Mohon tunggu...
Fandi Sido
Fandi Sido Mohon Tunggu... swasta/hobi -

Humaniora dan Fiksiana mestinya dua hal yang bergumul, bercinta, dan kawin. | @FandiSido

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membeli dengan Uang Palsu

25 Agustus 2012   10:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:20 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_202134" align="aligncenter" width="600" caption="Penampakan lembar uang palsu yang saya sengaja jepret. Ukurannya lebih kecil, warnanya lebih terang. Kasar cetakannya."][/caption] BANTAENG, Sulawesi Selatan - Waspadai penyebaran uang palsu sampai ke kabupaten-kabupaten. Seminggu setelah lebaran, Sabtu (25/8/2012) ibu saya sontak membuat seisi rumah heboh karena terjadi sesuatu di warung. Ternyata, ada penyuplai telur ayam yang menolak menerima uang pembayaran yang disodorkan bapak. Selembar biru bertulis lima puluh ribu rupiah itu lama diterawang sebelum dikembalikan. "Ini jelas uang palsu, Pak," kata laki-laki penyuplai itu. Nampaknya penglihatan ataupun juga pengalamannya soal peruangan cukup baik dan jauh melebihi kesadaran bapak saya. Selembar uang lima puluh ribu seperti saya kutipkan di foto itu tak terbantahkan adalah lembar uang palsu. Cetakannya bergeser sampai bagian ruang di atas angka nominal sangat sempit. Selain itu, garis putus sejumlah empat membujur di bagian kanan depannya hanya berwarna merah dan buram cenderung kabur. Saya pernah melihat di televisi hasil cetakan palsu yang jauh lebih rapi daripada yang satu ini. Berbeda sekali dengan penampakan garis pada lembar uang asli yang mengkilap bak hologram. Ukurannya pun lebih  kecil, dan warnanya jauh lebih terang seperti cetakannya awet padahal kerontokannya jauh lebih parah daripada uang asli lama sekalipun. Akhirnya bapak saya meminta maaf dan tergantilah pembayaran telur ayam dengan uang asli. Usut punya usut, rupa-rupanya uang selembar lima puluh ribu palsu itu datang dari seorang pembeli yang terburu-buru, begitu penuturan bapak saya mengisahkan. Bingung mencari kembalian sementara pekerjaan masih harus diselesaikan, akhirnya bapak saya tidak sempat memerhatikan rupa uang yang memang sudah tergulung/teremas sejak awal disodorkan itu. Saat saya tanya tentang orang yang memberikannya, bapak tidak begitu ingat kecuali seorang muda membawa tas dan mengendarai sepeda motor. Menipu dengan membeli Rekomendasi melaporkan ke polisi pun muncul. Terlebih lagi, tante saya yang baru saja tiba di rumah menceritakan kejadian serupa yang bahkan telah terjadi di pedalaman desa. Beberapa pedagang di pasar tradisional desa pernah mengaku ditipu oleh calon pembeli, dengan menggunakan trik sama yang terjadi hari ini. Biasanya, kata tante saya itu, orang yang menipu dengan uang palsu membawa uang pecahan besar, katakan saja Rp 50.000 atau lebih tinggi. Saat membeli barang, mereka ini membelanjakan hanya sepersepuluh dari total uangnya, misalnya saja Rp 5.000,-. Nah, dengan demikian setelah transaksi berhasil, mereka bisa membawa pulang kembalian uang asli senilai Rp 45.000,-. Selisih transaksi dengan uang palsu. Perhitungan sama bisa dikira untuk uang pecahan Rp 100.000 atau lebih rendah. Nampaknya orang-orang di kecamatan atau kabupaten yang tak banyak terkomunikasikan bahaya peredaran uang palsu ini sangat rentan terhadap kejahatan peredaran uang palsu. Berhati-hatilah. Minimal kalau mau mengikuti arahan yang berwenang untuk melihat, meraba, menerawang uang kertas, masyarakat bisa lebih tertolong. Semoga sosialisasi lebih baik lagi. [caption id="attachment_202135" align="aligncenter" width="600" caption="Luas bidang di atas tulisan nominalnya jelas tidak sesuai dengan cetakan asli. (dijepret 25/8/2012)"]

1345891672165508490
1345891672165508490
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun