Mohon tunggu...
Fandi Sido
Fandi Sido Mohon Tunggu... swasta/hobi -

Humaniora dan Fiksiana mestinya dua hal yang bergumul, bercinta, dan kawin. | @FandiSido

Selanjutnya

Tutup

Nature

Indonesia: Bumi adalah Air

22 April 2012   02:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:18 2259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_176242" align="alignnone" width="630" caption="Aliran air yang terjaga di sepanjang Selokan Mataram, Yogyakarta. Bumi adalah Air (LikaLiku Photography)"][/caption] Indonesia, sebagaimana kita percaya, punya kekayaan alam melimpah, lebih dari kumpulan materi yang disediakan bumi kepulauan manapun. Dari bentangan 17.509 pulau di seluruh wilayah ini, bumi Indonesia menyimpan kekayaan bumi terbesar, tidak terkecuali sumber daya air. Tentu menjadi penting karena air, adalah unsur utama pembentuk bumi. Dan air pulalah, sumber utama kehidupan manusia sejajar dengan makanan yang tumbuh dari tanah. Bumi adalah air. Kita melihat tempat kita berpijak sebagai lahan untuk hidup. Dari tanah kita membuat makanan, kemudian dari air-air yang mengalir kita melanjutkan hidup sampai ke generasi lanjutan. National Geographic pernah mencatat bahwa dari 70% air yang melingkupi seluruh bumi, hanya sekitar 2.5% yang merupakan air segar. Selebihnya adalah air laut atau yang memiliki sifat seperti air laut. Itulah mengapa negeri kaya air sangat mungkin terancam krisis air bersih. Indonesia adalah negeri dengan kekayaan air terbesar kelima di dunia, setelah Brasil, Rusia, Cina, dan Kanada. Data kementerian PU tahun 2006 menyebutkan ketersediaan air di Indonesia sebesar 15.500 meter kubik per kapita per tahun, jauh lebih tinggi dari tingkat ketersediaan global yang rata-rata hanya 600 meter per kubik. Kalau digambarkan, jumlah air Indonesia mencakup 21% Samudera Pasifik. Sayangnya, limpahan air Indonesia tidak serta-merta menyelesaikan masalah krisis air bersih yang diprediksi juga akan menimpa dua pulau mayor pada 2015 nanti. Pulau Jawa yang (hanya) memiliki ketersediaan sekitar 30.596,2 juta meter kubik per tahun jauh dari cukup bagi jumlah penduduk yang terus melonjak. Tidak mengherankan jika Jawa, terutama daerah Jawa Barat, diprediksi akan mengalami krisis air bersih paling cepat pada 2015, tahun prediksi yang sama ditujukan untuk Pulau Bali. Forum Air Dunia secara global memprediksi gelaja krisis air bersih di negara-negara berkembang baru akan terjadi dalam setidaknya sepuluh tahun mendatang. Indonesia sendiri, dengan kondisi konsumsi air seperti sekarang, diperkirakan akan mulai mengalami krisis air pada tahun 2025. Padahal, pada rentang waktu yang sama, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 400 juta jiwa (BKKBN). Di daerah-daerah, ketergantungan manusia terhadap bumi dan air masih menjadi kekhawatiran. Betapa tidak, Nusa Tenggara Timur dan sebagian kecil daerah Jawa termasuk wilayah paling potensial terjadi krisis air, ketika tanda-tanda ke arah sana sudah nampak sekarang. Kepala Dinas PU Provinsi NTT kepada media pada awal Januari lalu mengungkapkan, masih ada setidaknya enam kabupaten di wilayahnya yang mengalami krisis air bersih, yakni Kupang, Ende, Sikka, Flores Timur, Belu, dan Sumba Timur. Defisit air bersih di seluruh wilayah NTT mencapai 1,2 miliar meter kubik per tahun. Siklus air yang sifatnya empat bulan musim basah dan delapan bulan musim kering menjadi tantangan berat bagi penduduk. Bukan hanya yang hidup dari pertanian, tetapi juga penduduk secara keseluruhan. Standar pemenuhan air tubuh yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan yakni 30 liter per orang per hari terasa sangat utopis, karena pada kenyataannya warga masih harus membeli air yang di beberapa dusun dibatasi maksimal dua puluh liter setiap keluarga. Di bagian lain Indonesia, sebagian orang Indonesia menghadapi masalah yang sama. Masyarakat Kabupaten Gunung Kidul DIY di setidaknya 15 kecamatan harus rela hidup dalam keterbatasan air bersih. Kompas.com 24 Maret 2011 lalu melaporkan, megaproyek Bribin kerja sama RI-Jerman di Dusun Sindon, Desa Dadapayu, Kecamatan Semanu, yang menelan dana Rp 65 miliar bersumber dari APBN dan APBD sejak 2004 silam, hingga kini belum ada tanda-tanda berhasil difungsikan. Bahkan, sehari-hari warga harus mengandalkan bocoran pipa PDAM atau aliran swadaya masyarakat sekitar untuk mengais beberapa liter guna konsumsi sehari-hari. Sudah banyak pihak swasta dan lembaga penelitian melakukan percobaan suplai air di Gunung Kidul, namun hasilnya tidak bertahan lama. Namun, aktivitas penambangan yang berkelanjutan membuat aliran air tidak mengarah sebagaimana mestinya. Bukan Akhir Tapi tentu saja, ini bukan akhir harapan. Cahyo Alkantana, pemerhati lingkungan yang juga ketua FINSPAC (Federation of Indonesia Speleologycal Activities ) mengatakan bahwa pada hakikatnya suplai air di Gunung Kidul melimpah, terutama di daerah aliran bawah gua yang memang terbentang hampir di semua wilayah itu. Dalam acara TEROKA yang dipandunya dan disiarkan Kompas TV, ia menunjukkan betapa mungkinnya manusia mengusahakan limpahan air yang mengalir di sungai bawah gua Gunung Kidul bisa diangkat ke permukaan daratan. "Kalau proyek ini berhasil, Gunung Kidul tidak akan krisis air lagi. Tanah ini kaya air, manusia harus mengusahakannya," tegasnya.  Hingga saat inipun Cahyo terus melakukan penelitian dan beberapa proyek percobaan pengangkatan air dengan turbin yang diharapkan bisa menembakkan air dari bawah gua ke tanah atas. Cahyo tidak sendirian. Kembali ke Nusa Tenggara Timur, Noverius Nggili, seorang bapak satu anak yang juga Ketua Geng Motor Imut berdiri di barisan depan melanjutkan perjuangan penduduk sekitar dengan mencari air bersih. Noverius dan tim dalam dua tahun terakhir telah mengupayakan banyak cara agar masyarakat NTT bisa menikmati air bersih yang cukup. Dengan upayanya itu, dia dan tim berhasil menciptakan alat Desalinasi Air Laut yang berhasil mengumpulkan 12 hingga 17 liter air tawar dalam waktu 3 jam, tanpa listrik dan hanya memanfaatkan sinar matahari puncak setiap harinya. Dalam sebuah acara dokumenter yang pernah ditayangkan televisi swasta terkemuka, Noverius menunjukkan bagaimana timnya setiap hari harus berangkat ke pulau-pulau yang terisolasi dari akses air bersih. Dengan membagikan cara kerja alat desalinatornya dengan harapan masyarakat setempat bisa membuat alat serupa, ia bisa membantu lebih dari 40 kepala keluarga, perlahan-lahan keluar dari krisis air bersih. Indonesia masih kaya air. Mungkin sampai satu-dua abad mendatang. Hanya saja, manusia harus mengupayakan untuk melestarikan salah satu kekayaan bumi yang diakui dunia ini. Di Indonesia, bumi adalah air. Di sebagian besar wilayah masyarakat mengonsumsi air melimpah melalui apartemen-apartemen, irigasi pertanian, dan kantor-kantor pemerintahan. Di sebagian wilayah kecil lain, masyarakat masih harus berjuang berjalan dua kilometer per hari guna sepuluh liter air bersih. Pemerintah tentunya berupaya terus untuk menyelamatkan ketersediaan air di negeri ini. Tapi pemerintah semestinya tidak sendirian. Hingga saat ini pun banyak sosialisasi dari lembaga nonpemerintah agar masyarakat lebih bijak memanfaatkan bumi, termasuk kekayaan air. Gaya perumahan dengan biopori sudah mulai digalakkan di Jabodetabek dan Jawa Tengah, sementara di Kalimanan yang terkenal dengan Pulau Seribu Sungai terus berjuang membangun pembangkit listrik dan energi terbarukan dengan memanfaatkan kekayaan air. Tinggal masalah-masalah seputar Daerah Aliran Sungai (DAS) yang di sebagian besar Jawa masih perlu perhatian lebih, dengan tingkat kerusakan yang sudah mencapai 18,5 juta ha pada 2006 (Kemen PU). Sama seperti perjuangan Cahyo Alkantana dan Noverius Nggili, kita bisa mengupayakan pelestarian yang sama terhadap air di bumi Indonesia. Karena prediksi negeri ini akan mengalami krisis air pada 2025 mendatang, masih sangat mungkin untuk ditunda. Karena kita hidup di bumi yang sama. Mari kita jaga air. Karena di Indonesia, Bumi adalah air yang menghidupi semua masyarakatnya, sebagaimana dituliskan dengan terang dalam Undang-Undang. "Bumi, air, dan kekayaan alam ... digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat." UNTUK HARI BUMI 2012.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun