Mohon tunggu...
Fandi Sido
Fandi Sido Mohon Tunggu... swasta/hobi -

Humaniora dan Fiksiana mestinya dua hal yang bergumul, bercinta, dan kawin. | @FandiSido

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Dukung Opini dengan Dua Hal Ini

12 April 2012   05:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:43 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

[caption id="" align="aligncenter" width="238" caption="Ilustrasi (ezyblogger.com)"][/caption]

"Banyak-banyakan menulis boleh, tetapi untuk latihan. Menulis yang berkualitas dan bermanfaat jadi muara." -- Pepih Nigraha

Berangkat dari kalimat sederhana jurnalis senior Kompas Pepih Nugraha inilah saya membuat tulisan ini. Penggalan dialog yang saya kutip dari percakapannya dengan Johannes Sumardianta, salah seorang pemerhati media yang juga rekannya ini menuntun saya berpikir serius. Fokusnya adalah tentang bagaimana seorang penulis amatir, bloger, pewarta warga, atau apapunlah istilahnya, bisa menuliskan opini dengan kualitas seorang jurnalis. Di tulisan lain Kang Pepih mengatakan bahwa bahkan bloger sekalipun mesti bisa menulis bak seorang jurnalis profesional. Alasannya, masyarakat membutuhkan keseimbangan opini.

Tak jarang opini yang diantarkan oleh seorang penulis amatir berdampak signifikan dalam pemaknaan masyarakat terhadap sebuah kejadian atau isu. Alih-alih memuat tulisan catatan yang dangkal data dan pemaparan fakta, seorang bloger juga bisa menguatkan tulisannya agar setiap masukan, termasuk yang sifatnya negatif, bisa dibalas dengan alsan yang menguatkan tulisan itu sendiri. Guna tujuan yang membenarkan kutipan di awal tulisan ini pulalah, saya coba mengidentifikasi sendiri dua hal awal yang bisa dijadikan rujukan untuk mendukung opini.

Dua hal ini saya istilahkan ANTISIPATIF-REAKTIF.

Pertama, Mendukung opini yang tertuang dalam tulisan bisa dilakukan sejak ide tulisan itu muncul di kepala. Bahkan sebelum jari-jari menyentuh papan tombol ketik, bloger sebisa mungkin mengumpulkan fakta dan data. Perkaya referensi. Lihat contoh beberapa tulisan opini di surat kabar ternama. Seperti apa opini ditulis di sana. Data dan fakta adalah nyawa sebuah opini. Tanpanya, opini hanya berakhir sebagai ungkapan pikiran dan perasaan. ANTISIPATIF.

Kedua, Mendukung opini pasca-pemuatan tulisan. Dalam dunia blog Indonesia, melahirkan tulisan yang siap tayang bukan lagi masalah berat, termasuk untuk melakukan penyuntingan pasca-muat. Pengembangan teknologi web untuk tulisan-tulisan web dan kemudahan hak ralat untuk tulisan-tulisan tercetak bisa dimanfaatkan untuk menguatkan opini. Hanya memang, tidak jarang opini dipertanyakan kredibilitasnya. Jika seorang bloger berada di situsi demikian, saya membayangkan sebuah langkah sederhana untuk melakukan tangkisan dengan opini. Terkecuali ihwal pertama di atas terpenuhi, seorang bloger juga wajib mendukung tulisannya. Bahkan jika belakangan menyadari kesalahan yang fatal dan akhirnya dikoreksi pembaca, dukungan terhadap tulisan haruslah tetap ada, meski konteksnya bergeser ke ihwal koreksi dan penyeimbangan fakta. Ini REAKTIF. Artinya, bloger bertanggung jawab dengan opini.

"Berpikir dan bertindak seperti jurnalis."

Kalimat di atas memang masuk ke tatanan serius dalam pemikiran seorang bloger. Menjadi amatir tentu memiliki konteks legal yang berbeda dengan seorang penulis profesional. Namun tidak tertutup kemungkinan, seorang bloger mengeluarkan preferensi penulisannya seperti kualitas seorang jurnalis. Entah tulisan berupa kicauan di jejaring sosial ataupun rangkaian artikel bertema khusus seorang bloger bisa mengoptimalkan dukungan terhadap opininya.

Proses menulis opini sebagaimana sering saya rasakan termasuk fase ketika kita membayangkan diri sebagai seorang penulis profesional. Kita akan upayakan berpikir sebagaimana jurnalis berpikir, dan kita akan menulis kalimat sebagaimana bacaan kita dari berita-berita khas laporan profesional. Perlahan-lahan, kita menemukan kekuatan dalam karakter tulisan opini sendiri. Kuat, namun menjaga identitas.

Sekali lagi, terkecuali seorang bloger memilih untuk memuat tulisan "latihan" sebagaimana ditangkap dari kalimat Kang Pepih di atas, belajar memperkuat opini tulis wajib hukumnya. Karena sekali lagi, bloger masa kini adalah bagian penting dari pembentukan "integral baru" kemerdekaan media.

Setidaknya, dalam pandangan saya dua hal ANTISIPATIF-REAKTIF di atas cukup untuk belajar menguatkan opini tulisan. Perputaran informasi mengalir begitu cepat. Siapa yang tahu tulisan seorang di blog umum bisa sampai ke telinga presiden. Dan jika hal itu terjadi, satu-satunya pihak yang akan dipasang di barisan depan penanggung jawab adalah penulis. Sebagaimana tertuang di hampir semua kondisi dan syarat blog ataupun laman penulisan warga. Jika sudah yakin telah menyiapkan dukungan di awal ataupun cadangan, maka lepaskanlah opini secepat  "burung merah" terlepas dari ketapel kecil.

Salam opini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun