Mohon tunggu...
Fandi Sido
Fandi Sido Mohon Tunggu... swasta/hobi -

Humaniora dan Fiksiana mestinya dua hal yang bergumul, bercinta, dan kawin. | @FandiSido

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kasus Sekolah Ryan dan Alya (1)

16 April 2012   01:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:34 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BAGI siswa SMA, mungkin tidak ada hal yang lebih seru daripada acara bersama yang dirangkai dengan banyak acara menyenangkan di sekolah. Bagi siswa laki-laki yang memulai menjelajahi pikiran pubertasnya, acara di sekolah pada malam hari selalu memberi tantangan sendiri, terlebih ketika pada guru menaruh sedikit tanggung jawab di pundak-pundak kurus mereka untuk menjaga teman-teman perempuan kala gelap. Dalam artian sebenarnya, tentunya. Meskipun bagi anak perempuan ada sedikit hal kurang menyenangkan ketika mereka harus berhadapan dengan kegelapan remang, atau tipuan-tipuan kecil dari anak laki-laki. Dalam banyak kasus, justru para siswi merasa lebih aman berada di sekitar guru-guru mereka ketimbang harus memegang pacar.

Sabtu malam 31 Desember 2011. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Depok mungkin satu-satunya sekolah yang mengadakan acara penyambutan tahun baru, khusus bagi murid-muridnya. Meski secara teknis mereka kehilangan puluhan siswa yang memilih melepas tahun jauh di luar kompleks sekolah, kepala sekolah dan guru-guru cukup bersusah-payah membuat konsep malam tahun baru yang seru di sekolah. Sepuluh ruangan digunakan untuk rangkaian acara yang menggabungkan tiga angkatan kelas yang berbeda itu. Anak-anak nampaknya cukup puas dengan acara permainan tebak gaya guru dan beberapa permainaan menguras keringat lainnya, tidak terkecuali Ryan dan Alya, sepasang kekasih muda yang tak bisa melepaskan tangan satu sama lain.

Pukul 23.30.

Keenam ruangan di sepanjang gedung B itu diisi penuh dengan tiap-tiapnya dipandu satu wali kelas. Adalah wali kelas mereka, Hartono Armid, yang memandu acara di kelas XI B. Ruangan yang berada di sisi kanan barisan gedung itu berdekatan dengan ruangan XI A yang sama ramainya di ujung timur gedung. Acara mendekati puncak perayaan yang akan diisi dengan pelepasan kembang api, oleh wali-wali kelas akan dipandu beberapa acara renungan yang diatur dalam keadaan listrik padam. Para guru sengaja tidak menyiapkan lilin agar kondisi refleksi semakin terasa. Tradisi yang sebetulnya kurang menyenangkan, karena para siswa "dipaksa" untuk mengeluarkan air mata mereka sekadar karena membayangkan anggota keluarga meninggal. Tentu saja ada maksud lebih mulia di balik semua itu, tapi para guru ini sepertinya cukup menikmati.

Ryan dan Alya, dalam ruangan XI B, tersenyum sambil berpegangan. Hartono memberi aba-aba bahwa sebentar lagi lampu akan dipadamkan. Siswa-siswi diminta bersiap dan tidak beranjak dari tempat. Mereka sudah berdiri di tengah ruangan setelah kursi-kursi dan meja-meja disingkirkan merapat ke dinding belakang. Tiba-tiba dalam hitungan detik lampu telah dipadamkan serentak. Terdengar bunyi keras hingga akhirnya lampu padam. Sebagian siswi sempat saling berteriak dan lainnya berbisik karena tidak memperhatikan aba-aba dari wali kelasnya bahwa lampu akan dimatikan.

Semua siswa diminta menutup mata, sewajarnya setiap acara heningan malam. Seakan sekompleks sekolah itu hening. Dalam kegelapan ruangan juga yang terdengar hanya suara napas. Semua siswa nampaknya bersiap mendengar kata-kata lirih yang akan mengantarkan mereka mendalami perasaan ketika tiba-tiba terdengar suara ambruk di dalam ruangan XI B itu. Terdengar ketukan dua kali sebelum akhirnya terdengar besi berderit diikuti suara aneh yang mengerikan.

Seperti ada yang tersedak dan meronta-ronta di lantai. Kemudian seketika terdengar bunyi jeritan yang melengking, seperti menembus langit hitam malam itu. Jeritan diikuti jeritan lain. Beberapa guru dan wali kelas berhamburan keluar kelas kemudian mereka mendekati ruangan XI B yang menjadi sumber suara. Sementara ratusan siswa itu berhamburan sama paniknya. Sebagian berlari ke ruangan lain, sebagian lagi hanya berteriak-teriak di dalam ruangan sendiri. Para siswi lebih banyak saling berpegangan, sebagian lompat sambil menangis. Salah satu guru yang mengenakan kopiah hitam lalu meminta petugas kebersihan menghidupkan lampu di saklar listrik utama sekolah.

Saat listrik menyala di semua ruangan kelas itu, apa yang mereka temukan sulit dipercaya. Hartono, wali kelas yang menjaga ruangan XI B, tergeletak sambil memegang tenggorokannya. Mulutnya berbusa deras, kemudian dalam beberapa detik tubuhnya berguncang-guncang. Beberapa siswa yang berlabel Palang Merah berusaha menolong tapi oleh guru lainnya diminta menjauh. Guru agama yang mengenakan kopiah hitam langsung memeriksa keadaan Hartono yang akhirnya tidak bergerak.

Kemudian Annisa, ketua kelas XI B yang berada di dekat kepala wali kelasnya, merasakan ada yang ganjil.

"Ryan dan Alya, di mana Ryan dan Alya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun