya tetap dikenang dalam otak dan hati para ilmuwan, pelajar, mahasiswa dan anak-anak muda era tahun 80-an dan 90-an. Mereka masih merekam dalam benak ingatan mereka, perasaan kekhawatiran sekaligus kekaguman saat penerbangan perdana pesawat N250 dilakukan pada tanggal 10 Agustus 1995. Dan tanggal 10 Agustus ini diabadikan sebagai momen Hari Kebangkitan Teknologi Nasional Indonesia.
Dengan segala kekurangannya, Pak Habibie telah menginspirasi banyak pelajar, mahasiswa, dan anak-anak muda bangsa Indonesia untuk mempelajari iptek demi kemajuan bangsa. Insya Allah segala kebaikan dari jerih payah dan pahala ilmu yang bermanfaat akan terus mengalir untuk Pak Habibie. Aamiiin.
Bravo Pak Habibie!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H