Mohon tunggu...
Afthon Faarizul Umam
Afthon Faarizul Umam Mohon Tunggu... Lainnya - Pengelola Promosi dan Pemasaran

Penulis Jalanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

10 November 1945 dengan Bambu Runcing

10 November 2013   15:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:21 1622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendengar  kata  10 November atau hari pahlawan, sudah tidak asing lagi di telinga rakyat Indonesia, tanggal dimana terjadi peristiwa besar dalam sejarah kemerdekan negara Indonesia. Kota Surabaya sebagai saksi bisu terjadinya sejarah peperangan hebat antara pihak tentara Indonesia dengan tentara sekutu yang di boncengi  NICA (naderlandsch indie civil administratie), Kembalinya Belanda bersama sekutu dilatar belakangi atas terjadinya kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 10 November 1945, peistiwa peperangan ini merupakan peperangan pertama antara pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terhebat dalam sejarah revolusi nasional  Indonesia  karna dalam peperangan ini hanya memakai bambu runcing untuk mengusir penjajah dari tanah Indonesia.

NICA (naderlandsch indie civil administratie) adalah pegawai sipil pemerintah Hindia Belanda yang dipersiapkan untuk  mengambil alih pemerintahan sipil di Indonesia. Kedatangan tentara sekutu yang di bocengi tentara NICA  semakin memanas sejak NICA mempersenjatai kembali tentara KNIL yang baru di lepaskan dari tawanan Jepang  hingga  berujung  terjadinya konflik dan pertempuran diberbagai daerah salah satunya di kota Surabaya.

Pada tanggal 10 November Inggris memborbardir kota Surabaya  dengan meriam dari darat dan laut. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia berkobar diseluruh kota. Diluar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya dapat di taklukkan dalam tempo tiga hari. Para tokoh masyarakat seperti bung tomo dan dan para tokoh agama terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya yang dalam memepertahankan tanah air mereka hanya dengan bambu runcing, sedangkan pihak sekutu menggunakan meriam-meriam yang luncurkan tak hanya dari darat tapi juga dari laut.

Hanya bambu runcing , Indonesia mampu mengusir penjajah!, Demikianlah slogan kemerdekaan  yang sering kita dengar. Padahal hanya Bambu  yang terbuat dari bahan baku bambu yang diruncingkan bisa mengusir penjajah aneh bukan . sejarah mengatakan bahwa bambu runcing merupakan senjjata perjuangan yang bersifat massal dan nasional. Penggunaan senjata bambu runcing dengan do’a  dan pengisian tenaga dalam, memeng secara tegas dapat dikatakan, dimulai dari parakan temanggung. Senjata bambu runcing sebagai alat perjuangan, berangkat dari ketiadan dan kekurangan peralatan perang yang tersedia, sementara perjuangan harus dilanjutkan terutama setelah Indonesia merdeka. Musuh Indonesia setelah kemerdekaan semakin banyak dan semakin besar pula kekuatanya. Jepang yang masih bercokol dan Belanda yang ingin menguasai lagi dan sekutu yang akan menjajah menggantikan Jepang dan Belanda, maka keperluan persenjataah yang harus dipersiapkan dan akhirnya bambu rucing dan alat tradisional lain yang menjadi alternatifnya. Murah dan bersifat massal serta kekuatan do’a  yang menjadi faktor utama kekuatan alat-alat tradisional tersebut.

Tahukah kalian dibalik bambu runcing terdapat peran penting seorang tokoh yang munkin jaran sekali kalian kenal di jajaran para revosiner pejuang tanah air, beliau bernama kyai subchi. Kyai Subchi adalah seorang ulama’  yang hebat dari ikalangan masyarakat temanggung, jawa tengah. Salah satu kehebatan yang dimiliki kyai Subchi adalah memiliki mata batin yang sangat peka. Pada tahun 1941 dia mengumpulkan para santrinya untuk persiapan perang dengan dibentuknya pasukan Hisbullah-Sabilillah, padahal saat itu keadaan relative masih aman. Namun pasukan yang dibentuk ini memiliki kendala dalam hal persenjataan, yang ada baru pedang , golok, klewang, keris,  tombak dan sebagainya, namun lagi-lagi senjata ini jarang dimiliki warga, dan akhirnya warga dipersenjatai dengan cucukan (bambu yang diruncingkan uiungnya).beberpa tahun kemudian terjadilah apa yang telah dilihat oleh mata batin kyai subchi, bombardier-bombardir, serangan-serangan dari para penjajah mulai datang di berbagai daerah.  Dengan keyakinan yang kuat akhirnya dengan bambu runcing perlawanan para penjajah di berbagai daerah salah satunya adalah kota Surabaya saat itu dapat ditanduk keluar dari tanah air Indonesia.

Bukti sejarah bambu runcing sebagai alat perjuangan saat itu dapat dibuktikan di monumen 10 november yang bertempat di Surabaya.

Selamat hari pahlwan, salam  kompasioner.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun