Mohon tunggu...
Fandi Sido
Fandi Sido Mohon Tunggu... swasta/hobi -

Humaniora dan Fiksiana mestinya dua hal yang bergumul, bercinta, dan kawin. | @FandiSido

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kursi Berkaki Tiga (5)

10 Juli 2012   15:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:06 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kalian semua silakan berkumpul. Panggil juga Win dan pembantu itu.

Sebaiknya kujelaskan saja fakta sesungguhnya."

(Sebelumnya ....)

Sonia menggeleng cepat sambil menggiring anaknya ke arah lain dari ruang tamu itu. Yohanes sendiri masih meraba keningnya yang mengkerut dengan kebingungan yang bertahan. Sedangkan melihat kekikukan yang tiba-tiba menggelayut memenuhi ruangan tamu itu, Adam hanya bisa menghela napas, sambil coba mengingat analisisnya yang tertahan. Tak lama kemudian Sonia sudah mulai menyerah dan kembali.

“Pak Adam, maaf,” ia permisi. “Sepertinya Anda telah salah paham memaknai permintaan jasa dari saya.”

“Saya mengerti,” balas Adam.

“Kalau begitu …”

“Saya mengerti, bahwa, pada akhirnya tuntutan profesionalitas juga yang membuat saya mengambil keputusan ini. Dan saya rasa demi kebaikan keluarga Anda, baik anak maupun semua orang yang terlibat dalam intrik pahit ini harus bisa paham situasi yang sebenarnya terjadi. Biar pada akhirnya kita semua menerima.”

“Saya membayar Anda untuk mengikuti setiap jengkal permintaan saya sebagai klien!” nyonya rumah itu membentak juga pada akhirnya. “Saya kira Anda masih terikat …”

Adam menggeleng. “Bu Sonia, saya bisa membatalkan kontrak apapun. Lagipula Anda belum memberikan tanda jadi apapun sejak awal saya memutuskan mengatasi masalah ini. Dan jika memang Anda kukuh dengan rencana awal, maka saya akan ikuti. Tapi semua risiko, baik hukum maupun moril, akan dibebankan ke telapak tangan Anda. Entah sampai kapan Anda akan membawa beban seberat itu.”

Yohanes semakin bingung, sementara Nisa yang kembali dari kamarnya secara diam-diam justru makin khawatir. Pikiran mereka mulai paham namun tak berani menerka apa maksud tamu terbaru mereka itu. Win dan pembantu satunya beberapa kali hanya saling tatap. Mereka berusaha paham meski lambat.

Adam lalu melangkah keluar rumah itu dengan merapikan kerah jaketnya.

“Anda mau kemana?” tanya Sonia mengejar.

“Pulang.”

“Tapi …” Sonia mulai bingung.

“Laporan saya sudah jadi, tinggal dirampungkan dengan kesimpulan tambahan. Akan saya kirim via surel malam ini. Dan setelah itu kita sudah selesai.”

Adam terus melangkah dengan ringan dan tenang saja. Sementara nyonya rumah itu justru jadi semakin gamang. Ia memijat-mijat jarinya sendiri sementara yang lain mengamatinya di pintu rumah. Tetangga di luar gerbang mulai mengintip dari celah pagar. Mereka sangat peka dengan keributan sekecil apapun sepeninggal sang tuan rumah.

“Selamat sore. Permisi.”

“Pak Adam, tunggu!” Sonia akhirnya luluh. “Baiklah. Saya ikuti cara Anda. Tapi semata-mata hanya biar keluarga saya bisa tenang setelah duka yang pahit ini. Maukah Anda menyelesaikannya sekarang?”

“Di depan kalian semua?” tanya Adam tanpa membalik badan.

“Ya.”

“Dan saya boleh menjelaskan apapun?”

“Ya, tentu. Sesuai hasil temuan Anda.”

“Walaupun faktanya akan pahit?”

Sonia agak ragu menjawab pertanyaan satu itu. Beberapa langkah di belakangnya, dua anak beserta pembantu dan tamu rekan keluarganya itu hanya melihat tanpa jawaban pasti.

“Saya siap.”

Adam menunduk kemudian tersenyum. Sejurus kemudian ia sudah berbalik badan dan melangkah kembali ke dalam rumah. “Pak Win, tolong tutup gerbang depan,” serunya.

Semua kembali berkumpul di ruang tamu itu. Matahari tak lagi terlihat. Sisa berkas cahayanya hanya terbayang dari balik tirai di dinding.

“Mohon maafkan kelancangan saya sebelumnya,” kata Adam kepada semuanya. Yohanes nampak cuek dan menyibukkan diri dengan ponselnya.

“Bagi yang belum tahu alasan saya berada di sini, akan saya jelaskan.” Adam membenarkan posisi duduknya seketika pembantu dan sopir itu duduk melantai di atas karpet dekat kaki majikannya.

“Kemarin, Ibu Sonia meminta saya menyelidiki kematian suaminya. Menurutnya, tuduhan polisi bahwa nyonya adalah pelaku pembunuhan tidak sengaja atas suaminya tidak berdasar.”

Nisa, Yohanes, Win, dan Pembantu itu terheran. Sementara Kei si bungsu berusaha menerka situasi apa yang terjadi dari atas pangkuan ibunya. Sonia mengangguk.

“Dan setelah penyelidikan singkat saya di rumah ini atas izin para penghuninya, saya mendapatkan fakta penting seperti yang telah saya sebutkan tadi. Bahwa memang benar almarhum Bapak Iyus meninggal bukan karena kecelakaan semata. Bahkan, saya berani mengatakan bahwa ini adalah pembunuhan berencana?”

“Berencana?” Sonia bertanya gesit.

“Iya, Bu Sonia. Suami Anda, kepala rumah tangga ini, dibunuh dengan cara yang samar. Nyaris tidak kelihatan meski sampai saat ini bukti-buktinya masih melekat jelas di tempatnya semula.”

Adam melirik sesuatu di depannya. Pandangannya terus mengawasi seseorang yang mulai menunjukkan bahasa tubuh yang sangat tidak tenang. Kegusaran tiba-tiba.

“Siapa pembunuhnya?” Yohanes bertanya tiba-tiba. Matanya membesar menunjukkan rasa penasarannya yang bertumpuk. “Sudah kuduga, Pak Iyus tidak disenangi oleh orang rumahnya sendiri.” Lalu ia tertawa kecil.

Di ujung kursi Nisaa mengepalkan tangannya, sementara ibunya terus menguasai diri.

“Akan saya ungkap nanti, secara kronologi, berikut kejadiannya pada hari naas itu. Silakan sela jika ada sesuatu yang perlu dijelaskan ulang.”

Win mengangguk, sementara si bungsu Kei mengikuti gerakannya dengan lebih cepat. Kacamata tebalnya terlihat berat bertengger di batang hidungnya yang mungil.

“Kamis sore sekitar jam empat, Pak Iyus memulai kegiatan rutin mingguannya membersihkan akuarium. Saya duga ia belum sempat mengganti air sampai akhirnya meninggal, terlihat dari ikan yang masih berada di dalam kotak dan beberapa sisa makanan di lantai dasar akuarium. Polisi menemukan mayatnya dalam posisi kepala dan lengan tangan kanan menyentuh air sementara bagian tubuh lain menggantung di luar. Itu berarti, serangan mendadak yang menyebabkan kematiannya. Kata dokter, sebagaimana penjelasan Bu Sonia, dan telah saya verifikasi dari rumah sakit bersangkutan, bahwa memang trauma batang otak akibat kejutan listrik membuat korban tidak sadar tiba-tiba dan kemudian meninggal dunia beberapa detik setelahnya. Bisa dipastikan, listrik mengalir melalui air yang disentuh korban. Tapi sumbernya ini, adalah misteri inti pertama yang tak bisa dijelaskan oleh polisi.”

Sonia membenarkan posisi duduknya sementara Adam melanjutkan.

“Pada awalnya, saya cukup terkejut karena melihat kecerobohan yang tak termaafkan pada salah satu kabel di akuarium. Mari kita ke sana.”

Mereka kemudian mengikuti langkah Adam dan mendekati akuarium itu. Sonia beberapa kali menahan langkah dan menggeleng, sementara pembantu membantu memapahnya. Adam mengangkat sebuah kabel yang stekernya tidak tersambung dengan listrik.

“Kabel inilah, di mana ditemukan sidik jari Bu Sonia yang lalu dianggap jadi bukti. Memang awalnya sulit dipungkiri, karena Anda sendiri mengaku tidak pernah mengurusi akuarium apalagi menyentuh alat-alatnya, ya kan Bu Sonia?”

“Memang betul. Saya sulit mengelak.”

“Persis.”

Adam meletakkan kabel mesin gelembung itu kemudian melangkah geser ke sisi akuarium lainnya. “Polisi mengira inilah penyebab kematian korban. Padahal, yang sebetulnya mengantar listrik utama hingga akhirnya lampu kembali padam setelah sempat menyala adalah … yang ini.”

Sonia terbelalak melihat apa yang ditarik Adam dari dalam akuarium. Begitu pula Yohanes, Nisa dan pembantu itu.

Listrik padam. Ruangan itu sontak gelap gulita. Persis seperti hari itu.

(Selanjutnya ...)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun