[caption id="attachment_192979" align="aligncenter" width="610" caption="Salah satu peragawan dengan busana batik di Jogja Fashion Week 2012. Latar depan bayangan meja juri."][/caption] YOGYAKARTA - Pekan busana Yogyakarta atau yang bernama resmi Jogja Fashion Week 2012 digelar pada 5 hingga 8 Juli 2012. Berlangsung di aula C Jogja Expo Center, gelaran budaya ini diramaikan dengan beberapa lomba yang diselenggarakan untuk mengumpulkan hasil karya segenap seniman busana lokal. Seperti pada Jumat (6/7/2012) kemarin, saya sempat mengabadikan beberapa potret dari gelaran Lomba Cipta Busana lokal nan ekstotis. Bersama puluhan fotografer lain, baik dari kalangan profesional maupun amatir, saya menjajal fotografi busana sekaligus mencoba lagi teknik potret untuk objek bergerak maupun diam. Iseng, saya membayangkan penggabungan konsep portrait dengan fashion. Dan berikut beberapa hasilnya. [caption id="attachment_192980" align="aligncenter" width="610" caption="Hijau dan putih. Kulit cokelat tambah eksotis?"]
[/caption] [caption id="attachment_192981" align="aligncenter" width="610" caption="Yang ini bagaimana?"]
[/caption] [caption id="attachment_192982" align="aligncenter" width="610" caption="Tiga yang memukau. Perhatikan cara mereka meletakkan kaki. Sepertinya sudah prosedur standar."]
[/caption] Kata orang, salah satu keindahan perempuan dapat dilihat dari caranya berjalan. Bagaimana kalau disorot dari belakang, ketika pundak dan tungkai bergerak bersamaan? Lihat yang ini. [caption id="attachment_192983" align="aligncenter" width="610" caption="Punggung?"]
[/caption] [caption id="attachment_192984" align="aligncenter" width="610" caption="Semuanya mengenakan riasan kepala. Pilih yang mana? Agak sulit memang karena tiap-tiapnya punya ciri khas yang berkarakter. Yang suka gelap silakan pilih yang paling kanan, sebaliknya silakan berebut yang tengah."]
[/caption] [caption id="attachment_192985" align="aligncenter" width="610" caption="Keanggunan dari tiga sudut pandang. Ini keindahan rancangan sekaligus peragaannya."]
[/caption] Silakan puaskan diri kalian, wahai pria. Bagi kalian para wanita, ini foto-foto peragawan pria yang tak kalah aduhainya. Mau pakai kacamata atau tidak, semuanya nampak maskulin dan menonjolkan nilai lokal pada busana.
Monggo. [caption id="attachment_192986" align="aligncenter" width="610" caption="
Batik, saudara-saudara. Dipakai orang bule pun tetap rasa Nusantara."]
[/caption] Oh iya. Sebagai intermezzo, saya ambil pula gambar beberapa adegan menarik dari sudut kesadaran saya sebagai amatiran. Sekiranya bisa menghibur, terutama melihat para fotografer ini. Tidak saling sikut meski nyatanya terjadi "perbedaan senjata di antara kita". Hai hi hi. [caption id="attachment_192987" align="aligncenter" width="610" caption="Fotografer lintas-kepentingan. Meski berebut sudut jepret yang paling bagus, tak terjadi saling sikut."]
[/caption] Oke lanjut. [caption id="attachment_192993" align="aligncenter" width="610" caption="Ketiganya melangkah seperti sudah siap menemui calon mertua. Aduhai anggunnya. Eh kok anggun?"]
[/caption] Oh iya juga. Lomba cipta busana ini dinilai oleh tiga orang juri terdepan dalam konsep busana berbalut budaya lokal. Mereka adalah Gati Prasetyo, Esti Susilarti, dan Djongko Rahardjo. Namun yang sungguh menarik perhatian saya waktu itu adalah Mbak Esti ini. Memadukan kepentingan penilaian detil yang memerlukan sudut kamera dekat dengan hobi pribadinya, aksinya menjepret beberapa kali dari balik meja membuatnya eksentrik. Perhatikan saja aksinya berikut ini. Untuk hasil optimal, tentu saja ia memilih lensa dengan jangkauan fokus yang cukup baik. [caption id="attachment_192988" align="aligncenter" width="610" caption="Juri yang hobi jepret. Namanya juga sedang musim."]
[/caption] Dan bagaimana kalau Juri dan kawanan pemburu foto berada dalam bingkai yang sama? [caption id="attachment_192989" align="aligncenter" width="610" caption="Ini yang saya sebut fotografi kombinasi. Dari posisi, interaksi yang diam, juga persamaan hobi. Bukankah ini patut diteladani?"]
[/caption] Wah banyak ya fotonya. Ini hanya sebagian. Selebihnya saya simpan sebagai arsip pribadi boleh dong. Semoga memuaskan ya dan memenuhi unsur berbagi juga berkoneksi. Pun kalau kurang, akan saya kasih bonus ini. [caption id="attachment_192990" align="aligncenter" width="610" caption="Keterangan silakan diisi sesuai bisikan hati."]
[/caption] Sebagai keterangan umum, berikut data teknis untuk gambar-gambar di atas. Meski tidak mungkin identik satu gambar dengan yang lainnya, tapi ada beberapa pengukuran kamera sesuai yang diajarkan kepada saya terkait foto dalam ruangan. Mohon bantuannya bagi teman-teman Kampretos ataupun yang lebih memahami teknik pengambilan gambar, tolong koreksi data berikut jika memang ada masukan untuk kualitas gambar dan laporan yang lebih baik. Kamera: Canon EOS 550D lensa standar Mode: TV non-
flash Kecepatan: 1/100 - 1/125 untuk panggung, 40-50 untuk nonpanggung. Apertur: 3,5 - 5,6 ISO: 1500-3000 Untuk kondisi cahaya dalam ruangan lokasi, normal saja sesuai citra surya antar pukul 13.00 hingga 14.30. Khusus untuk panggung, cahaya inti adalah lampu sorot kekuningan temperatur antara 26-30 derajat C. Sedangkan cahaya latar adalah warna lembut ungu, hijau dan merah muda sebagai aksen. Matur Nuwun. Mohon tetap bagi ilmunya ya. Biar kita semua bisa belajar fotografi dengan lebih dekat. Salam jepret.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya