Bahkan di pulau Jawa, peningkatan konsumsi dapat mencapai 80-100 persen, mencapai 106,3 ribu kiloliter per hari. Berbeda dengan PLN yang meraup untung, Pertamina harus merogoh kocek lebih untuk memastikan pasokan BBM premium dan solar mencukupi kebutuhan mudik. Pasokan ditambah ke jalur-jalur terpadat, dan jam operasi stasiun-stasiun pengisian disesuaikan agar tidak terjadi kelangkaan.
Tradisi mudik Hari Raya tetap jadi pekerjaan rumah program penghematan energi kita. Berbagai inisiatif telah ditempuh agar konsumsi tetap terjaga (kampanye mudik bareng menggunakan bus, misalnya), meminimalisasi penggunaan sepeda motor yang sekaligus menekan angka kecelakaan.Â
Akan tetapi peta energi nasional tetap pada level mengkhawatirkan, bahkan ketika kita menghadapi peluang penghematan yang sama setiap tahun pada Idul Fitri dan sedikit bantuan pada Hari Raya Nyepi. Peta Energi Nasional sangat bertumpu pada gerakan dan pola hidup penduduk.
Sayangnya, peluang ini telat bersambut, karena setelah berpuluh-puluh tahun defisit, Kementerian ESDM baru tahun ini merencanakan pembentukan Dirjen Penghematan Energi, yang juga belum jelas aral dan rupanya.Â
Jika presiden Joko Widodo benar-benar serius menggalakkan program kebijakan energi lebih hemat dan tepat guna di masa pemerintahannya, kita akan melihat bagaimana peluang penghematan listrik di Hari Raya dapat mengimbangi kebutuhan energi mudik yang begitu besar akan bahan bakar kendaraan.
Listrik dan bahan bakar, dua material yang bersimbiosis memenuhi kebutuhan ritus dan gaya hidup kita, dua zat yang sama-sama berada pada titik nadir.
Â
*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H