Mohon tunggu...
Aftian DaffaUtama
Aftian DaffaUtama Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Olahraga,extrovert

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tolak Politisasi SARA pada Pemilu 2024

13 Juli 2023   18:59 Diperbarui: 13 Juli 2023   19:14 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TUGAS UAS

Nama : Aftian Daffa Utama

Nim : 221230000607

Program Studi : Teknik Sipil

Universitas Nahdlatul Ulama Jepara

Tolak Politisasi SARA pada Pemilu 2024

PENDAHULUAN

Pemilihan umum adalah proses demokratis yang penting dalam menentukan arah politik suatu negara. Pada tahun 2024, Indonesia akan menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih pemimpin-pemimpin baru. Namun, perlu diakui bahwa politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) masih menjadi isu yang krusial dalam proses pemilihan di negara kita. Tulisan ini bertujuan untuk menyuarakan penolakan terhadap politisasi SARA dalam pemilu 2024, dengan argumentasi yang kuat mengapa hal ini harus dihindari demi mencapai pemilihan yang adil dan berkeadilan.

PEMBAHASAN

I. Pengertian Politisasi SARA dan Implikasinya dalam Pemilu

Politisasi SARA dapat didefinisikan sebagai penggunaan identitas suku, agama, ras, dan antargolongan sebagai alat politik untuk memperoleh dukungan politik atau mengarahkan opini publik. Politisasi semacam ini sering kali mengabaikan substansi masalah dan justru memperburuk konflik sosial serta menciderai nilai-nilai demokrasi. Ketika SARA digunakan sebagai senjata politik, proses pemilihan umum yang seharusnya menjadi wahana ekspresi kehendak rakyat menjadi terdistorsi.

Implikasi politisasi SARA dalam pemilu sangat beragam. Pertama, politisasi SARA memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam sebuah negara yang memiliki keragaman etnis, agama, dan budaya seperti Indonesia, politisasi SARA dapat menciptakan konflik dan memperdalam kesenjangan sosial. Hal ini bertentangan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika yang harus dijaga sebagai salah satu pilar kebangsaan.

Kedua, politisasi SARA dapat mengaburkan substansi masalah yang seharusnya menjadi fokus utama dalam pemilihan umum. Saat SARA menjadi pusat perhatian, agenda pembangunan, kualitas calon pemimpin, dan isu-isu strategis lainnya terpinggirkan. Akibatnya, pemilih menjadi kurang terinformasi dan keputusan politik yang diambil bisa jadi tidak berdasarkan pertimbangan rasional, tetapi semata-mata dipengaruhi oleh identitas kelompok.

Ketiga, politisasi SARA mereduksi partisipasi politik yang sehat dan berkualitas. Ketika pemilu menjadi ajang pertarungan identitas dan kepentingan sempit kelompok, partisipasi politik yang seharusnya didasarkan pada argumentasi dan ideologi cenderung terpinggirkan. Akibatnya, ruang demokrasi menjadi terbatas dan kesempatan bagi calon non-SARA atau kelompok minoritas untuk berpartisipasi secara adil menjadi terhambat.

II. Dampak Negatif Politisasi SARA pada Pemilu 2024

Dalam konteks pemilu 2024, politisasi SARA memiliki potensi dampak yang sangat merugikan. Pertama, politisasi SARA dapat memperburuk polarisasi politik di masyarakat. Kandidat-kandidat cenderung menggunakan isu-isu sensitif SARA untuk memperoleh dukungan dan menciptakan kesan bahwa hanya mereka yang mampu mewakili kelompok tertentu. Hal ini bisa mengakibatkan retorika kebencian dan konflik horizontal antarwarga negara.

Kedua, politisasi SARA dalam pemilu 2024 dapat memperlemah kualitas calon pemimpin. Ketika SARA menjadi faktor penentu utama, kualitas, kompetensi, dan integritas calon tidak lagi menjadi prioritas. Ini berarti kita dapat kehilangan kesempatan untuk memilih pemimpin yang berkualitas dan mampu menjalankan tugas kepemimpinan dengan baik.

Ketiga, politisasi SARA dapat membuka ruang bagi penyebaran hoaks dan berita palsu. Isu-isu SARA kerap menjadi sasaran empuk untuk disebarkan dalam bentuk informasi yang salah atau tidak akurat. Penyebaran berita palsu semacam ini bertujuan untuk mempengaruhi persepsi publik dan merusak iklim demokrasi yang sehat. Masyarakat yang terjebak dalam propaganda politisasi SARA dapat terjerumus dalam kebingungan dan saling mencurigai.

III. Mendorong Pemilihan yang Adil dan Berkeadilan

Agar pemilu 2024 berjalan dengan adil dan berkeadilan, kita perlu menolak politisasi SARA. Langkah-langkah konkret dapat diambil untuk mencapai hal ini. Pertama, partai politik dan calon pemimpin harus berkomitmen untuk mengedepankan masalah substansi dalam kampanye mereka. Mereka harus mempromosikan visi, program, dan solusi konkret yang relevan bagi masyarakat. Politik identitas tidak boleh menjadi fokus utama.

Kedua, diperlukan pendidikan politik yang berkualitas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya politisasi SARA. Pendidikan politik dapat dilakukan melalui sekolah, media massa, dan kampanye sosial yang menyebarkan pesan pentingnya memilih berdasarkan pertimbangan rasional dan tidak terpengaruh oleh isu-isu SARA.

Ketiga, diperlukan regulasi yang ketat dan penegakan hukum yang tegas terhadap politisasi SARA. Partai politik dan calon pemimpin yang terbukti melakukan politisasi SARA harus diberikan sanksi yang tegas. Hal ini akan menjadi pembelajaran bagi semua pihak bahwa politisasi SARA tidak dapat diterima dalam demokrasi yang sehat.

Mengantisipasi politisi SARA merupakan langkah penting dalam menjaga integritas dan keadilan dalam proses pemilihan umum. Berikut adalah beberapa cara untuk mengantisipasi politisi SARA:

1. Regulasi yang ketat: Pemerintah perlu menerapkan regulasi yang ketat terhadap politisasi SARA dalam pemilihan umum. Regulasi ini harus mencakup larangan penggunaan SARA sebagai alat politik, serta sanksi yang tegas bagi partai politik atau calon pemimpin yang melanggar aturan tersebut. Regulasi yang jelas dan tegas akan memberikan landasan hukum yang kuat untuk melawan politisasi SARA.

2. Pendidikan politik yang berkualitas: Pendidikan politik yang baik merupakan kunci untuk mengatasi politisasi SARA. Pendidikan politik harus diberikan kepada masyarakat secara menyeluruh, termasuk melalui sistem pendidikan formal dan informal. Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya memilih berdasarkan substansi, kompetensi, dan program kerja calon, bukan berdasarkan faktor SARA. Pendidikan politik juga harus mendorong nilai-nilai demokrasi, toleransi, dan persatuan.

3. Media yang bertanggung jawab: Media massa memiliki peran penting dalam mengantisipasi politisasi SARA. Media harus memainkan peran aktif dalam menyajikan berita yang objektif, memeriksa fakta, dan menolak menyebarkan berita palsu atau narasi yang memprovokasi konflik SARA. Kode etik jurnalistik yang ketat perlu diterapkan untuk memastikan liputan yang adil dan akurat dalam pemilihan umum.

4. Partisipasi aktif masyarakat: Masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk mengantisipasi politisi SARA. Masyarakat perlu mempelajari program dan visi calon pemimpin secara mandiri, dan tidak terpengaruh oleh retorika atau janji-janji yang berbau SARA. Partisipasi aktif dalam diskusi politik, debat publik, dan forum-forum pemilihan dapat membantu membangun pemahaman yang lebih baik tentang calon dan mengurangi pengaruh politisasi SARA.

5. Mendorong kualitas calon: Salah satu cara terbaik untuk mengantisipasi politisi SARA adalah dengan mendorong kualitas calon pemimpin yang baik. Partai politik, kelompok masyarakat, dan pemilih harus lebih selektif dalam memilih calon yang berkualitas, kompeten, dan memiliki rekam jejak yang baik. Proses seleksi yang transparan dan akuntabel akan membantu mengurangi kemungkinan politisasi SARA.

6. Pemantauan pemilihan oleh lembaga independen: Keberadaan lembaga pemantau pemilihan yang independen juga sangat penting. Lembaga-lembaga seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Yudisial, dan LSM pemantau pemilihan dapat berperan dalam mengawasi proses pemilihan umum dan memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang adil dan bebas dari politisasi SARA.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, diharapkan politisasi SARA dalam pemilihan umum dapat diminimalisir, sehingga proses pemilihan berjalan dengan adil, berkeadilan, dan berdasarkan substansi. Hal ini akan menjaga integritas demokrasi kita dan memastikan bahwa pemimpin yang terpilih mampu melayani kepentingan publik dengan baik, tanpa memperdulikan faktor SARA.

SARAN

1. Pendidikan dan kesadaran diri: Tingkatkan pemahaman Anda tentang isu-isu SARA dan pentingnya menjaga persatuan dan keragaman dalam masyarakat. Dengan pemahaman yang kuat tentang nilai-nilai demokrasi, toleransi, dan persatuan, Anda akan lebih mampu melihat melampaui perpecahan SARA dan tidak mudah terprovokasi.

2. Periksa sumber informasi: Ketika Anda mendapatkan informasi yang berkaitan dengan isu SARA, periksa sumbernya terlebih dahulu. Jangan langsung percaya atau membagikan informasi tanpa memverifikasi kebenarannya. Waspadai berita palsu atau narasi yang memprovokasi konflik SARA. Rujuklah kepada sumber informasi yang terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan.

3. Hindari pengaruh media sosial yang merusak: Media sosial dapat menjadi sarana penyebaran berita palsu dan retorika yang memprovokasi konflik SARA. Berhati-hatilah dalam mengonsumsi konten di media sosial. Jika perlu, batasi paparan Anda terhadap konten yang berpotensi memicu emosi dan konflik.

4. Diskusi yang sehat: Ketika terlibat dalam diskusi politik atau sosial, hindari retorika SARA dan fokuslah pada argumen dan fakta yang relevan. Jaga sikap terbuka, dengarkan pandangan orang lain, dan hindari menyerang pribadi atau kelompok berdasarkan SARA. Diskusilah dengan sikap menghargai perbedaan pendapat dan mencari pemahaman bersama.

Ingatlah bahwa menjaga persatuan dan menghindari politisasi SARA merupakan tanggung jawab bersama. Dengan sikap yang bijak, pemahaman yang baik, dan tindakan yang tepat, kita dapat menghadapi dan mengatasi provokasi terkait SARA serta membangun masyarakat yang inklusif dan harmonis.

KESIMPULAN

Pemilihan umum merupakan pilar penting dalam demokrasi. Namun, politisasi SARA dapat merusak esensi dan tujuan dari pemilihan umum itu sendiri. Politisasi semacam ini memecah belah persatuan, mengaburkan substansi masalah, dan membatasi partisipasi politik yang sehat. Oleh karena itu, kita perlu bersama-sama menolak politisasi SARA dalam pemilu 2024.

Melalui pendidikan politik yang berkualitas, komitmen partai politik dan calon pemimpin yang jelas, serta penegakan hukum yang tegas, kita dapat memastikan bahwa pemilihan umum yang akan datang berjalan dengan adil, berkeadilan, dan berdasarkan pertimbangan rasional. Mari kita wujudkan pemilihan yang membangun, tanpa melibatkan politisasi SARA, sehingga Indonesia dapat terus maju sebagai negara yang inklusif dan berdaulat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun