Mohon tunggu...
Fandi Sido
Fandi Sido Mohon Tunggu... swasta/hobi -

Humaniora dan Fiksiana mestinya dua hal yang bergumul, bercinta, dan kawin. | @FandiSido

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Yang Bersuara dan Diam

10 Desember 2012   14:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:53 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang bersuara dan yang berdiam. Ada banyak ruang di dinding untuk ditataki lukisan yang kau sembunyikan selama ini. Itu belum seberapa. Ada berpetak-petak dunia di hatimu yang tak seorangpun tahu apa isinya. Apa yang bersuara itu juga yang diam. Bersuaralah saat perlu dan diamlah saat perlu. Kau tak perlu melebih-lebihkan perasaanmu untuk dinyatakan kepada orang yang menunggu. Sama halnya kau tak perlu menjejak lumpur yang tak membawamu ke jalan yang kau tuju. Hidup tak perlu terlalu ramai dan tak selalu terkungkung sunyi. Apa yang kau inginkan adalah apa untuk didengar. Sadarkah bahwa namamu dipanggil halus oleh orang yang bergetar hatinya di kejauhan? Apakah kau akan melihat lambaian di tengah keramaian orang yang lalu lalang tanpa kau ketahui sebabnya? Kemana kau melangkah, sangat ditentukan oleh apa yang kau tuju, dan siapa yang menunggu. Di saat kesadaran membawamu pada pengertian sederhana bahwa kehidupan ini berputar pada porosnya, kau tak akan khawatir kehilangan sesuatu, atau bahkan menjadi orang yang hilang saat mati lampu. Kau tek perlu khawatir kehilangan harta, karena kau percaya itu ditebar di dunia untuk dipetik manusia satu demi satu, kemudian saling bertukar pada serangkaian perintah waktu. Kau tak perlu takut kehilangan arah, karena kau percaya mungkin itu saatnya kau berdiam dan menunggu. Mungkin kau ditetapkan lebih lama di tempat itu sampai kakimu bersih, sampai tanganmu lebih siap lagi. Kau tak perlu takut kehilangan cinta, karena bumi ini berputar dan bulat sebagaimana fungsinya. Tempat terbaik untuk petualangan terjauh demi bersatunya dua hati pada titik paling dekat. Dia tidak hilang, dia di luar sana menunggumu. Tapi apa yang kau tuju adalah apa untuk didengar. Kebijaksanaanmu lahir bukan pada hari-hari di mana kau bebas mengeluh atau tertawa sampai menangis. Kesejahteraanmu lahir bukan pada hari-hari kau mendapatkan segalanya dan memamerkan sebagiannya. Kebijaksanaanmu lahir pada hari-hari ketika kau merasa tidak tahu apa-apa, bahkan saat diam tanpa suara. Kesejahteraanmu lahir pada hari-hari ketika kau memberikan segalanya, bahkan untuk hal-hal yang kau cintai dengan jiwamu sendiri. Jadi berhentilah berpikir apa yang tidak perlu. Kelapangan akan terasa di saat sempit. Sama halnya kerinduan yang merambat di tengah keramaian. Kau membaca terlalu banyak kalimat sampai kau melupakan pesan dari jiwamu sendiri. Kadang kau berbicara terlalu banyak sampai tak terdengar oleh telingamu sendiri. Yang bersuara dan yang berdiam. Ada berpetak-petak dunia di hatimu yang tak seorangpun tahu apa isinya. Bahkan saat kau ingin memberikan kuncinya pada orang yang kau pilih, kau akan menyimpan bagianmu. Bagian yang hanya akan dibicarakan saat mati lampu. *Ilustrasi dari dokumen pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun