Jarang banyak yang tahu tentang keberadaan difabel, dimana mereka belajar dimana mereka bermain dan sebagainya. itu semua karena memang sedikit sekali yang menganggap mereka, dan sedikit sekali orang yang mau mengerti tentang keadaan mereka. Berbicara difabel mungkin tidak akan lepas dari sebuah keterbatasan fisik dan huruf braille, Nah dalam tulisan ini saya selaku penulis ingin berbicara sedikit tentang bagaimana mereka menjalin hidup dari mulai awal hingga mereka mampu berkarya dan beraktifitas layaknya kita.
Pertama, orang difabel atau biasa disebut dengan Tunanetra, mungkin dengan kata yang demikian ini lebih sering kita dengar. Orang Tuna Netra adalah orang yang yang memiliki keterbatasan fisik pada alat pengelihatanya. Memang dalam pengelihatan mereka mengalami keterbatasan, namun dalam hal lain mereka mengalami kelebihan yang luar biasa dibanding orang-orang lain yang memiliki alat alat indra yang normal. Seperti, dalam hal pendengaran, kinestatik, dan daya ingatnya. Dalam hal pendengaran mereka lebih peka, bisa di contoh kan pada sebuah cerita yang saya dapat dari para pembimbing Tunanetra yakni, ketika sang pembimbing nya datang dengan sepeda motornya, seketika dia tahu kalau itu adalah pembimbingnya padahal sang pembimbing tidak bersuara sama sekali, hanya dengan mendengar suara sepeda motor dia bisa mengenali kalau itu pembimbingnya. Hal-hal demikian itu juga saya alami sendiri ketika berkunjung ke yayasan itu. Hari pertama berkunjung saya sempat berkenalan dengan beberapa orang disana, hari kedua kesana sengaja memang ketika datang saya tidak mengucapkan satu dua kata pun, hanya diam dan langsung bersalaman. Yang menjadikan heran adalah dia bisa mengenali saya. Menurut saya itu hal yang luar biasa sekali.
kedua, pada alat indra-nya yang terbatas itu, mereka masih bisa bermain musik, bermain bola, mengoprasikan hp, komputer dan lain sebagainya, layaknya orang yang tidak memiliki keterbatasan. Dan yang paling mengesankan lagi dengan keterbatasan alat indra itu mereka bisa memperbaiki alat elektronik yang mingkin bagi kita yang memiliki indra pengelihatan yang jelas saja belum tentu bisa memperbaiki, namun mereka mampu melakukan hal tersebut
ketiga, huruf braille, mungkin tidak perlu dijelaskan panjang lebar tentang hal ini. Mungkin yang perlu kita ketahui adalah bagaimana mereka belajar hingga bisa membaca huruf yang bagi saya mirip dengan jalan tidak kunjung jadi itu. Bisa dibayangkan betapa sulitnya mempelajarinya. Saya mendapatkan beberapa penjelasan tentang bagaimana mereka belajar. mereka yang memiliki tingkat memori yang kuat  (jenius) bisa dua bulan sampai tiga bulan untuk bisa mengerti huruf-huruf itu dan untuk bisa membaca secara lancar bisa mencapai beberapa tahun. Memang ketika mempelajari memiliki beberapa tahap untuk mampu mengerti, pertama-tama meningkatkan sensitifitas sensorik kulit dengan membedakan kain yang paling halus hingga yang paling kasar, setelah itu dikenalkan dengan biji-bijian untuk membedakan tingkat kasar dan halusnya, berlanjut kepada tahap memperlancar membaca dengan disuguhi secara terus menerus bacaan menggunakan huruf braille. Bayangkan bagaimana perjuangan mereka agar bisa mendapatkan apa yang mereka cita-citakan dan yang mereka harapkan.
Namun, mirisnya negara ini adalah ketika mereka tidak mendapat fasilitas umum secara layak dari pemerintah, dan tidak mendapatkan perhatian yang lebih, mereka hanya sibuk koalisi, memeperkaya diri. Harusnya ketika ada semacam yayasan atau lembaga yang menaungi mereka orang-orang difabel, kucuran anggaran negara dalam hal pendidikan tidak hanya diberikan secara total kepada instansi pendidikan negeri saja.
Sekian dari penulis, karya ini semata-mata untuk menuangkan beberapa pengalaman pribadi, yang mana menjadi harapan penulis adalah agar pembaca mulai tertarik untuk memberikan perhatian yang lebih tak sekedar memiliki rasa iba kepada mereka. Terima kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H