Mohon tunggu...
Afthon Faarizul Umam
Afthon Faarizul Umam Mohon Tunggu... Lainnya - Pengelola Promosi dan Pemasaran

Penulis Jalanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mari Mengenal Mereka Kembali

3 Mei 2014   07:49 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:55 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

13990525791396410306
13990525791396410306

Jarang banyak yang tahu tentang keberadaan difabel, dimana mereka belajar dimana mereka bermain dan sebagainya. itu semua  karena memang sedikit sekali yang menganggap mereka, dan sedikit sekali orang yang mau mengerti tentang keadaan mereka. Berbicara difabel mungkin tidak akan lepas dari sebuah  keterbatasan  fisik  dan huruf braille, Nah dalam tulisan ini saya selaku penulis ingin berbicara sedikit  tentang bagaimana mereka menjalin hidup dari mulai awal hingga mereka mampu berkarya dan beraktifitas layaknya kita.

Pertama, orang difabel atau biasa disebut dengan Tunanetra, mungkin dengan kata yang demikian ini lebih sering kita dengar.  Orang Tuna Netra adalah orang yang yang memiliki keterbatasan fisik pada alat pengelihatanya. Memang dalam pengelihatan mereka  mengalami keterbatasan, namun dalam hal lain mereka mengalami kelebihan yang luar biasa dibanding orang-orang lain yang memiliki alat alat indra yang normal. Seperti, dalam hal pendengaran, kinestatik, dan daya ingatnya.  Dalam hal pendengaran mereka lebih peka, bisa di contoh kan pada sebuah cerita yang saya dapat dari para pembimbing Tunanetra yakni, ketika sang pembimbing nya datang dengan sepeda motornya, seketika dia tahu kalau itu adalah pembimbingnya padahal sang pembimbing  tidak bersuara sama sekali, hanya dengan mendengar suara sepeda motor  dia bisa mengenali kalau itu pembimbingnya. Hal-hal demikian itu juga saya alami sendiri ketika berkunjung ke yayasan itu. Hari pertama  berkunjung saya sempat berkenalan dengan beberapa orang disana, hari kedua kesana sengaja memang ketika datang saya tidak mengucapkan satu dua kata pun, hanya diam dan langsung bersalaman. Yang menjadikan heran adalah dia bisa mengenali saya. Menurut saya itu hal yang luar biasa sekali.

kedua,  pada alat indra-nya yang terbatas itu, mereka  masih bisa bermain musik, bermain bola, mengoprasikan hp, komputer dan lain sebagainya, layaknya orang yang tidak memiliki keterbatasan. Dan yang paling mengesankan lagi dengan keterbatasan alat indra itu mereka bisa memperbaiki alat elektronik yang mingkin bagi kita yang memiliki indra pengelihatan yang jelas saja belum tentu bisa memperbaiki, namun mereka mampu melakukan hal tersebut

ketiga, huruf braille, mungkin tidak perlu dijelaskan panjang lebar tentang hal ini. Mungkin yang perlu kita ketahui adalah bagaimana mereka belajar hingga bisa membaca huruf yang bagi saya mirip dengan jalan tidak kunjung jadi itu. Bisa dibayangkan betapa sulitnya mempelajarinya. Saya mendapatkan beberapa penjelasan tentang bagaimana mereka belajar. mereka yang memiliki tingkat memori yang  kuat  (jenius) bisa dua bulan sampai tiga bulan untuk bisa mengerti huruf-huruf itu dan untuk bisa membaca secara lancar bisa mencapai beberapa tahun. Memang ketika mempelajari memiliki beberapa tahap untuk mampu mengerti, pertama-tama meningkatkan sensitifitas sensorik kulit dengan membedakan kain yang paling halus hingga yang paling kasar, setelah itu dikenalkan dengan biji-bijian untuk membedakan tingkat kasar dan halusnya, berlanjut kepada tahap memperlancar membaca dengan disuguhi secara terus menerus bacaan menggunakan huruf braille. Bayangkan bagaimana perjuangan mereka agar bisa mendapatkan apa yang mereka cita-citakan dan yang mereka harapkan.

Namun, mirisnya negara ini adalah ketika mereka tidak mendapat fasilitas umum secara layak dari pemerintah, dan tidak mendapatkan perhatian yang lebih, mereka hanya sibuk koalisi, memeperkaya diri. Harusnya ketika ada semacam yayasan atau lembaga yang menaungi mereka orang-orang difabel, kucuran anggaran negara dalam hal pendidikan tidak hanya diberikan secara total kepada  instansi pendidikan negeri saja.

Sekian dari penulis, karya ini semata-mata untuk menuangkan beberapa pengalaman pribadi, yang mana menjadi harapan penulis adalah agar pembaca mulai tertarik untuk memberikan perhatian yang lebih tak sekedar memiliki rasa iba kepada mereka. Terima kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun